Misalnya, dalam satu areal, ada perpustakaan, ada pendidikan PAUD, ada aktivitas karang taruna, ada latihan berkesenian. Ada pula pelatihan bahasa Inggris dan pelatihan keterampilan lainnya.
Jadi, aktivitas yang dilakukan tidak melulu membaca, bahkan juga kegiatan lainnya yang saling menguatkan dan melengkapi.
Dengan demikian, akan kelihatan bahwa perpustakaan inklusi yang mendukung semua aktivitas yang ada demi terciptanya generasi yang cerdas, terampil, dan pandai bergaul.
Kelima, tidak berhenti di tingkat pengetahuan.
Orang membaca pertama-tama untuk meningkatkan pengetahuan. Para siswa dan mahasiswa melakukan hal itu dengn motivasi untuk meningkatkan pengetahuan, baik yang berkaitan dengan tugas sekolah maupun tidak.
Perkembangan perpustakaan tidak melulu mengharapkan hanya capaian tingkat pengetahuan yang semakin bertambah kendati hal ini sangat penting dan strategis bagi kemajuan anak bangsa.
Kini dan nanti perpustakaan diharapkan bisa mendorong upaya pemberdayaan (empowerment) masyarakat pembaca atau pemustaka.
Maksudnya? Begini. Pemustaka tergerak untuk mengimplementasikan apa yang diperolehnya dari bahan bacaan. Bentuk implementasinya bisa bermacam-macam.
Misalnya, siswa dan mahasiswa menjadi aktif menulis. Tidak lagi merasa cukup hanya dengan membaca buku, mereka pun akhirnya tergerak untuk menulis.
Mereka bisa mencoba kemampuan menulisnya di koran dinding bahkan di media yang jangkauannya lebih luas seperti di blog dan koran.
Demikian pula masyarakat umum yang menjadi pemustaka aktif. Mereka bisa menerapkan berbagai keterampilan yang dipelajarinya dari buku-buku itu untuk dipraktikkan.