Mohon tunggu...
Eben Eser
Eben Eser Mohon Tunggu... Mahasiswa

Orang-Orang Biasa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Dampak Tersembunyi Merger GoTo-Grab

4 Februari 2025   23:55 Diperbarui: 5 Februari 2025   13:47 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Grab & Goto / The Independet Singapore

GoTo (gabungan Gojek dan Tokopedia) dan Grab, dua raksasa teknologi Asia Tenggara, kini sedang mempertimbangkan merger yang berpotensi menciptakan super-app dominan di sektor ride-hailing, e-commerce, dan fintech. 

Meskipun kolaborasi ini dapat memberikan keuntungan dalam hal efisiensi dan perluasan layanan, risiko besar juga mengintai, termasuk potensi pengurangan persaingan yang dapat memicu intervensi regulator. 

Merger ini menimbulkan pertanyaan: apakah ini langkah strategis yang menguntungkan atau justru bencana monopoli?

Dalam konteks dominasi pasar, GoTo memiliki kekuatan yang signifikan di Indonesia, sementara Grab lebih mendominasi di negara-negara seperti Malaysia, Filipina, dan Singapura. 

Jika merger terjadi, kedua perusahaan dapat saling melengkapi untuk mengisi celah pasar. Misalnya, integrasi layanan GoPay ke dalam ekosistem Grab bisa memperluas akses pembayaran digital.

Namun, dominasi gabungan ini berpotensi menekan pesaing lokal dan menciptakan situasi di mana satu aplikasi menguasai sebagian besar layanan transportasi, e-commerce, dan pembayaran digital di kawasan tersebut.

Sinergi bisnis sering kali menjadi alasan utama merger. GoTo memiliki ekosistem e-commerce yang kuat, sedangkan Grab unggul dalam layanan on-demand dan fintech. 

Gabungan ini bisa menciptakan efisiensi operasional dengan mengurangi duplikasi sumber daya. Namun, baik GoTo maupun Grab belum mencapai profitabilitas dan masih bergantung pada suntikan dana investor. 

Merger mungkin hanya menjadi strategi untuk memperlambat cash burn sambil menarik minat investor baru dengan janji skala bisnis yang lebih besar.

Tantangan regulasi juga menjadi faktor penting dalam potensi merger ini. Pemerintah Indonesia memiliki sejarah ketat dalam mengawasi merger asing, dan jika GoTo-Grab bersatu, otoritas anti-monopoli di berbagai negara pasti akan menyoroti dominasi pasar mereka.

Isu nasionalisme dan kedaulatan data juga dapat menjadi hambatan dalam proses persetujuan merger ini. Ada kemungkinan bahwa merger harus disertai dengan pelepasan beberapa lini bisnis atau pembagian saham kepada pemerintah untuk mendapatkan izin.

Dari sudut pandang konsumen dan mitra UMKM, dampak merger bisa beragam. Sementara konsumen mungkin menikmati promosi awal pasca-merger, dalam jangka panjang harga layanan bisa meningkat seiring berkurangnya persaingan. 

Di sisi lain, integrasi layanan dapat meningkatkan kenyamanan pengguna. Namun, risiko hilangnya kedaulatan data pribadi menjadi perhatian serius ketika satu super-app mengontrol berbagai aspek kehidupan digital kita. 

Kesimpulannya, merger GoTo dan Grab adalah langkah yang penuh risiko jika tidak dikelola dengan hati-hati oleh pemerintah dan masyarakat sipil, kita mungkin terjebak dalam monopoli yang merugikan daya saing jangka panjang di ekosistem digital Asia Tenggara.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun