Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Mati (5 Sunset)

29 Januari 2022   20:36 Diperbarui: 29 Januari 2022   20:49 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah pribadi dari pictsart app

 Wajahnya Dewi terlihat tersenyum lega, mendengar apa yang baru saja kukatakan .Rambutnya yang sedikit terurai menutupi daun telinganya dibetulkan sekenanya dengan jari telunjuknya. Tampak ia lega.

 

Seorang Amarilis Dewi, gadis kota tersebut tiba-tiba meraih tanganku. Masih belum lepas keterkejutanku. Ia kemudian menyandarkan dirinya dibahuku. Suatu pengalaman terindah sepanjang hidupku. Tiada rasa yang dapat melukiskan kebahagiaan hatiku. Relung-relung hatiku terasa damai. Bunga beraneka warna terasa berjatuhan dari atas langit secara tiba-tiba.

 

Apakah itu yang dikatakan jatuh cinta? karena aku sendiri tidak tahu apa artinya jatuh cinta sebelumnya!. Deburan ombak yang terus menghantam kaki-kaki kami seakan menjadi saksi dua muda mudi sedang mengabadikan kebahagiaannya. Angin laut berhembus semakin mendinginkan tubuh-tubuh. Menjadikan kami berdua lebih dekat lagi. Udara disekeliling juga terasa menjadi dingin. Tetapi tidak untuk hati kami berdua, yang justru menghangat dibawah belaian angin malam yang terasa sepoi-sepoi itu.

 

Fithar dan Kemala seolah tahu, yang kami lagi sedang bersefakat untuk secara jujur memadu hati diri kami masing-masing. Tidak tampak mereka ingin mendekat. Bahkan, mereka seolah menjaga jarak nun disana yang tampak siluetnya saja.

 

Waktu seperti berayun pelan. Kebersamaan yang aku tidak ingin cepat berlalu. Memang tidak banyak kata-kata yang dapat terucap saat ini. Sekali waktu ada saatnya Dewi melirik mataku. Darah mudaku serasa bergelegak seiring dengan degup jantung seolah berlari kencang. Hentakan jantungku seolah berkejaran dengan deru ombak yang menghempas tiada henti. Aku merasa terbawa melambung kelangit ketujuh. Dibawah temaram malam yang sebentar lagi berganti dengan cahaya bulan purnama. Aku merasa yakin, Dewi adalah gadis yang dikirim khusus untuk mengisi hatiku yang sebelumnya hampa.

 

“Apakah didepanku ini manusia atau bidadari turun dari kayangan?” kadang aku membatin dalam hati. Dengan balutan busana putih tipis yang penuh dengan baluran pasir putih justru menambah daya pikatnya. Tanpa bisa kukendalikan serta tanpa kusadari, tiba-tiba saju aku mendaratkan ciuman tipis ke bibirnya. Terasa tersengat listrik. Sampai aku menyadari itulah ciuman pertamaku. Dewi gadis kota, kembali dengan lembut membalas aksi ciuman nekatku. Aksi nekat yang selama ini aku hanya bisa dengar dengan sangat lugu dari cerita-cerita teman pria sekelasku di SMA, yang dengan sengaja seperti ingin memanasi hatiku saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun