4. Kualitas Udara dan Isu Deforestasi
Selain banjir dan pencemaran air, Samarinda juga menghadapi masalah kualitas udara. Pembakaran lahan, aktivitas transportasi, serta operasi industri memberikan kontribusi terhadap tingginya emisi karbon. Ditambah lagi, alih fungsi hutan menjadi lahan tambang dan pemukiman mempercepat laju deforestasi. Padahal, keberadaan hutan di sekitar Samarinda sangat penting sebagai penyangga ekologis, penyerap karbon, serta pengatur siklus hidrologi.
Jika laju deforestasi terus berlangsung, maka risiko bencana ekologis seperti tanah longsor, kekeringan, dan banjir bandang semakin meningkat. Hal ini tentu bertentangan dengan visi pembangunan berkelanjutan yang seharusnya menjadi prioritas utama dalam pengelolaan kota.
 5. Upaya Penanggulangan dan Harapan ke Depan
Pemerintah Kota Samarinda sebenarnya telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi persoalan lingkungan. Program normalisasi Sungai Karang Mumus, pembangunan sistem drainase, serta kerja sama dengan komunitas lokal dalam pengelolaan sampah merupakan langkah yang patut diapresiasi. Namun, langkah-langkah tersebut masih bersifat parsial dan belum mampu menjawab akar permasalahan.
Diperlukan kebijakan yang lebih tegas terkait pengelolaan lahan, pengawasan aktivitas pertambangan, serta peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga lingkungan. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil menjadi kunci utama dalam membangun Samarinda yang berketahanan ekologis.
Selain itu, momentum pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur seharusnya dapat menjadi dorongan untuk memperbaiki tata kelola lingkungan. Samarinda, sebagai kota penyangga IKN, harus memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan selaras dengan prinsip keberlanjutan.
Isu lingkungan di Samarinda mencerminkan dilema klasik antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan ekologis. Jika tidak segera ditangani dengan serius, maka risiko kerusakan lingkungan akan semakin besar dan pada akhirnya menghambat kualitas hidup masyarakat. Samarinda memerlukan komitmen nyata dari semua pihak untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan. Hanya dengan cara itu, kota ini dapat tumbuh sebagai pusat ekonomi sekaligus kota yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Â
 Badan Pusat Statistik Kota Samarinda. (2023). Statistik Daerah Kota Samarinda 2023. BPS Kota Samarinda.
 Hidayat, R., & Mulyani, S. (2021). Dampak aktivitas pertambangan terhadap lingkungan hidup di Kalimantan Timur. Jurnal Pembangunan dan Lingkungan, 9(2), 87–95.
 Junaidi, A. (2020). Analisis penyebab banjir di Kota Samarinda. Jurnal Geografi Lingkungan, 5(1), 15–24.