Mohon tunggu...
Edmu YulfizarAbdan
Edmu YulfizarAbdan Mohon Tunggu... Guru - Guru Pemula

Penulis Buku Pengabdian Literasi Sang Guru (2023) | Menggapai Cahaya Ramadhan dengan Tadarus Pendidikan (2023) | Guru Pembelajaran Sepanjang hayat (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023) | Antologi Dibalik Ruang Kelas (2024) | Guru SMA |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Paradoks Pendidikan, di Atas Kertas Bahagia, Realita Kehilangan Makna

29 Maret 2024   12:39 Diperbarui: 4 April 2024   18:15 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pendidik, mengajar di kelas. (DOK. Kemendikbudristek via kompas.com)

Penulis pernah mendengar idiom yang mengatakan bahwa "Pemimpin adalah cerminan rakyat". Jika dikaitkan dengan pendidikan maka maknanya akan berkembang menjadi murid adalah cerminan gurunya, sedangkan guru adalah cerminan pejabatnya dan seterusnya. 

Apakah permasalahan pendidikan sekarang ini ada kemungkinan juga kontribusi kita semua sebagai guru. Dari bullying, ketidakjujuran, nepotisme, dan sebagainya. Mari kita berefleksi.

Penulis telah membaca buku berjudul Guru Gembul Bicara Pendidikan karya Irma Susanti dan Hermawan Aksa. Didalam buku tersebut ada yang membuat penulis tercengang sekaligus berpikir. Apa itu ? Mengenai sebuah sajak yang diciptakan oleh Agus R. Sardjono berjudul sajak palsu.

Selamat pagi Pak, Selamat pagi bu, ucap anak sekolah dengan sapaan palsu. Lalu mereka pun belajar sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di akhir sekolah mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka yang palsu. 

Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah mereka ke rumah-rumah Bapak dan IBu Guru untuk menyerahkan amplop berisi perhatian dan rasa hormat palsu. sambil tersipu palsu dan membuat toalk-tolakan palsu, akhirnya Pak Guru dan Bu Guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan nilai-nilai palsu yang baru. 

Masa sekolah demi masa sekolah berlalu, mereka pun lahir sebagai ekonom-okonom palsu, ahli hukum palsu, ahli pertanian palsu, insyinyur palsu. Sebagian menjadi guru , ilmuwan, atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi mereka menghambur ke tengan pembangunan palsu dengan ekonomi palsu sebagai panglima palsu.

Apakah sajak palsu tersebut relevan dengan sekarang ? Silakan pembaca untuk refleksi.

Pendidikan berpusat kepada Murid

Kurikulum merdeka menghadirkan jargon berpusat kepada murid. Namun ketika penulis membaca artikel dari Bapak Priyasa yang berjudul Pendidikan itu Menyalakan Pelita bukan Mengisi Bejana bahwa menurut worldtop20.org, kelemahan pendidikan Indonesia terdapat pada Teacher Ratio Academic Levels (Rasio Guru tingkat akademik). 

Apa maknanya?  Rasio ini dapat memberikan indikasi tentang seberapa baik sebuah institusi pendidikan dapat memberikan perhatian individual kepada siswa, karena semakin rendah rasio guru terhadap siswa, semakin banyak perhatian yang dapat diberikan oleh guru kepada setiap siswa. 

Namun, perlu diperhatikan juga bahwa rasio ini tidak selalu mencerminkan kualitas pendidikan secara keseluruhan dan banyak faktor lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam mengevaluasi sistem pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun