Mohon tunggu...
Reza Irwansyah
Reza Irwansyah Mohon Tunggu...

Seseorang yang punya pikiran acak yang berusaha dituangkan secara terstruktur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kasian Anak SMA Sekarang

21 Februari 2014   05:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:37 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Polanya sebenarnya sederhana. Kelas satu belajar beradaptasi, belajar bersosialisasi, belajar mengenal lingkungan baru. Kelas dua belajar berorganisasi, meningkatkan soft dan hardskill, belajar mengurusi sesuatu, kepanitiaan misalnya. Kelas tiga belajar akademik untuk ujian nasional dan kelulusan.

Begitu sederhana dan tidak aneh-aneh. Sebagai mantan anak SMA yang mengalami pola seperti di atas, saya sangat bersyukur bisa menjalani SMA sebagaimana mestinya. Saya begitu menikmati saat di kelas satu masih malu-malu kenalan dengan sana sini, coba mencari tahu kelompok-kelompok yang sesuai dengan kepribadian saya sampai akhirnya sahabat yang sampai sekarang masih suka kumpul-kumpul pun terbentuk di kelas satu. Kelas dua, saya kebetulan waktu itu aktif di Rohis dan Jurnalistik, lalu mengikuti kepanitiaan, berorganisasi, pulang malem, nginep di H-1 acara, dan lain lain. Kelas tiga baru ikut les dan bimbel untuk fokus ke akademik.

Ironisnya, saya tidak melihat masa-masa menyenangkan seperti itu sekarang. Sekolah SMA sekarang rasanya berat. Dari kelas satu sudah diikutkan les ini itu. Belum lagi kebijakan beberapa sekolah tidak berbayar yang menolak untuk mengeluarkan uang sama sekali untuk mengembangkan kegiatan ekstrakulikulernya, semakin lengkap rasanya anak SMA sekarang diarahkan ke akademik saja.

Hal ini diperparah dengan adanya wacana bahwa ujian nasional akan diadakan di kelas XI, bukan kelas XII. Terus mau jadi apa ketika mereka kuliah nanti? Kutu buku yang meramaikan perpustakaan? Perasaan zaman saya SMA normal-normal aja. Dengan pola hidup di SMA yang saya sebutkan di atas, saya tetap bisa masuk ke PTN unggulan. So, what's wrong !?

Saya sendiri pelatih ekskul di SMA sehingga bisa melihat langsung bagaimana kehidupan SMA zaman sekarang. Semua terlalu fokus ke akademik. Aktivitas-aktivitas nonakademik dianggap hanya menjadi pengganggu proses pembelajaran di sekolah. Padahal, yang namanya belajar tidak melulu soal akademik. Semua orang tau manusia punya IQ, EQ, dan SQ, bla bla bla, tapi tidak ada yang benar-benar mengimplementasikannya dengan baik.

Saya sendiri punya adik yang sekarang kelas 3 SMA. Dia memang pintar, peringkatnya di kelas tidak pernah di bawah 3. Sayangnya, saya melihat bahwa kemampuan di luar pelajarannya 0. Dia tidak pernah ikut panitia ini itu, ikut tae kwon do juga tidak pernah ikut kejuaraan. Alasannya? Belajar. Perguruan tinggi sekarang menggunakan sistem raport sehingga penentuan masuk perguruan tinggi dilihat dari nilai sejak kelas X. Hasilnya? Yang saya lihat adalah kepanikan. Baru masuk kelas X sudah dijejali berbagai macam les dan bimbel. Kelas XI, momen seharusnya mereka mengasah kemampuan organisasi dan hardskill, terkikis oleh (lagi-lagi) les dan bimbel.

Salah kah?

Tentu tidak. Itu pilihan mereka masing-masing. Mau ikut bimbel atau tidak, apakah ingin menjalani pola kehidupan SMA yang ideal seperti yang saya paparkan di atas atau tidak, atau bagaimana. Semua adalah pilihan masing-masing pihak selama tidak ada pihak yang merasa DIPAKSA.

Dalam hal ini, saya tidak menyuruh agar menomor-sekian-kan sekolah. Sekolah tetap nomor satu untuk kelas berapa pun, tapi selalu ada fokus nomor satu setengah yang harus dijalani. Jadi, tantangannya adalah bagaimana tetap mendapat nilai bagus tanpa mengorbankan hal-hal yang seharusnya mereka dapat di sekolah di luar akademik.

Pasalnya, ketika kuliah, tidak ada yang namanya 'belajar berorganisasi'. Idealnya, belajar organisasi itu di SMA. Di kuliah adalah implementasinya. Bayangkan kalau misalnya BEM di ketuai oleh mahasiswa yang pada masa SMA-nya tidak pernah ikut organisasi apa-apa karena fokus belajar. BEM, yang seharusnya menjadi ujung tombak suara mahasiswa dan wakil rakyat di perguruan tinggi dijadikan ajang 'belajar', dijadikan ajang 'coba-coba'.

Peran Orang Tua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun