Mohon tunggu...
Edo Rusia
Edo Rusia Mohon Tunggu...

Pekerja swasta tinggal di Jakarta. Setiap hari menggunakan sepeda motor untuk mencari nafkah di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tersendat di PGC Cililitan

12 November 2011   11:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:45 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana Cilitan tak ada pedagang ketika ada aparat pemda. (edo) HAMPIR seluruh pelosok kota Jakarta kita menjumpai para pedagang kali lima atau yang akrab disebut PKL. Mereka berhimpitan di pinggir jalan, di trotoar, di belakang gedung-gedung perkantoran, hingga di pinggir kali. Inilah sektor informal yang menggerakan roda ekonomi Jakarta. Sektor informal memang tak bisa dianggap remeh bagi kota sebesar Jakarta. Kota berpenduduk sekitar 10 juta jiwa ini, sedikitnya memiliki 140 ribu PKL. Mereka berjuang mengais rezeki dengan semangat kemandirian. PKL menempati sudut-sudut strategis kota Jakarta. Mereka hidup dan menghidupi kota. Namun, di antara kisah itu semua, kita juga menemui fakta lain, kemacetan lalu lintas jalan. Di rute yang saya lewati sehari-hari, ada satu lokasi yang memang terbilang strategis untuk para PKL.

Salah satu yang saya temui hampir setiap hari saat berangkat kerja adalah di depan Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur. Para PKL berjajar di sisi jalan yang menghubungkan Cililitan ke Jl Dewi Sartika, Jakarta Timur. Mereka tentu saja berdagang di tempat tidak resmi. Buntutnya, terjadi kucing-kucingan. Kadang berjualan, kadang tidak. Oh ya, tak semata para PKL yang menjajakan makanan dan minuman yang mangkal di situ. Tampak juga sejumlah tukang ojek sepeda motor yang menanti para pengguna jasa mereka.
Hampir sepanjang hari, terutama pagi dan sore hari, di kawasan tersebut lalu lintas jalannya tersendat. Kemacetan cukup panjang. Aneka kendaraan harus melambat. Terlebih, para pengemudi angkutan umum, silih berganti menurunkan atau menaikkan penumpang. Pertanyaannya, kenapa para petugas yang bertanggung jawab tidak tampak? Bukankah kawasan tersebut bukan lokasi berjualan? Mestinya mereka diberi tempat berdagang yang layak.
Selaku pengguna jalan, saya mencoba memahami kondisi lingkungan yang ada. Namun, kita tahu semua, lantaran kemacetan lalu lintas jalan, Jakarta menjadi kota yang super boros. Mulai dari konsumsi bahan bakar minyak, hingga boros waktu, dan tenaga. Persoalannya sepele, ketidak tegasan dan ketidakkonsistenan para petugas. Termasuk para pegawai pemerintah daerah. Tidakkah bisa para PKL itu diberi tempat yang layak? Jangan anggap sepele masalah kemacetan lalu lintas jalan. Kita tahu, kemacetan bisa menimbulkan stress dikalangan para pengendara. Buntutnya, ketika ada ruang sedikit di jalan, mereka buru-buru, tancap gas. Nah, yang seperti itu tak jarang membuka potensi kecelakaan lalu lintas jalan menjadi lebih besar. Jakarta sudah cukup kenyang melihat belasan kecelakaan lalu lintas jalan setiap harinya. Ada belasan korban luka-luka ringan dan berat yang terpuruk setiap hari. Dan, hal yang paling mengerikan, setiap hari ada tiga orang tewas akibat kecelakaan lalu lintas jalan. Masih mau ditambah? (edo rusyanto)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun