Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Malam Jumat (23)

14 Februari 2020   22:30 Diperbarui: 14 Februari 2020   22:44 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wati masih saja memperhatikan celanaku yang kotor karena tanah. Sedang aku sudah mulai tak memperdulikannya. Sebab ada yang lebih menarik dari sekedar celana kotor, pikirku. Perhatian kamu, Wati. Perhatian yang sudah beberapa kali kudapatkan darimu. Perhatian yang sempat membuat Rudi marah padaku.

Wajah manis Wati tampak gelisah menatapku. Hal seperti inilah yang benar benar menjadi hiburanku. Tandanya, dia benar benar memperhatikanku. Padahal bukan hanya aku saja yang kotor malam itu, Genta dan Rudi pun juga. Kalau benar seperti itu, kali ini aku satu langkah lebih dulu dari Genta. Aku tak perlu lagi cemburu.

*****

Kokok ayam menyambut fajar. Aku terbangun jauh sebelum adzan berkumandang. Kupikir semua orang sudah bergeliat dengan pekerjaan. Ternyata Rudi dan Genta masih terbuai dalam mimpi malam. Meringkuk kedinginan di atas tikar plastik sejak tadi malam.

Kudengar sayup sayup gemericik air cucian. Tak lama kemudian, suara benda masuk dalam minyak panas penggorengan. Ini pasti Wati, pikirku. Segera kulangkahkan kaki ke arah dapur. Tampak gadis berkepang dua sedang berjibaku dengan panci dan wajan. Rajin sekali cewek satu ini. Atau karena ada kami di sini hingga dia harus bekerja lebih ekstra untuk menyediakan urusan perut kita.

"Bisa aku bantu?" Tanganku langsung memegang ganggang panci yang hendak diangkat Wati.

"Nggak usah. Istirahat di depan aja gih." Wati menolak halus. Mungkin dia merasa tak enak hati. Karena aku mamang tamu di rumah ini.

"Nggak apa apa. Maaf, kami sudah merepotkan kamu." Aku bicara sambil mengangkat panci besar yang ternyata berisi nasi yang akan di kukus.

"Nggak repot. Biasa aja, kok." Wati tersenyum manis subuh itu.

"Taruh dimana?"

"Di sini aja." Wati menunjuk tungku api yang sudah menyala.

Dapur ini memang kental dengan suasana desa. Beralaskan tanah. Tungku kayu di pojok rumah yang mengepulkan asapnya. Udara yang bercampur asap dan aroma masakan. Serta gadis ia berkepang dua dengan setelan sederhana mondar mandir mempersiapkan segalanya.

"Bud, terimakasih ya." Wati menatap pergelangan tanganku.

"Terimakasih untuk apa? Harusnya aku yang berterimakasih padamu. Sebab kamu sudah mau menampung kami bermalam di sini." Aku sedikit heran dengan ucapan Wati barusan.

"Terimakasih kamu sudah mau menjaga gelang itu."

Aku pun melihat gelang hitam dari benang yang diikatkan Wati di tanganku sebelum acara bersih Kampung waktu itu. Gelang itu tetap ada di pergelangan tanganku. Kujaga memang. Amanah Wati untukku waktu itu. Dan aku senang jika Wati bahagia karena itu.

"Bud, benar kamu nggak masuk ke hutan malam tadi?" Wati menatapku.

Aku jadi salah tingkah. Aku lelaki yang tahan banting. Tapi untuk urusan tatapan wanita, aku kalah.

"Iya, beneran." Jawabku dengan tegas agar Wati benar benar yakin.

"Jadi, kotor di celanamu itu dari mana?"

"Oh... kamu masih mempermasalahkan kotoran ini." Aku tunjuk bagian celana kotor sambil pasang muka cemberut.

"Nggak boleh?"

"Kalau masalah kotor, nanti bisa aku cuci sampai bersih. Atau, kubuang saja celana ini. Biar kamu nggak curiga terus."

Sengaja kupandangi wajah Wati dengan tampang serius. Biar bicaraku lebih menyakinkan. Sehingga Wati tak lagi curiga padaku.

"Tapi...."

"Tapi apa?" Kupotong kalimatnya. Aku tak mau masalah celana kotor ini semakin panjang. Aku takut menyerah karena tak kuat berbohong lagi.

"Nggak. Sholat dulu gih. Udah mau pagi." Akhirnya Wati mengalihkan pembicaraan.

Ada penyesalan menggantung dalam rongga dadaku. Melihat wajah manis Wati berubah kusut. Tapi aku lakukan ini demi Wati juga. Karena aku sayang dia. Dan demi keamanan dan kenyamanan warga kampung ini juga. Oleh karena itu, aku tak mau lagi melihat wajah kusut Wati berikutnya jika dia tahu aku memang benar benar sudah masuk ke hutan itu malam Jumat tadi.

Benuo Taka, 14 Februari 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun