Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kebahagiaan, Dimanakah Engkau Berada?

4 Oktober 2011   13:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:20 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tak seorang pun, saya kira, yang tak ingin mencapai kebahagiaan dalam hidup ini. Kebahagiaan menjadi goal bagisetiap usaha yang dilakukan manusia. Semua orang berharap mencapainya dan terus-menerus berjuang untuk itu. Akan tetapi, apakah yang didapat? Ternyata, banyak dia antaranya yang tak kunjung mampu meraih kebahagiaan, malah yang diperoleh adalah kesedihan, kekhawatiran, kemelekatan, dan kekecewaan.

Ada orang berharap mencapai kebahagiaan dengan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, bahkan dengan menghalalkan segala cara. Dia yakin, bahwa dengan uang yang melimpah ruah, kebahagiaan akan teraih dengan sendirinya. Ia pun bekerja keras siang dan malam, mengumpulkan uang dengan penuh semangat. Hasilnya, dia pun oleh tetangganya dipredikati sebagai si kaya, the rich man. Tetapi, setelah dia kaya raya, ternyata bukan kebahagiaan yang didapat, melainkan ketakutan atau kekhawatiran. Uangnya yang sebagian disimpan di rumah dikhawatirkan dicuri orang ketika ia bepergian, uangnya yang disimpan di bank dikhawatirkan bank penyimpannya bangkrut. Begitu pula uangnya yang dibelikan saham, dikhawatirkan harga sahamnya anjlok ke titik nadir. Ia juga takut jika sewaktu-waktu ada orang meminta bantuan uang kepadanya, karena itu berarti uangnya bakal berkurang. Dalam keseharian, ia selalu dihantui kecemasan yang sangat kalau-kalau uangnya lenyap seketika. Ia pun akhirnya sakit sehingga tak bisa menikmati uang yang dikumpulkannya.

Ada orang yang berjuang untuk mendapatkan harta benda yang melimpah, di luar uang. Ia mempertegas status sosialnya denganempat rumah besar dan super mewah, masing-masing dengan tiga orang pembantu yang selalu siap merawat rumah itu. Dia juga memilikidelapanmobil mewah. Setiap rumah mewah miliknya ‘dihuni’ oleh dua mobil. Dengan harta-bendanya itu, ia berharap akan mendapatkan kebahagiaan sejati dalam hidup ini. Akan tetapi, apa kenyataannya? Ternyata harta bendanya itu membuatnya khawatir, membuatnya takut kalau-kalau semua miliknya itu lenyap, karena misalnya, rumah mewahnya terbakar dan isinya digasak maling.Begitu juga, mobilnya dikhawatirkan tabrakan atau dicuri ketika diparkir di suatu tempat. Kecemasan itu, membuatnya menjadi sengsara. Alih-alih kebahagiaan yang didapat, ia selalu dihantui ketakutan kehilangan harta benda, suatu bentuk kemelekatan duniawi.

Lalu, ada orang yang bermimpi mendapatkan kebahagiaan jika sudah mendapatkan istri idaman, istri berparas ayu sebagai pendamping hidup. Dari istrinya itu, ia berharap akan dikaruniai anak-anak yang sehat, cerdas, saleh, dan predikat mulia lainnya. Oleh karena itu, ia bertekad bulat mempersunting gadis ayu idaman hatinya itu. Kebahagaian sudah di depan mata. Akan tetapi, apakah yang didapat? Ternyata istri cantik tak membuatnya merasa tenteram, melainkan selalu khawatir kalau-kalau sang istri dilirik pria lain dan selingkuh. Ketakutannya itu membuat dia selalu saja curiga, selalu saja dibakar api cemburu dan memasang muka masam. Apa yang terjadi kemudian? Ternyata, apa yang dikhawatirkannya, apa yang dipikirkannya terus-menerus, menjadi kenyataan. Benar, istrinya tidak setia, dan mereka pun memutuskan cerai tak lama setelah pernikahan berlangsung.

Ilustrasi di atas menunjukkan betapa banyaknya usaha yang dilakukan manusia untuk memperoleh yang satu ini: kebahagiaan. Tetapi, hanya sebagian kecil yang berhasil mendapatkannya, sebagian lagi -- yang jumlahnya jauh lebih banyak -- gagal. Mereka mencari kebahagiaan dengan segala cara, ke mana-mana, di mana-mana, tapi tak kunjung menemukannya. Sebetulnya, di manakah letak kebahagiaan itu?

Inilah salah satu jawabannya, dipetik dari nasihat Dalai Lama, pemimpin spiritual Tibet, sebagaimana ditulis oleh Dr. Cutler: “Selama Anda tidak pernah menjalani disiplin batin yang bisa mendatangkan kedamaian pikiran, tidak peduli kelimpahan materi atau kondisi yang Anda alami, semua itu tidak akan pernah memberi Anda rasa sukacita dan bahagia yang Anda dambakan. Sebaliknya, apabila Anda memiliki batin yang terpuaskan, pikiran yang tenteram, dan kemantapan sampai batas tertentu, bahkan jika Anda memiliki bermacam-macam kelengkapan lain yang biasanya Anda jadikan prasyarat untuk kebahagiaan, Anda masih mungkin menjalani hidup yang bahagia dan menyenangkan,”

Dikatakan, bahwa makin tinggi tingkat ketenangan batin kita, makin besar kedamaian yang kita rasakan, makin besar kemampuan kita menikmati hidup bahagia dan menyenangkan.

Semoga bermanfaat.

( I Ketut Suweca , 4 Oktober 2011).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun