Mohon tunggu...
Dyah Rizka A Kika
Dyah Rizka A Kika Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Lahir di Bandung, pada tanggal 20 Oktober 2000. Saat ini seorang Mahasiswa di Univ. Katolik Parahyangan (UNPAR) Bandung yang sedang menempuh S1 pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Jurusan Ilmu Administrasi Publik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pro Kontra Kebijakan HAM di Indonesia: Apakah Telah Melindungi Kaum Perempuan dengan Baik?

30 Juni 2020   18:08 Diperbarui: 30 Juni 2020   18:56 3070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hak Asasi Manusia adalah sebuah hak dasar yang melekat pada individu sejak lahir dan secara kodrat diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat dirampas dan wajib dihormati, dilindungi oleh negara, hukum. 

Maka,  pemerintah harus menyatakan (Komnas Perempuan) sebagai "lembaga negara yang independen" untuk penegakan hak asasi manusia perempuan Indonesia, dengan memperkuat landasan hukumnya dengan sebuah undang-undang khusus.

Kegelisahan sejumlah orang terkait HAM yang dirampas atau menganggap adanya ketidakadilan di Indonesia ternyata cukup mengkhawatirkan, karena menurut data Komnas HAM RI telah menerima sejumlah 525 kasus dugaan pelanggaran HAM dalam tahun 2019. Dan, sebagian besar kasus itu dilaporkan oleh para perempuan. 

Ketidakadilan yang dialami kaum perempuan masih merupakan fenomena yang tidak menonjol. Hal ini mendorong mereka untuk mewujudkan serangkaian hak-hak perempuan sebagai pelindung dari berbagai bentuk kekerasan, diskriminasi, dan degradasi yang tidak kelihatan. 

Dengan menyuarakan aspirasi mereka tentang HAM, pada dasarnya kaum perempuan membawa garis terdepan nilai nilai dan tuntutan akan keadilan demi kelangsungan hidup manusia keseluruhan.

 Sehingga, muculah istilah kesetaraan gender, merupakan tujuan yang dicapai setelah keadilan ditegakkan (kesamaan dan keseimbangan kondisi antara Perempuan dan Laki-Laki). Mengapa keadilan untuk kaum perempuan di Indonesia saat ini perlu ditanyakan? 

Tentu bukan karena sembarang cerita, tetapi karena banyaknya kasus-kasus HAM maupun kejahatan lainnya yang korbannya perempuan, walaupun memang benar perempuan di dunia ini populasinya lebih banyak, tetapi nyatanya dari zaman dahulu atau zaman penjajahan  budaya patriarki telah merebak luas, patriarki sendiri berarti otoritas laki-laki yang berada diatas perempuan. 

Maka, timbul budaya yang sangat menindas terhadap perempuan saat itu, patriarki muncul ketika era penjajahan oleh kolonial Belanda. Disitu dapat kita simpulkan bahwa perempuan menjadi makhluk yang berada di taraf sosial paling bawah. Perempuan menjadi objek penindasan yang paling menyiksa dari lahir sampai batin.

Bagaimana tidak menjadi objek utama jika saat itu banyak perempuan-perempuan pribumi menjadi selir bahkan sebagai objek pemuas nafsu para penjajah. Bahkan jika laki-laki diperbolehkan untuk meneruskan pendidikan sedangkan perempuan tidak boleh karena persepsi saat itu perempuan pasti ujung-ujungnya akan Dapur, Sumur, Kasur.[1]

Dan, ternyata sampai sekarang pun walaupun sudah merdeka dan hidup berdampingan dengan globalisasi. Nyatanya, budaya patriarki masih kerap terjadi disejumlah daerah di Indonesia. 

 Kenapa hal itu bisa terjadi? Ternyata, sejak masa berburu dan meramu, praktik patriarkis sudah secara tidak langsung terjadi. Di masa itulah, kaum laki-laki bekerja di luar huniannya. Mereka berburu dan mencari makanan. Memasuki masa bercocok tanam, ada alternatif pekerjaan baru yaitu menanam tumbuhan pangan. 

Sementara perempuan berkarya di zona yang lebih 'lembut'. Mereka akan merawat anak, memasak hasil buruan, atau mengumpulkan bahan makanan yang ada di sekitarnya seperti buah-buahan.Karena hal itu, perempuan dianggap lemah dan hanya bisa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan halus. "Anak perempuan tidak boleh bangun siang", adalah sekian hal yang selalu saya dengarkan dari orangtua. Semua lantaran saya adalah anak perempuan.

Oke, memang idealnya semua orang jangan sampai bangun siang dan melewatkan rezekinya. Tapi dengan konteks yang sedemikian rupa, bukankah seakan-akan hanya cowok yang wajar bangun siang? 

Setelah berkembanganya patriarki dari zaman dahulu, ternyata itu dianggap dan berkembang sampai sekarang sehingga orang-orang yang sudah tua menganggap bahwa pandangan atau tindakan itu benar dan menjadi kebiasaan yang seringkali dilakukan. 

Satu lagi, contoh yang sering terjadi, sebagian daerah di Indonesia memang masih memegang kuat aturan adat yang menjadikan posisi laki-laki lebih tinggi. Pun ada pandangan dalam agama yang memposisikan pria sebagai pemimpin, sehingga wanita tak patut berpendapat. 

Tidak apa-apa jika mengikuti adat namun dengan adanya globalisasi seharusnya tetap bisa menghargai pandangan orang lain dan tidak memaksakan adatnya ke semua orang.

 Mayoritas perempuan Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual dan fisik. Menurut data yang dirilis pemerintah--dibantu United Nations Population Fund (UNFPA) pada Maret 2017, sepertiga populasi perempuan Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual dan fisik. 

Komnas Perempuan dalam Catatan tahunannya mencatat bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat 14% pada tahun 2018 dengan jumlah pengaduan sebanyak 406.178 kasus.[2]  

Dalam kurun waktu 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792% (hampir 800%) artinya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selama 12 tahun meningkat hampir 8 kali lipat. 

Diagram di atas masih merupakan fenomena gunung es, yang dapat diartikan bahwa dalam situasi yang sebenarnya, kondisi perempuan Indonesia jauh mengalami kehidupan yang tidak aman[3] 

Dalam data pengaduan yang langsung ke Komnas Perempuan, tercatat kenaikan yang cukup signifikan yakni pengaduan kasus cyber crime 281 kasus (2018 tercatat 97 kasus) atau naik sebanyak 300%. Kasus siber terbanyak berbentuk ancaman dan intimidasi penyebaran foto dan video porno korban; Di dalam CATAHU 2019, terdapat 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2018 (naik dari tahun sebelumnya sebanyak 348.466). 

Kasus kekerasan terhadap perempuan ini terdiri dari 13.568 kasus yang ditangani oleh 209 lembaga mitra pengada layanan yang tersebar di 34 Provinsi, serta sebanyak 392.610 kasus bersumber pada data kasus/perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama.[4]

 Lingkungan akademik, guru dan dosen mempunyai kedudukan yang sangat luhur dan cenderung menjadi panutan bagi murid maupun mahasiswanya. Segala tingkah laku pengajar, akan diikuti oleh murid-muridnya. 

Maka ketika ada seorang guru maupun dosen melakukan pelecehan seksual di lingkungan akademik, secara tidak langsung sedang mengajarkan praktik pelecehan seksual terhadap murid maupun mahasiswanya.

 Mengapa mereka sebagai korban tidak mau berbicara jujur? Pertama, mereka malu, tentu saja itu adalah aib. Kedua, tidak semua orang mau mengerti posisi mereka, bahkan terkadang banyak yang sesama perempuan pun ikut menyalahkan mereka, padahal baik lelaki maupun prempuan ataupun gender lainnya tetap harus mengutamakan keadaan dan hal itu mungkin traumatis untuk mereka.  

Dalam kasus di lingkungan perguruan tinggi, tak semua korban punya kuasa mengumpulkan tekad untuk melaporkan ke pihak kampus, ke polisi, ke lembaga mitra Komnas Perempuan, atau ke lembaga pendampingan korban kekerasan seksual. Ketiga, mereka takut menerima stigma negative dari para masyarakat, padahl itu kan bukan salah mereka.

Ternyata masyarakat kita masih kental akan menyalahkan dan menghina mereka para korban. Sikap korban yang enggan melaporkan kasusnya dapat dimaklumi. Hampir 80% korban kekerasan seksual tidak melaporkan kasusnya ke kepolisian. 

Sebanyak 20% dari mereka khawatir akan menerima cap negatif dari masyarakat, 13% merasa polisi tidak akan membantu mereka, dan 8% menganggap perkosaan yang mereka alami tidak cukup penting untuk dilaporkan. Sementara itu, dari laporan yang masuk ke polisi, hanya 2% pelaku yang berakhir dipenjara.[5] 

Hal itu berarti,  kebijakan HAM dan UU mengenai kekerasan/pelecehan seksual terhadap perempuan belum ada, perlindungan berbentuk hokum belum mencukupi dan menjaga perempuan di Indonesia. Seharusnya, pemerintah segera membentuk perlindungan hokum tersebut,  Tahun lalu, pemerintah membuat Rancangan Undang-Undang mengenai Penghapusan Kekerasan Seksual, namun menuai banyak protes dan penolakan sehingga RUU PKS ini tidak bisa disahkan, karena dianggap melegalkan seks bebas. 

Padahal, tanpa RUU PKS ini pun seks bebas memang sudah merajalela bukan? Buktinya, masih banyak kasus pelecehan dan kekerasan seksual dikarenakan lelaki tidak bisa menjaga nafsunya, dan tidak adanya pemahaman mengenai edukasi seks. Jadi, seharusnya daripada menolak, lebih baik memberikan edukasi seks, moral, etika serta menghargai antar sesama  dan cara untuk menahan nafsunya dengan benar. 

 Salah satu contoh mengapa gerakan feminism atau gerakan perempuan yang memperjuangkan emansipasi atau persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria tanpa adanya diskriminasi. 

Adalah dalam hal pekerjaan misalnya, masih banyak kesenjangan yang terjadi antara perempuan dan laki-laki dalam dunia kerja, salah satunya diskriminasi gaji.  Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut salah satunya, yakni perbedaan jumlah pengeluaran per kapita.

Bila laki-laki menghabiskan Rp 15,15 juta per tahun, perempuan hanya berada di angka Rp9 juta/ Berdasarkan uraian di atas, penulis berharap semoga pemerintah bisa lebih memperhatikan perempuan Indonesia, dengan memajukan serta meningkatkan pelayanan komnas perempuan dan membuat UU yang membantu perempuan agar lebih bebas dari diskriminasi. Walaupun, tidak menutup kemungkinan bahwa perempuan sekarang sudah jauh lebih kuat.          

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun