Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Misteri Malam Jumat (8)

1 November 2019   22:16 Diperbarui: 1 November 2019   22:21 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum selesai masalah kematian hewan ternak, sekarang justru warga desa yang diserang penyakiit.

"Bisa saya bantu, Bu?" Rudi langsung menghampiri seorang ibu yang kebingungan dan menangis melihat anaknya muntah terus sedari tadi di beranda rumahnya.

"Gara gara ada yang melanggar pantangan, anak saya jadi korban." Ibu itu berkata sambil menatap kami berdua dengan tajam.

"Anak ibu mulai lemah. Bisa ambilkan air, garam dan gula? Biar saya bantu sebelum terlambat." Aku memecah suasana yang kurang nyaman itu.

Syukurlah Ibu itu mau menuruti permintaanku. Setelah ibu tersebut kembali dengan semua bahan yang kuminta, segeralah kubuat larutan ion sederhana untuk mengatasi dehidrasi anak tadi. Entah mengapa pagi ini otakku begitu encer. Aku bisa berpikir cepat ditengah kepanikan itu.

Berangsur angsur kulihat anak itu sudah tak muntah lagi. Meski tubuhnya lemas, namun masih ada daya untuk mengucapkan terimakasih padaku. 

Aku senang. Setidaknya ini sedikit menghilangkan perasaan tak suka ibunya pada kami.

Sebenarnya Rudi pernah mengungkapkan keheranannya padaku mengenai sikap warga desa yang berubah pada mereka. Tapi tak aku tanggapi dengan serius. Namun kali ini kurasakan sendiri tatapan tak mengenakkan dari seorang ibu yang biasanya lembut dan santun hatinya. Apakah Wati telah menyebarkan kecurigaannya pada warga desa tentang kami berdua yang dianggapnya telah melanggar pantangan desa?

*****

Kejadian itu ternyata masih berlanjut ke hari hari berikutnya. Hal ini tentu memberikan kecemasan warga. Mereka takut penghuni hutan bertambah marah dan meminta tumbal yang lebih banyak lagi. Padahal acara pembersihan kampung baru akan dilaksanakan Minggu depan. Aku hanya berharap kejadian ini tak ada sangkut pautnya dengan melanggar pantangan.

"Wati... tunggu." Aku pun langsung berteriak sewaktu melihat gadis cantik berkepang dua itu berjalan tergesa gesa setelah keluar dari rumah Pak RT.

"Ya?" Wati berhenti dan menunggu aku sampai di hadapannya dengan tatapan bertanya.

"Da apa?"

"Istri Pak RT sejak tadi muntah muntah terus. Dan banyak lagi warga kampung yang seperti itu." Wajah Wati tampak cemas.

"Ada yang nggak beres di sini. Kita harus selidiki ini." Rudi spontan berucap dengan wajah tegas.

"Wong ini gara gara kalian berdua melanggar pantangan,  penghuni hutan minta tumbal tuh. Makanya jangan sok tahu kalau masuk kampung orang." 

Wati bersungut kesal sambil berjalan meninggalkan aku dan Rudi.

"Eh... tunggu." Rudi menarik tangan Wati.

"Apaan sich!" Wati menepis cengkraman Rudi.

"Aku dan temanku nggak pernah melanggar pantangan di desa ini. Kamu jangan asal tuduh. Pasti ada hal lain yang membuat hewan ternak mati dan warga jadi seperti ini." Rudi semakin kesal.

"Apa coba?" Wati tak kalah ngototnya.

"Ehhh sudah. Sudah. Tak baik ngomong di jalanan seperti ini. Ayo duduk dulu. Biar kita bisa bicara dengan baik baik."

Wati pun menurut. Dia akhirnya jalan menuju rumahnya yang sudah tampak dari pandanganku. Sedangkan aku membuntutinya. Dan Rudi yang sudah terlalu emosi berjalan dengan berat hati di belakangku dengan langkah terseok Seok karena tangannya kutarik paksa.

"Kalian berdua jangan emosi dulu. Aku juga curiga dengan kejadian ini. Gejala mereka seperti orang keracunan." Aku pun membuka komunikasi setelah kami bertiga duduk di bale bambu teras rumah Wati.

"Memangnya mereka habis makan apa, Wat?" Rudi pun mulai curiga.

"Kami nggak ada acara makan makan di desa." Wati mulai bisa mengikuti pola pikir kami.

"Atau..."

"Tolong.... Tolong.... Tolong...."

Suaraku terpotong oleh teriakan seseorang yang butuh pertolongan. Kami pun berdiri dan segera berlari menuju sumber suara.
Apa yang sedang terjadi? Pertanyaan itu pun memenuhi benakku. Kutakut ada peristiwa baru yang menjadikan aku dan Rudi sebagai tertuduh atas pelanggaran pantangan desa lagi. Sepertinya angin pagi itu mengabarkan berita luka kembali.

Salam kenal salam literasi😊🙏
Love and peace😁✌️
EcyEcy; Benuo Taka, 1 Nopember 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun