Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Malam Jumat (10)

15 November 2019   21:45 Diperbarui: 16 November 2019   06:54 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengetahu ada sungai di desa itu, jiwa anak pantai Rudi langsung mengembang. Maklumlah rumahnya memang tak jauh dari pantai. Jadi hampir setiap hari dia berenang di sana. Karena itulah hampir setiap waktu dia mengajak aku untuk berenang ke sungai. Padahal Wati sudah memberikan gambaran jelas bahwa sungai itu dangkal, banyak bebatuan dan berjeram. Sehingga kurang cocok untuk berenang.

Dasar Rudi keras kepala. Dia selalu saja punya alasan logis untuk bisa mencapai sungai itu. Ya mau berendam aja lah. Mau mencari kenyamanan lah. Mau membuktikan keindahan sungai yang telah diceritakan Wati. Namun anehnya, setiap kami mengajak Wati untuk menunjukkan letak sungai itu, dia selalu menolak. Ada saja alasannya untuk menampik ajakan kami.

"Kenapa kamu selalu menolak ajakan kami untuk menunjukkan letak sungai itu?" Aku penasaran dengan sikap Wati.

"Aku hanya nggak mau kalian tertimpa bencana seperti warga desa ini."

"Mengapa kamu bisa berpikiran kalau pergi ke sungai akan mendapatkan bencana?" Kutatap tajam mata Wati.

"Tunggulah sampai acara bersih desa dilaksanakan. Setelah itu akau janji akan mengantarkan kalian ke sungai. Aku hanya nggak mau terjadi sesuatu dengan kamu." Tangan Wati mencengkram erat lenganku. 

Ada getaran ketakutan di sana.Tapi tidak denganku. Justru aku semakin curiga dengan sikap Wati. Mungkin ada yang disembunyikannya hingga dia selalu menghalangi keinginan kami itu.

"Apakah ada yang kamu sembunyikan dari kami?"

"Nggak." Wati tegas menjawabnya. Hanya saja matanya tak pernah mau melihat padaku.

"Liat aku! Betul nggak ada yang kamu sembunyikan dari kami?"

"Sumpah. Nggak ada." Kali ini dia menatapku. Namun hanya sesaat. Tapi jelas sekali mimik mukanya berubah seakan malu malu.

Kupandangi wajahnya yang kemerahan dengan senyuman. Dari kedua bola matanya yang sekilas memandangku, aku tahu kalau Wati jujur. Tapi yang aku tak tahu, mengapa wajahnya jadi kemerahan seperti itu?

*****

"Berdasarkan pengamatanku, sepertinya Wati lebih memilih kamu dech." Rudi berujar ketika kami sedang rebahan di kamar sepulang dari rumah Wati.

"Memilih aku untuk apa?"

"Ah... kamu jangan pura pura nggak tahu. Sensitif dikit kek dengan perempuan."

"Kamu itu nggak usah bertele tele gitu. Aku sudah pusing dengan kecurigaanku terhadap kejadian akhir akhir ini. To the point aja kenapa sich?"

"Oke. Maksudku, Wati sudah jatuh hati padamu."

"Apa!?!?"

"Kamu nggak usah kaget begitu. Aku tahu kok kalau kamu juga suka padanya." Rudi bersungut kesal.

"Emang salah kalau aku juga suka dia?"

"Nggak salah kok. Karena itu aku mundur teratur aja dech. Nggak sanggup aku bersaing dengan kamu yang jelas jelas berita kegantengannya sudah tersiar seantero dunia." Rudi tertawa mesem.

"Betulkah kalau Wati suka aku, Rud?" Kali ini aku meminta penegasan dari Rudi kembali.

"Beneran. Kelihatan kok dari sikapnya yang lebih peduli padamu. Ingat nggak waktu aku ngajak kamu berenang di sungai?"

"Dia nggak mau."

"Bukan yang itu. Maksudku dia juga melarang kamu untuk kesana, kan? Dia bilang kalau dia takut terjadi apa apa dengan kamu sambil memegang tanganmu. Gimana rasanya, Bud?"

"Gimana apa?"

"Ya ampun.... Kamu itu tolol atau bego sich?"

"Oh... ya enaklah." Aku tertawa melihat kekesalan Rudi.

"Iya. Enak di kamu. Di akunya, sakitnya tuh di sini." Rudi memegang dadanya.

Aku hanya bisa tertawa diantara berita bahagia yang dibawa Rudi. Namun aku tak mau buru buru. Bukankah Wati baru beberapa Minggu bertemu denganku? Aku tak mau dia menyesal setelah membeli kucing dalam karung. Maksudku, aku tak mau dia menyesal setelah tahu hal hal buruk pada diriku. Karena dia belum mengenalku seutuhnya.

Salam hangat salam literasi😊🙏
Love and peace😁✌️
EcyEcy; Benuo Taka, 14 Nopember 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun