Mohon tunggu...
Dedi Dwitagama
Dedi Dwitagama Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Pendidik yang bermimpi makin banyak anak negeri yang percaya diri dan berani berkompetisi. Mengajar Matematika di SMKN 50 Jakarta - Blogger sejak 2005: http://dedidwitagama.wordpress.com, http://fotodedi.wordpress.com dan http://trainerkita.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah Dianggap Sama dengan Mal?

12 Agustus 2020   13:57 Diperbarui: 12 Agustus 2020   13:56 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rakyat lelah mengurus anak di rumah terus, orang tua lelah mendampingi anak-anaknya belajar di rumah. Biaya pembelian paket data melonjak jadi terasa memberatkan. 

Jaringan internet yang sering putus nyambung, sistem pembelajaran jarak jauh yang belum terbiasa dijalankan sekolah, pola mengajar guru yang terbiasa tatap muka, membuat anak-anak mengeluhkan banyak hal, yang intinya tak nyaman dengan sistem pembelajaran jarak jauh dan mengharapkan sekolah bisa segera dibuka seperti sedia kala.

Pasar-pasar tradisional tak ditutup karena selalu diperlukan rakyat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga setiap hari, dan ternyata banyak ditemukan pedagang pasar yang positif terinfeksi corona. Hingga pemerintah melakukan penutupan operasional pasar beberapa hari dan melakukan penyemprotan desinfektan lingkungan pasar.

Mall-mall mulai dibuka kembalai karena pertumbuhan ekonomi menjadi anjlok bahkan minus karena perdagangan berhenti, pegawai tak lagi menerima upah yang biasa dibayar harian, banyak yang terdampak. Dan faktanya dijumpai pekerja-pekerja di mall terinfeksi corona, mall itu ditutup lagi, tak beroperasi untuk beberapa hari.

Orang tua berteriak, bahwa mall-mall sudah dibuka, objek wisata sudah beroperasi kembali, kerumunan sudah mulai banyak di berbagai lokasi, tetapi kenapa kerumunan di sekolah belum diperbolehkan kembali hingga kini?

Mall memang sudah dibuka, tetapi pengunjung yang berbelanja masih sepi, para pedagang menyatakan bahwa untuk mendapat penglaris (pembeli pertama) sangat sulit, sehingga jika ada pembeli yang datang harga barang yang ditawarkan selalu serendah mungkin, cukup sedikit keuntungan  sudah sangat menyenangkan dibanding tak ada pembeli sama sekali. Mengejar omzet separuh dari kondisi normal sebelum pandemi amatlah susah saat ini. 

Jika diperhatikan kondisi sekolah di Jakarta, jumlah murid ratusan, bahkan ada yang ribuan, sementara luas area sekolah tak terlalu luas hingga sangat sulit menghindarkan terjadinya kerumunan di sekolah. Saat sekolah dibuka kembali kerumunan tak bisa dihindarkan, sementara coba perhatikan mall-mall yang sudah dibuka saat ini, pengunjungnya sepi. Sementara anak sekolah tak punya pilihan dan harus selalu masuk jika sekolah sudah dibuka.

Andai di sebuah sekolah menengah pada satu hari hanya sebagian anak-anak yang masuk misalnya cuma kelas 7 saja, maka sekolah tetap ramai dan benyak kerumunan, karena sepertiga daya tampung pun jumlahnya masih ratusan, belum lagi jumlah guru dan tenaga administrasi.

Saya yakin, negeri ini banyak memiliki tenaga ahli di bidang kesehatan dan epidemologi sehingga mereka harus didengar apakah sekolah bisa dibuka kembali atau belum, karena sekolah berbeda dengan mall.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun