Â
Pendahuluan
Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan sistem pembangunan berkelanjutan  yang dicanangkan oleh negara anggota PBB sebagai upaya meningkatkan kualitas seluruh orang di dunia pada setiap generasi tanpa mengeksploitasi sumber daya alam yang ada tanpa melebih kapasitas di bumi. Terdapat 17 tujuan kesejahteraan masyarakat yang ingin dicapai pada tahun 2030 melalui SDGs, salah satunya yaitu mencapai pendidikan berkualitas.
Taraf pendidikan berkualitas yang ingin dicapai juga meliputi pelaksanaan pendidikan inklusif. Menurut Hildegun Olsen, dengan adanya pendidikan inklusi sekolah harus menyediakan wadah  bagi semua anak tanpa adanya diskriminasi baik dari kondisi fisik, sosial emosional, intelektual, dan kondisi lainnya. Hal ini memberikan kesempatan bagi anak-anak penyandang cacat fisik, sosial , maupun ekonomi untuk dapat memperoleh kualitas pendidikan yang setara di sekolah reguler.Â
Pada pelaksanaannya, pendidikan inklusif diharapkan dapat membuat anak belajar secara mandiri dengan menerapkan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari serta anak mampu belajar untuk menerima dan berinteraksi aktif dengan teman-teman sesamanya tanpa memandang adanya perbedaan. Namun apakah pelaksaan pendidikan inklusif pada era sekarang ini sudah merata?
 Isi
Dilansir dari data Kemendikbud pada tahun 2017 dari 1,6 juta anak berkebutuhan khusus yang ada di Indonesia hanya 18 persen yang sudah mendapatkan kesempatan untuk bersekolah di sekolah reguler. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar anak berkebutuhan khusus belum mendapatkan layanan pendidikan inklusif.Â
Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan sekolah inklusi diantara lain adalah kurangnya tenaga pendidik yang berlatar belakang pendidikan kebutuhan khusus pada sekolah reguler sehinga kurangnya assesmen atau informasi mengenai hambatan dan kebutuhan yang harus dipenuhi bagi  anak berkebutuhan khusus.Â
Selain itu diperlukan juga sistem kurikulum yang harus menyesuaikan kebutuhan anak, seperti pembawaan materi dan fokus pembelajaran yang akan diberikan. Dari kendala yang sudah disebutkan, berdampak pada adanya beberapa kasus penolakan anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler karena sekolah dan tenaga pedidik merasa belum mampu untuk menjalankannya.
Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan inklusif harus dipersiapkan secara matang dan melibatkan banyak aspek. Salah satunya adalah dengan memastikan bahwa seluruh sekolah reguler bersedia menerima anak berkebutuhan khusus dan memastikan bahwa sarana prasana, tenaga pendidik dan kurikulum yang diajarkan memadai untuk pelaksanaan pendidikan inklusif.Â
Tidak hanya bagi siswa, sekolah inklusif juga bertujuan untuk menciptakan tenaga pendidik yang dapat menciptakan metode-metode baru dalam pembelajaran serta menciptakan kepedulian setiap tenaga pendidik akan pentingnya pendidikan yang setara bagi anak berkebutuha khusus. Generasi muda yang sadar akan peran pendidikan inklusif dalam upaya pelaksanaan SDGs harus lebih menggalakkan keterikatan pera antara siswa dan guru dalam sekolah inklusif karena kedua hal ini merupakan kunci pelaksanaan pendidikan inklusif.