Mohon tunggu...
Edo Rusia
Edo Rusia Mohon Tunggu... -

Pekerja swasta tinggal di Jakarta. Setiap hari menggunakan sepeda motor untuk mencari nafkah di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anak Diberi Motor Agar Aman

7 November 2011   14:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:57 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KOLEGA saya membelikan sepeda motor untuk puternya yang masih siswa sekolah lanjutan atas (SLA). Usia sang anak belum mencukupi untuk memiliki surat izin mengemudi (SIM). Kita tahu, untuk mendapatkan SIM untuk sepeda motor, SIM C, seseorang harus berusia minimal 17 tahun. Dia mengaku, terpaksa membelikan sepeda motor karena merasa angkutan umum kurang efisien. Dari sisi biaya, juga memang lebih mahal dibandingkan biaya operasional sepeda motor. “Sekarang malah saya was-was jika mengizinkan naik angkot. Sering ada tawuran anak sekolah,” papar kolega saya yang sehari-hari adalah eksekutif di salah satu perusahaan swasta di Jakarta, pada suatu petang. Tawuran pelajar kerap terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Tidak saja menimbulkan korban luka-luka, namun juga sudah merenggut jiwa para pelajar. Mereka berkelahi memakai senjata tajam. Memukul dan menyerang siapa saja yang dianggap lawan. “Karena itu, saya melanggar peraturan sedikit asal anak saya aman,” kata pria berusia jelang lima puluh tahunan itu. Kolega saya itu menyadari kalau dirinya melanggar Undang Undang No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), khususnya soal kewajiban pengendara memiliki SIM. “Tapi mau bagaimana, terpenting anak saya aman dan selamat pulang dan pergi ke sekolah,” tuturnya. (data pelaku kecelakaan berdasarkan pendidikan) Terpenting, lanjut dia, sang anak bersepeda motor melindungi dirinya dengan helm dan peraturan lalu lintas jalan yang lain. “Lagi pula tidak terlalu jauh dari rumah,” katanya. Ya. Kita kerap berhadapan dengan pilihan sulit. Salah satunya seperti contoh yang terjadi pada kolega saya. Sang anak bakal keteteran ketika harus naik angkot untuk pergi dan pulang sekolah. Ada persoalan waktu yang tidak menentu. Tapi, sesuatu yang merisaukan orang tua adalah tawuran pelajar. Ketika saya sodori alternatif diantar oleh tukang ojek, kolega saya itu menggeleng. Dia berdalih soal biaya dan ketergantungan pada pihak lain. Sebaliknya, jika naik motor sendiri bisa lebih efisien. Pilihan yang sulit. Walau, bagi saya, tetap ada alternatif seperti diantar tukang ojek sepeda motor. Di sisi ini, kita punya harapan tinggi kepada para penyelenggara transportasi dan penegak hukum agar para pengguna jalan merasa aman dan selamat ketika berlalu lintas. Tapi, apa iya bisa bersandar seratus persen kepada mereka? Masyarakat harus memberdayakan dirinya sendiri. (edo rusyanto)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun