Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Manunggaling Kawula lan Gusti

16 Agustus 2022   07:20 Diperbarui: 16 Agustus 2022   07:52 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Mengalir begitu saja saya menulis dalam catatan harian kali ini. Bukan karena apa. Hanya karena di kala menyambut fajar tiba, Agustus di hari keenam belas, Dua Ribu Dua Puluh Dua, rasa ngantuk belum hinggap jua pada diri ini, sejak memasuki malam, maghrib, yang dalam penanggalan masih menunjukkan, 15.08.2022. 

Mulai dari membaca apa saja yang bisa dibaca, lalu menulis apa saja yang bisa kutulis, menuangkan esensi yang kuperoleh saripati apa yang telah kubaca dan kupahami dari setiap referensi yang ada, multidimensional dan universal.

Menginjak fajar tiba, tersembul istilah yang pernah melintas dibenakku, terngiang dan bergayut di alam pikiranku, yakni terhadap rangkaian kata kosa kata bahasa Jawa, 'Manunggaling Kawula lan Gusti'. 

Secara simpel nan sederhana, sah-sah saja bila rangkaian kata dalam bahasa Jawa dimaksud dimaknai sebagai 'Bersatunya jasad manusia dengan jasad Tuhannya', yang boleh jadi dengan harapan akan terjadi harmonisasi antara manusia pada umumnya dalam berhubungan dengan Tuhannya di segenap kehidupannya. 

Mungkin saja begitu harapan manusia seumumnya, agar mendapatkan berkah, restu, karunia, keselamatan, dan terhindar dari celaka dalam menjalani hidup. 

Sebab selalu ingat dan waspada akan petunjuk dari Tuhan Semesta Alam. Entah melalui hasil pengamatan dan perenungan terhadap isyarat dari fenomena alam, atau pada kejadian-kejadian yang menimpa manusia seumumnya yang bisa dijadikan sebagai refleksi atau 'kaca benggala'.

Bagi saya pribadi, baik sebagai mahluk individu maupun sosial, memaknai rangkaian kata 'Manunggaling Kawula lan Gusti', lebih cenderung kepada sudut pandang sosial budaya daripada an sich dalam pengertian fisik materi pasti alam. 

Sebab, mungkinkah jasad manusia sebagai mahluk bisa menjadi satu atau menyatu dengan jasad Tuhan yang menciptakannya? Sebuah tanya yang harus dijawab secara detil dan gamblang agar tak terjadi mispersepsi atau kelirumologi pemahaman dan pengertian. 

Itu saja sebenarnya, common sense saja, menurut akal sehat, akal budi, nalar wajar, atau nalar seumumnya tentang penilaian yang masuk akal dan praktis tentang masalah sehari-hari, juga kemampuan dasar untuk memahami dan menilai dengan cara yang umum dimiliki oleh hampir semua orang.  Begitulah, simpel dan seumumnya ... 

Sehingga, bagi saya, Manunggaling Kawula lan Gusti, adalah padunya maunya manusia dengan maunya Tuhan Semesta Alam melalui ajaran-Nya, yang nampak di seluruh aspek hidup manusia, dari pikiran, ucapan dan perbuatan sebagai pandangan dan sikap hidup manusia dalam menjalani hidup, dan bermuara pada harmonisasi kehidupan.

Harmonisasi kehidupan antara manusia dengan alam semesta, dan harmonisasi manusia dengan Tuhannya di realitas yang nyata, bukan semu, samar-samar, atau fatamorgana.

Oleh karenanya, terhadap kosa kata 'Gusti', mengingatkan saya pada sebuah kerata basa yang arti dangkalnya adalah bahasa yang rata, yakni mengutak-atik dua kata kata atau lebih kemudian digabungkan dengan cara singkat. 

Misalnya, kata 'Anak', diartikan sebagai karep apa-apa kudu ana lan kepenak (ingin apa-apa harus ada dan enak). Makanya banyak orang tua yang memanjakan anak, namanya juga anak ..? Sehingga Gusti dalam konteks ini, dimaknai sebagai baguse ati. 

Dalam artian, bahwa masyarakat bawah atau kawula alit memandang para elit adalah sosok yang baik dan merupakan pemilik legitimasi langit dan bumi (makrokosmos dan mikrokosmos). 

Nanun, bila dipadukan dengan Tuhan, Allah menjadi Gusti Allah, maka bisa dipahami bahwa Allah adalah Zat yang baik hati, welas asih terhadap seluruh mahluk-Nya, tanpa kecuali dan universal.

Sampai di sini mengalirnya tulisan saya sebagai catatan harian menyambut fajar menyingsing pada Agustus di hari keenam belas, Dua Ribu Dua Puluh Dua. Sekian dan terima kasih.

Salam Satu Bangsa Indonesia_Nusantara, Salam Seimbang ... 

Kota Malang, Agustus di hari keenam belas, Dua Ribu Dua Puluh Dua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun