Mohon tunggu...
Dita DwiUtami
Dita DwiUtami Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seorang yang sedang belajar dan ingin terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kampung Seni Jelekong dan Pasang Surut Eksistensinya

12 Juni 2023   00:00 Diperbarui: 12 Juni 2023   00:31 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setelah Kampung Jelekong mulai dikenal karena kesenian wayang goleknya, adapula satu kesenian khas yang masyhur dari kampung seni Jelekong, yaitu seni lukis. Seni Lukis ini dipelopori oleh abah Odin Rohidin. Abah Odin Rohidin adalah seorang pelukis yang produktif menghasilkan berbagai lukisan. Tak hanya ingin pandai sendiri, pada tahun 1973 beliau kemudian mengajari tetangga-tetangganya di Jelekong bagaimana cara atau teknik yang digunakannya untuk melukis. Cara pengajaran yang dilakukan beliau yaitu mengajari 4 orang terlebih dahulu hingga keempat orang tersebut benar-benar mumpuni. Setelah itu, keempat orang tersebut membantu Odin Rohidin menjadi mentor untuk mengajari tetangga-tetangganya yang lebih banyak lagi. Dari sanalah kemudian seni lukis semakin berkembang dan hingga Kampung Jelekong ini pun dikenal sebagai sentra lukisan.

        Bukan hanya sekedar melukis dan menikmati karya lukisan, tetapi lukisan-lukisan ini juga kemudian dijual ke berbagai wilayah bahkan hingga ke mancanegara, seperti Malaysia, Taiwan, Singapura, Arab dan Amerika. Salah satu contoh yang mudah ditemukan adalah lukisan-lukisan yang biasanya dipamerkan dan dijajakan di sepanjang jalan Braga kota Bandung. Lukisan-lukisan tersebut berasal dari hasil karya para pelukis Kampung seni Jelekong.

        Upaya pengajaran dari generasi ke generasi masih terus dilakukan, tentunya beradaptasi dan disesuaikan dengan jiwa zaman. Pada tahun 2010, harapan mencetak para pelukis muda dilakukan dengan membuat sebuah komunitas yang diberi nama komunitas Gurat. Komunitas Gurat ini beranggotakan para pemuda khususnya di Jelekong yang memiliki ketertarikan untuk belajar melukis. Komunitas Gurat ini kemudian membuat spot-spot yang menarik wisatawan untuk berkunjung ke kampung seni Jelekong.

             Pada tahun 2011, pemerintah akhirnya menetapkan kampung seni Jelekong sebagai kampung wisata dengan mengeluarkan SK Nomor 556.42/Kop.71-Dispopar/2011. Dengan predikat sebagai kampung wisata, peluang wisatawan yang berkunjung menjadi lebih tinggi. Masyarakat pegiat budaya setempat kemudian semakin mencintai budaya dan menjadi berdaya. Hal ini karena masyarakat menangkap kesempatan untuk menjadikan hasil karyanya sebagai produk yang dapat dijual dan dinikmati oleh masyarakat dari luar kampung Jelekong. Hal tersebut kemudian berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Dari sisi sosial, masyarakat kampung Jelekong semakin erat dan tergabung dalam sebuah komunitas yang luas. Sedangkan dari sisi ekonomi, para seniman lukisan dan juga dalang-dalang serta pengrajin wayang dapat menjadikannya sebagai mata pencaharian.

        Setiap lukisan yang terjual menjadi bentuk nyata dukungan dan apresiasi masyarakat terhadap budaya. Seiring perkembangannya, kesejahteraan masyarakat kampung seni pun turut meningkat. Namun, peningkatan perekonomian tersebut berbanding terbalik dengan kondisi kampung seni jelekong beberapa waktu ke belakang, yaitu pada saat mewabahnya virus COVID-19.  Mewabahnya virus tersebut menjadikan semua orang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan membatasi aktivitas di luar rumah. Hal ini berpengaruh terhadap jumlah wisatawan ataupun pembeli dari produk kampung seni Jelekong. Selain itu, pegelaran secara luring pun dibatasi. Dari hasil wawancara saya dengan salah satu seniman kampung seni Jelekong, diungkapkan bahwa pendapatan selama masa pandemic tersebut sangat berkurang dibanding sebelum masa pandemi.

        Fenomena penurunan antusiasme masyarakat tersebut kemudian sangat berdampak terhadap eksistensi para seniman di kampung adat tersebut. Banyak seniman-seniman yang memilih menutup galeri nya dikarenakan berkurang drastisnya bahkan tidak adanya pendapatan pada masa pandemi. Banyaknya galeri-galeri di sepanjang jalanan kampung seni Jelekong menjadikan kampung wisata tersebut terasa sepi. Hal ini tentu sangat disayangkan, dan diharapkan terdapat solusi agar keberadaan kampung seni Jelekong tetap bertahan. Meskipun begitu, tidak dipungkiri bahwa terdapat berbagai upaya yang dilakukan oleh para seniman yang bertahan untuk kemudian mempertahankan mata pencahariannya tersebut yakni dengan memanfaatkan sosial media yang kian digandrungi.

            Para seniman masih berusaha untuk menarik pelanggan-pelanggan melalui jaringan sosial media, contohnya dengan membuat akun instagram khusus. Di sisi lain, hal ini justru dapat menjadi sebuah perubahan yang membawa kebaikan karena secara tidak langsung, pandemic COVID-19 memaksa para seniman untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman yang kini serba digital. Dengan begitu dapat dikatakan penjualan karya kampung seni Jelekong sudah mulai melirik digital marketing.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun