Seekor katak merasa paling hebat di dunia. Ia sombong di hadapan ulat dan cacing. Baginya cacing dan ulat hanyalah pelengkap dunia saja. Bukan tandingannya.
Katak juga merasa paling sempurna. Ia bisa melompat tinggi dibandingkan ulat yang hanya bisa merayap di rerumputan saja. Sedang cacing tak bisa jauh dari tanah.
Katak juga merasa paling besar dari semuanya. Rumput yang diinjaknya. Ulat yang menggeliat karena kecewa. Atau cacing yang bergerak lincah karena panas di dada.
"Sebenarnya kamu bukanlah hewan terbesar di dunia." Cacing mengungkapkan apa yang ia tahu.
"Ah, tak mungkin. Lihat saja tubuhku ini. Akulah yang terbesar di sini." Katak mengisi rongga paru parunya dengan udara sehingga tubuhnya menggelembung seperti balon.
"Aku tidak bohong. Bahkan masih ada lagi yang bisa melompat tinggi dari pada kamu di dunia ini." Cacing mulai tersenyum melihat tingkah sombong sang katak yang tak mau dikalahkan siapa saja.
"Mana mungkin. Akulah si pelompat tertinggi di dunia. Lihatlah, bahkan kepalaku bisa menyentuh langit biru." Katak melompat hingga kepalanya membentur lapisan biru di atasnya.
"Tapi.... ada lagi yang lebih merdu bernyanyi dari pada kamu." Wajah cacing tampak serius mengatakannya.
"Tak mungkin. Suaraku lah yang paling merdu. Apalagi ketika musim hujan tiba. Tak ada yang bisa menyaingi nyanyianku." Katak pun mulai mengisi pita suaranya dengan udara hingga mengeluarkan suara yang bernada sumbang.
"Stop! Tak usah bernyanyi di sini. Bikin pusing kepala. Seandainya aku punya telinga, mungkin gendang telingaku akan pecah semua." Cacing mengomel tak suka.
"Jadi, kamu mengakui kehebatan ku?" Katak mulai sombong kembali.
"Tidak, aku tak akan mengakuinya jika kamu belum menyaksikan semua yang pernah aku lihat."
"Apalagi?" Katak tak terima ditantang seperti itu.
"Sekarang tunggulah di sini. Persiapkan jantungmu agar tetap berdetak saat terkejut. Nanti dapat kau saksikan kehebatan dunia."Â Cacing marah dengan kesombongan katak.
Sedangkan Katak merasa cacing hanya berbohong padanya. Tak mungkin ada yang lebih dari dirinya. Karena di dunia ini hanya ada mereka bertiga. Katak, ulat dan cacing saja. Selebihnya hanyalah hamparan rumput dan langit biru semua.
Akan tetapi Katak penasaran. Ia ingin membuktikan kebenaran omongan cacing tadi. Sehingga katak bersedia menunggu apa yang dijanjikan cacing padanya. Dunia lain yang katanya berbeda.
Cacing pun masuk ke tanah. Membuat lubang lalu keluar dari dunia katak. Cacing menemui kucing yang ada di luar sana. Ia meminta bantuan kucing untuk membuka dunia mini katak.
Kucing pun berlari dengan kencang hingga menabrak ember biru dekat kakinya. Terbalik dan tergulinglah  ember tersebut. Hingga terbukalah dunia katak yang dibanggakannya.
"Selamat datang di dunia sebenarnya." Cacing berteriak dengan semangat.
Katak menganga terpesona. Ada kucing yang lebih jauh dan tinggi melompat darinya. Ada tikus yang lebih besar darinya. Ada burung perkutut yang lebih merdua suaranya. Serta ada cacing yang lebih tahu segalanya dari pada dia.
"Sekarang bagaimana?" Cacing bertanya melihat katak bingung menatap sekitarnya.
"Ternyata duniaku kecil sekali." Katak tertunduk malu.
"Karena itulah kita tak boleh sombong. Setiap makhluk hidup diciptakan dengan kekurangan dan kelebihannya."
"Aku sadar bahwa selama ini aku belum tahu segalanya. Maafkan aku, cacing."
"Jangan meminta maaf padaku. Mintalah maaf pada Tuhan yang telah menciptakan semua ini. Termasuk kelebihan dan kekuranganmu."
Akhirnya katak menyadari kesombongannya. Sebenarnya ia belum tahu segalanya. Karena ia tak pernah kemana mana. Hanya terkurung dalam ember biru saja. Tapi ia sudah merasa seperti tahu segala galanya. Katak pun memohon ampun pada Tuhan dengan caranya.
Benuo Taka, 9 Februari 2020.
