1. Kisah Sunyi di Balik Kontrak Panjang
Bayangkan bekerja selama satu dekade di perusahaan yang sama --- datang lebih awal, pulang lebih lambat, berkontribusi dalam berbagai fase pertumbuhan bisnis. Namun, saat masa kerja mencapai titik puncak harapan, satu kalimat dari HR mengakhiri semuanya: "Kontrak Anda tidak diperpanjang."
Tak ada surat pemutusan hubungan kerja. Tak ada kompensasi. Tak ada ucapan terima kasih. Yang tersisa hanyalah sunyi dan selembar surat kontrak terakhir.
Fenomena ini bukan kasus tunggal. Di banyak perusahaan, terutama sektor padat karya dan jasa, status kontrak dijadikan perisai untuk menghindari kewajiban hukum --- sekaligus alat diam-diam untuk mengabaikan loyalitas.
2. Di Mana Letak Pelanggarannya?
Praktik perpanjangan kontrak jangka panjang tanpa kejelasan status kerja tetap tidak hanya tidak etis, tetapi melanggar hukum positif Indonesia. Berdasarkan tiga regulasi kunci, yaitu:
a. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 59: Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) hanya boleh untuk pekerjaan yang bersifat sementara atau tidak tetap.
PKWT tidak boleh dilakukan untuk pekerjaan yang bersifat tetap atau terus-menerus.
b. Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja
UU ini menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, menggantikan UU No. 11 Tahun 2020 yang telah dicabut.
Mengatur berbagai aspek ketenagakerjaan, termasuk perjanjian kerja dan pemutusan hubungan kerja.