Mohon tunggu...
Cantika Kusuma Wardhani
Cantika Kusuma Wardhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNIVERSITAS TANJUNGPURA

Hi....

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Transformasi Pasar Tenaga Kerja ASEAN Pasca Pandemi Covid-19

24 Mei 2024   00:44 Diperbarui: 24 Mei 2024   00:46 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Declaration of the Special ASEAN Summit on Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) (Sumber: asean.org)

Pada tanggal 31 Desember 2019, sebuah virus corona baru dilaporkan dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei ke Kantor Perwakilan WHO di Tiongkok (WHO, 2020). Virus ini dengan cepat menjadi krisis kesehatan global, jauh lebih besar daripada virus Corona Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS-CoV) yang terjadi pada tahun 2003 dan Virus Corona Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS-CoV) yang terjadi pada tahun 2012. Pada tanggal 30 Januari 2020, WHO menyatakan: Komite Internasional Taksonomi Virus (ICTV) menggambarkan virus baru ini sebagai Sindrom Virus Corona Akut Parah (SARS-CoV-2) pada tanggal 11 Februari 2020, dan sekarang disebut sebagai "COVID-19" oleh WHO. Infeksi virus corona ini ditetapkan sebagai pandemi global oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020.

Karena kedekatannya dengan Tiongkok dalam hal perjalanan bisnis, pariwisata, dan rantai pasokan, Asia Tenggara adalah salah satu wilayah pertama yang terkena dampak. Kasus pertama COVID-19 di Malaysia dilaporkan pada 25 Januari 2020, sebelum meningkat pada akhir Februari 2020. Kasus aktif di Malaysia menurun dari puncak 2.596 kasus pada awal April menjadi kurang dari 250 kasus pada akhir Juni. Jumlah kasus tertinggi tercatat di Filipina pada akhir September, diikuti oleh Indonesia, Singapura, dan Myanmar. Pandemi kurang serius di Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Brunei.

Pasar tenaga kerja telah dipengaruhi secara signifikan oleh gangguan pada rantai pasokan baik di tingkat regional maupun internasional, larangan perjalanan, dan pembatasan aktivitas yang dilakukan karena pandemi. Akibatnya, banyak pembatasan telah diberlakukan pada operasi bisnis dan tempat kerja. 

Karena banyak orang hidup dari pekerjaan dan bisnis, lockdown dan tindakan pembatasan lainnya telah melambatkan sebagian besar aktivitas ekonomi di ASEAN, yang berdampak pada pekerja di pasar tenaga kerja. Ini mencakup penutupan bisnis sementara sebagai bagian dari perintah karantina yang memaksa orang untuk tinggal di rumah. Karena ASEAN sangat bergantung pada sektor ini, pariwisata dan perjalanan adalah sektor yang paling menguntungkan di ASEAN.

Pada tahun 2018, sektor pariwisata dan perjalanan memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian ASEAN, menyumbang sekitar 12,6% dari total. Namun, dampak pandemi global virus corona telah memberikan pukulan berat terhadap industri pariwisata dan perjalanan di kawasan ASEAN. Pembatasan perjalanan dan pengendalian ketat terhadap perbatasan telah secara efektif menghentikan aliran wisatawan asing ke negara-negara ASEAN. Dampaknya bukan hanya terasa dalam industri penerbangan yang terhenti, tetapi juga berimbas negatif pada industri pariwisata dan perhotelan karena pembatalan tiket pesawat dan reservasi hotel.

Data menunjukkan bahwa negara-negara ASEAN, yang memiliki proporsi pekerja terbesar di sektor pariwisata, menghadapi tantangan besar. Negara-negara ini termasuk yang paling terkena dampaknya, dengan pangsa lapangan kerja di sektor pariwisata masing-masing sebesar 6,7%, 9,0%, dan 6,9%. Angka-angka ini mencerminkan besarnya jumlah pekerja di negara-negara ASEAN yang menggantungkan penghidupannya pada industri pariwisata. Penurunan signifikan dalam aktivitas pariwisata juga berdampak negatif pada sektor-sektor terkait seperti perdagangan, transportasi, serta makanan dan minuman.


Dampak ini juga merambat pada perekonomian lokal dan nasional, menyebabkan hilangnya pendapatan bagi pengusaha dan pekerja di sektor-sektor terkait. Kepentingan sektor pariwisata bagi perekonomian ASEAN menunjukkan perlunya peningkatan upaya pemulihan ekonomi dan dukungan bagi pekerja yang terkena dampak. Kebijakan yang proaktif dan solusi inovatif diperlukan untuk mendukung pemulihan industri pariwisata dan memberikan jaringan pengaman sosial bagi pekerja yang terkena dampak buruk.

Dampak pandemi COVID-19 terhadap pasar tenaga kerja di Asia Tenggara jelas tercermin dalam proyeksi dampaknya terhadap pertumbuhan domestik bruto (PDB) di kawasan ini. Misalnya, Vietnam, yang mencatat tingkat pertumbuhan PDB sebesar 7,0% pada tahun 2019, mengalami perlambatan yang signifikan pada tahun 2020, yaitu hanya mencapai 2,7%. Situasi serupa akan terjadi di negara-negara ASEAN +3 seperti Brunei, Kamboja, Indonesia, Myanmar, Laos, dan Malaysia, di mana pertumbuhan ekonomi diperkirakan juga akan melambat. Kamboja dan Thailand, yang memiliki ikatan kuat di sektor pariwisata dan perdagangan jasa, merupakan pihak yang paling terkena dampaknya. 

Thailand sangat bergantung pada pariwisata internasional dan diperkirakan akan mengalami penurunan ekonomi yang signifikan dibandingkan negara lain di kawasan ini. Tingkat pengangguran di Thailand meningkat drastis, mencapai 1,8% pada bulan lalu, dibandingkan dengan angka yang relatif rendah yaitu 1% pada Agustus 2019. 

Menurut data Malaysia, tingkat pengangguran pada kuartal pertama tahun 2020 naik menjadi 42% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal ini menunjukkan bahwa pandemi ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap pasar tenaga kerja di negara ini, dengan sektor-sektor tertentu seperti pariwisata dan manufaktur yang terkena dampak paling parah.

Secara keseluruhan, meningkatnya angka pengangguran dan pelemahan ekonomi di negara-negara Asia Tenggara sebagai akibat langsung dari pandemi COVID-19 menyoroti tantangan besar yang harus dihadapi kawasan ini dalam memulihkan pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki kondisi pasar tenaga kerja. Upaya lockdown untuk menghentikan penyebaran pandemi ini telah mengakibatkan pembatasan operasional bisnis, pengurangan sementara jam dan hari kerja, serta pergantian karyawan, yang berdampak pada pekerja dari segala usia di wilayah tersebut. Situasi ini dapat menjelaskan mengapa jumlah wirausaha cenderung meningkat selama krisis, karena wirausaha telah menjadi pilihan utama bagi banyak pengangguran untuk bertahan hidup secara finansial dan mendapatkan penghasilan. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan signifikan dalam jumlah setengah pengangguran, namun mekanisme penanggulangannya mungkin dibatasi oleh pembatasan mobilitas individu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun