Pendidikan adalah proses fundamental dalam kehidupan manusia. Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, menegaskan bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Dengan kata lain, pendidikan bukan sekadar proses transfer pengetahuan, melainkan suatu usaha untuk memanusiakan manusia---menjadikan peserta didik sebagai pribadi utuh yang berilmu, berkarakter, dan berkeadaban.Dalam sejarah pemikiran pendidikan, gagasan ini juga diperkuat oleh Paulo Freire, seorang filsuf pendidikan dari Brasil. Freire mengkritik sistem pendidikan yang hanya menjadikan siswa sebagai objek pasif untuk diisi pengetahuan (banking system of education). Ia menekankan pentingnya pendidikan yang membebaskan, dialogis, dan berorientasi pada pengembangan kesadaran kritis. Kedua tokoh ini menegaskan bahwa pendidikan sejati adalah pendidikan yang menumbuhkan kemanusiaan.
Hakikat Pendidikan untuk Memanusiakan Manusia
Konsep memanusiakan manusia berarti mengakui bahwa setiap anak memiliki potensi, martabat, dan hak untuk berkembang secara optimal. Pendidikan seharusnya tidak mengekang, melainkan memberi ruang bagi anak-anak untuk mengembangkan cipta, rasa, dan karsa mereka.
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan tidak boleh memisahkan aspek intelektual dari aspek moral dan sosial. Anak tidak cukup hanya cerdas, tetapi juga harus memiliki karakter dan budi pekerti yang baik. Sementara itu, Freire menegaskan bahwa pendidikan harus mendorong peserta didik untuk berpikir kritis, memahami realitas sosial, dan berani melakukan perubahan.
Dengan demikian, memanusiakan manusia melalui pendidikan berarti menghadirkan pembelajaran yang holistik: mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang.
Konteks Lokal: Pendidikan di SD Anugerah Abadi 1 Bengalon
Sebagai guru di SD Anugerah Abadi 1 Bengalon, Kalimantan Timur---sekolah yang berada di bawah naungan perusahaan kelapa sawit---saya menyaksikan bagaimana pendidikan menghadapi tantangan sekaligus peluang. Letak geografis yang jauh dari pusat kota, keterbatasan akses sumber belajar modern, serta kondisi sosial masyarakat pedesaan menjadi realitas yang harus dihadapi.
Namun, keterbatasan ini tidak boleh menjadi alasan untuk menghadirkan pendidikan yang seadanya. Justru di sinilah pentingnya kreativitas guru untuk memanfaatkan sumber daya lokal, membangun kerja sama dengan orang tua, serta menjalin sinergi dengan pihak perusahaan sebagai penopang pendidikan. Pendidikan yang memanusiakan manusia menuntut kepekaan terhadap konteks lokal tanpa kehilangan visi global.
Misalnya, pembelajaran tentang lingkungan tidak hanya dilakukan melalui buku, tetapi juga dengan mengajak siswa mengamati langsung kebun, hutan, atau sungai di sekitar mereka. Anak-anak belajar mencintai alam bukan hanya melalui teori, tetapi melalui pengalaman nyata. Hal ini sejalan dengan prinsip pendidikan kontekstual yang menghubungkan pengetahuan dengan kehidupan sehari-hari.
Peran Guru sebagai Teladan dan Fasilitator
Dalam pendidikan yang memanusiakan manusia, guru memiliki peran yang sangat strategis. Guru bukan hanya sebagai pengajar (teacher), melainkan juga sebagai pendidik (educator) dan pembimbing (mentor).