Mohon tunggu...
Farizky Aryapradana
Farizky Aryapradana Mohon Tunggu... Freelancer - D.Y.N.A.M.I.N.D

Just follow the flow of my mind.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Bukan "Dinasti Politik" Biasa

10 Agustus 2020   18:23 Diperbarui: 11 Agustus 2020   19:26 4020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan pemimpin oposisi Malaysia Anwar Ibrahim mengacungkan ibu jari ke arah para pendukungnya saat meninggalkan RS Cheras, Kuala Lumpur, Rabu (16/5/2018). (AFP/MOHD RASFAN)

Praktik dinasti politik banyak terjadi di kebanyakan negara di dunia. Umumnya, perilaku tersebut banyak mendapatkan kritikan hingga tentangan yang cukup keras dari banyak pihak. 

Dinasti politik hanya dianggap sebagai ajang bagi-bagi kekuasaan kepada sanak keluarga, tanpa mengira faktor kompetensi dan rekam jejak dari aktor-aktor yang terlibat.  

Praktik ini biasanya dilakukan untuk melanggengkan keuntungan pribadi belaka, atau untuk menutupi jejak - jejak dosa yang dilakukan oleh salah satu anggota keluarga saat berkuasa.

Tetapi maaf, hal tersebut tidak berlaku kepada "dinasti politik" Anwar Ibrahim dan keluarganya.

Muncul sebagai salah satu "rising star" politik Malaysia pada tahun 90an, membuat Anwar hanya tinggal selangkah lagi mendapatkan kursi Perdana Menteri Malaysia. Pada saat itu dia menjabat posisi Wakil Perdana Menteri Malaysia, mendampingi Perdana Menteri Mahathir Mohamad. 

Hanya saja, tiba-tiba keadaan berbalik 180 derajat. Terjadi konflik besar diantara pemimpin dengan wakilnya yang berefek cukup besar. Anwar dipecat dari jabatan Wakil Perdana Menteri sekaligus posisi Wakil Presiden Partai UMNO, partai berkuasa saat itu. 

Kemudian yang lebih parah, Anwar harus menjalani hidup di balik jeruji besi dengan tuduhan sodomi dan korupsi. Tuduhan yang dianggap banyak pihak sarat dengan motif politik.

Keadaan itu juga mengubah drastis kehidupan seorang Wan Azizah Wan Ismail, istri dari Anwar. Seorang dokter mata lulusan Irlandia tersebut tiba-tiba harus menjemput sebuah takdir baru di hidupnya, yaitu: melanjutkan perjuangan suaminya yang mendekam di penjara. 

"Kak Wan" panggilan akrabnya, tampil kemudian di hadapan publik untuk memperjuangkan suaminya dengan lantang. Dia juga bolak-balik ke mahkamah untuk mengajukan pembelaan-pembelaan terhadap suaminya yang dianggap menjadi korban arogansi penguasa. 

Bahkan, Kak Wan juga banyak membangun jaringan dengan pihak-pihak internasional yang peduli dengan nasib suaminya dan situasi politik di Malaysia pada umumnya. Hingga akhirnya, dia memutuskan untuk mendirikan satu partai oposisi baru di Malaysia yang dinamakan Partai Keadilan Rakyat (PKR).

Menariknya, Kak Wan tidak sendirian dalam menjalankan perjuangannya. Dia terus didampingi oleh sesosok wanita berkerudung yang usianya masih sangat belia. Dia adalah Nurul Izzah Anwar, putri kandung hasil perkawinan Anwar dan Azizah yang belum genap berusia 20 tahun. Izzah, "dipaksa" untuk dewasa sebelum waktunya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun