Mohon tunggu...
Djono W. Oesman
Djono W. Oesman Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pemerhati masalah sosial

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kasus Lesti Kejora, Mengapa Terjadi?

6 Oktober 2022   08:00 Diperbarui: 6 Oktober 2022   09:44 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hasil akhir riset, ternyata DV bukan mendadak (akut). Melainkan potensi perilaku kekerasan pria terhadap siapa saja (termasuk isteri) sudah ada sejak pria masih kanak-kanak.

DV disebut masalah kronis, atau menahun. Sudah mengendap bertahun-tahun. Tinggal menunggu pemicu, jadi ledakan. Berbentuk aksi DV.

Jadi, kunci DV adalah pendidikan ortu terhadap anak laki di masa kecil. Semua ortu tidak secara sengaja mencetak anak jadi pemarah, pemberang, penganiaya, pembunuh. Tidak. Semua ortu menyayangi anak. Tapi, salah didik anak, secara tidak disadari ortu, menghasilkan pelaku DV.

Empat profesor itu meriset, merujuk teori kriminologi sangat terkenal di Amerika, berbentuk buku, "A General Theory of Crime" (1990). Karya dua kriminolog-sosiolog, Travis Hirschi and Michael Gottfredson.

Tepatnya, hasil riset empat profesor itu mendukung "A General Theory of Crime". Karena, hasilnya ada korelasi antara hasil riset dengan teori tersebut.

General Theory diurai sangat panjang dan detil. Tapi, intisarinya ini:

Ortu harus mendidik anak-anak punya strategi koping (pengendalian emosi) yang kuat. Semua orang pasti selalu emosional. Setiap saat. Tapi, hanya orang pemilik stratego koping terbaik, yang lolos dari ujian hidup. Dalam arti, tidak melukai orang lain, ketika tersulut emosi.

Dengan pendidikan strategi koping yang baik (ada tingkatan kualitas, termasuk argumentasinya) berarti ortu sudah menyelamatkan anak mereka dari perilaku kriminal: Penyiksa atau pembunuh.

Dalam teori itu disebut: Ortu harus bisa menciptakan "kontrol tidak langsung" ke memori otak anak. Yang kemudian dijiwai anak. Diterapkan dalam perilaku sehari-hari anak, sampai mereka dewasa.

Hasil "kontrol tidak langsung" dari ortu ke anak, akan menghasilkan, ini: Ortu "hadir psikologis" ketika anak tidak berada dalam pengawasan ortu. Baik ketika anak masih kecil, sampai mereka dewasa.

Gampangnya, ortu harus menanamkan sesuatu berupa "kontrol tidak langsung" ke memori otak anak. Sebab, ortu tidak mungkin selalu berada di samping anak (24 jam sehari, konstan sampai puluhan tahun) untuk mengajari anak berperilaku, menghadapi stresor (peristiwa penyebab stres).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun