Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Catatan Perjalanan Sang Kapten (24. Pilihan-pilihan Hidup)

27 Januari 2022   21:17 Diperbarui: 27 Januari 2022   21:18 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah pribadi dengan canva app

"Mayang, Mayang ... !" kupanggil ia beberapa kali dengan keras. Tampak Mayang terus berjalan dengan tatapan kosong kearah laut dan tetap konstan langkahnya menuju ujung pelabuhan yang menghadap langsung laut Jawa yang sangat dalam. Mayang tampak bergeming. Dengan kaki telanjang, langkah demi langkah tubuhnya seperti terus terdorong ke arah bibir pelabuhan.

"Mayang!" sekali lagi kuberteriak nyaring. Beberapa buruh pelabuhan langsung menoleh kepadaku.  

Aku kembali berlari dan memeluk Mayang yang terlihat limbung dan semakin lemah. Kemudian aku peluk Mayang dengan sangat erat sambil membisikkan kata ditelinganya.

"Aku mencintaimu, Mayang!" sambil ia kupeluk erat sambil membisikkan, "aku akan memelihara anak kita," Mayang kembali menatapku dengan dengan matanya yang masih basah berlinang air mata sekaligus matanya seperti menyiratkan pertanyaan-pertanyaan dikepalanya yang belum terjawab.  

"Ya, aku tetap menerimamu apa adanya bersama bayi kita yang akan lahir," kukatakan dengan sangat bersemangat  dan melanjutkan bisikanku ," kita akan memelihara dan membesarkan bayi kita nanti" ku yakin kan kembali Mayang bahwa apa yang didengarnya barusan adalah benar adanya. Mayang seolah seperti tersadar kembali bahwa masih ada orang lain yang peduli terhadap dirinya yang sebatang kara. Perlahan ia menyandarkan tubuh lemahnya dibahuku dan menangis sejadi-jadinya.

Meskipun perbuatannya Arthur sangat tidak dapat kuterima. Tetapi khilaf dan kesalahannya tetap akan kumaafkan seperti pesan temanku Tuan Abbot agar menyayangi Arthur seperti anaknya sendiri. Seorang yatim piatu yang sangat kesepian dan berupaya mencari ibunya yang belum kesampaian. Apalagi saat ini beliau telah mendahului. Biarlah aku yang akan menjadi ayah dari anaknya serta mengasuhnya bersama Mayang.

Bagiku, mendengar kata mengandung saja bulu romaku terasa berdiri, telah sangat lama kudambakan sejak bersama Pruistine. Hampir 20 tahun berumah tangga rasanya adalah waktu yang sangat panjang bagiku menunggu karunia itu. Sampai detik Mayang mengatakan dirinya hamil, itulah saat rasanya aku bahagia tak terkira. Seorang anak yang kutunggu-tunggu sejak lama dan sebentar lagi akan dihadirkan oleh seorang yang amat kucintai di Batavia.

Kepergian Mayang  ke pelabuhan Batavia adalah bukan untuk menungguku kembali tetapi memang berniat mengakhiri hidupnya dilaut. Kondisi hamil dikarenakan oleh Arthur, ditinggalkan Dirja dan baru saja mengalami kematian ibunya tepat hari keberangkatanku berlayar ke Borneo. Satu-satunya orang terakhir dalam hidupnya yang sedang diperjuangkannya habis-habisan untuk kesembuhannya. Hidupnya telah kehilangan harapan. Mayang, seorang gadis tegar sekaligus malang yang telah banyak mengalami penderitaan dan tidak akan mungkin lagi kutambahkan kepadanya penderitaan.

Sebenarnya tidak ada hutang-hutang yang dimilikinya kepadaku, karena sebelumnya itu adalah siasatku agar Mayang terus dan memilihku dibanding Arthur. Aku yang selama ini telah diurusnya siang malam saat sakit parah.  Tetap akan selalu kukenang sebagai seorang gadis yang sangat tabah dan penuh kasih sayang. Hal yang paling membuatku tidak bisa melupakannya saat aku berjuang dari maut diserang penyakit malaria tropis dan Mayang datang melayani dengan penuh ketulusan tanpa syarat untuk merawatku rasanya pembuktian sayang kepadaku sudah lebih dari cukup untukku menguji cintanya. 

Cinta pada pandangan pertama, ditambah sikap Mayang yang tulus dalam bekerja. Seorang perempuan muda yang tidak punya pilihan lain dalam hidupnya kecuali bekerja mengabdi demi keluarga tercintanya dan berjuang keras agar keluarganya terselamatkan dari kesengsaraan yang seolah tak berujung. Kematian istriku telah membuatku sangat yakin bahwa Mayang adalah jodoh berikutnya disaat yang tepat, meski persayaratannya tidak ingin mempunyai keturunan dariku tetapi anak Arthur yang dikandungnya  telah cukup bagiku untuk meneruskan hidup bersamanya dengan bahagia.

Apakah ini yang dinamakan dengan cinta buta?. Aku juga tidak mengerti dimana orang-orang disekelilingku yang selalu mengatakan bahwa derajatku sangat jauh dengan Mayang, tetapi aku tetap mencintainya secara tulus tanpa syarat. Tidak terbersit sedikitpun dalam hatiku untuk melihat adanya perbedaan warna kulit, negeri penjajah dan dijajah, kondisi hamil ataupun tidak, sederajat ataupun tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun