Mohon tunggu...
Djono W. Oesman
Djono W. Oesman Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pemerhati masalah sosial

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Romo Magnis: Siap, Laksanakan

27 Desember 2022   15:21 Diperbarui: 27 Desember 2022   16:10 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti, Harian DISWAY

Senin, 20 Oktober 2014 malam di Chicago, AS. Remaja pria kulit hitam, Laquan McDonald ditembak mati polisi. Penyebab, tidak disebutkan.

Saat kejadian di sekitar TKP banyak orang dan ada sembilan polisi. Ada kemungkinan di antara warga yang bukan polisi, melihat langsung kejadian tersebut.

Tapi, polisi saat itu juga membubarkan massa. Menyuruh massa pulang. Tidak satu pun yang dimintai keterangan sebagai saksi. Lalu, dari sembilan polisi di TKP, hanya tiga polisi kulit putih (soal warna kulit, penting) yang jadi saksi. Yakni: David March, Joseph Walsh dan Thomas Gaffney.

Tiga polisi ini memberikan keterangan berbelit-belit di persidangan. Intinya menyatakan, remaja kulit hitam itu melakukan pencurian. Ketika dikejar polisi, tersangka Laquan McDonald melawan, hampir melukai polisi. Sehingga ditembak mati.

Sementara itu, beredar di medsos yang diunggah orang yang mengaku melihat kejadian tersebut, bahwa Laquan McDonald tidak melakukan pelanggaran hukum. Tiba-tiba ditembak oleh polisi kulit putih bernama Jason Van Dyke.

Kasus itu menghebohkan AS. Muncul gerakan protes publik. Sementara, bukti hukum, antara lain, keterangan saksi mata tidak ada dari unsur warga. Semuanya polisi.

Jaksa melakukan penyelidikan. Antara lain, rekaman CCTV di sekitar TKP. Juga mendapat informasi dari saksi mata yang dilindungi.

Akhirnya ditemukan bukti hukum, bahwa pembunuh McDonald adalah polisi Jason Van Dyke. Lantas, polisi itu didakwa melakukan pembunuhan tingkat dua. Kalau di Indonesia, pembunuhan tidak sengaja.

Pengadilan juga mengadili para polisi yang menutupi kejadian sebenarnya, demi melindungi anggota mereka. Disebut Code of Silence.

Berita di The New York Times itu memberitakan tiga polisi yang diadili, karena memberikan keterangan berbelit dan menyembunyikan fakta. Tiga polisi itu (David March, Joseph Walsh dan Thomas Gaffney) dicecar pertanyaan menyudutkan oleh Jaksa Patricia Brown Holmes (kulit hitam).

Akhirnya tiga polisi itu dihukum, karena melanggar kesaksian palsu dan kode etik kepolisian. Tapi sesungguhnya mereka melaksanakan kode etik tersembunyi Code of Silence yang melanggar hukum formal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun