"Kalau gitu... tunggulah di sini dulu." Wati menunjuk bale bale bambu diteras rumahnya.
"Kenapa?"
"Haus, kan?"
"Eh... iya."
Ini kesempatanku untuk cari tahu lebih banyak mengenai hutan itu. Dan kesempatanku untuk berduaan dengannya tanpa di ganggu. Mumpung Rudi lagi di base camp dan warga desa lelap dalam lelahnya.
"Hayuk gih, diminum dulu." Wati menyorong segelas Limus dingin.
Kusesap sedikit demi sedikit biar tak cepat habis. Agar aku dapat mencumbui bias wajah manis Wati meski dari pantulan bayangan di kaca jendela. Biar aku dapat menikmati kebersamaan ini lebih lama lagi.
"Eh, Bud, kok ngelamun sich?" Wati menepuk pundakku.
"Nggak. Aku cuma mikir aja."
"Mikirin apa?"
Aku memang sedang berpikir untuk mencari seribu alasan agar aku dapat masuk ke hutan itu lagi. Untung saja segelas minuman dingin sudah membuat fresh otakku. Dalam keadaan genting sebab pertanyaan Wati yang harus segera di jawab, otakku mampu tanggap dan berpikir cepat. Hingga obrolan itu tak menjadi kaku dan membeku kembali.