Mohon tunggu...
dwinurcahyania
dwinurcahyania Mohon Tunggu... Mahasiswa - ti.teens

#include using namespace std; int main () { cout

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menghitung Efektivitas Larangan Mudik Jilid Dua

18 April 2021   23:20 Diperbarui: 19 April 2021   00:08 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Corona Virus Disease 2019 (COVID - 19) telah menyebabkan kematian penduduk Indonesia dalam jumlah yang luar biasa banyak. Tercatat data sebaran COVID - 19 di Indonesia sampai tanggal 17 April 2021 sebanyak 43.328 orang meninggal dengan 1.599.763 orang masih positif. Data tersebut menunjukkan peningkatan jumlah orang yang meninggal. Dari data tersebut sebaiknya penanganan COVID -19 lebih ditingkatkan lagi sehingga laju peningkatan jumlah orang yang meninggal akibat virus ini dapat dihentikan.

Pandemi COVID -19 telah berjalan selama satu tahun di Indonesia. Segala perubahan guna beradaptasi dengan virus ini menimbulkan kebijakan – kebijakan baru, seperti PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), WFH (Work From Home) dan social distancing. Disamping pemberlakukan segala kebijakan pencegahan, pemerintah berhasil menemukan vaksin COVID - 19. Walau tetap muncul berbagai perdebatan mengenai jenis vaksin dan persediaannya pun masih dalam jumlah terbatas. Dengan demikian, hingga memasuki bulan suci Ramadhan di tahun kedua pandemi, vaksinasi belum bisa mencakup seluruh masyarakat Indonesia.

Akibatnya, pemerintah kembali mengeluarkan larangan mudik untuk yang kedua kalinya. Pemerintah mengeluarkan surat edaran yang berisi larangan kepada masyarakat untuk mudik pada hari raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah. Larangan tersebut berlaku pada tanggal 6 hingga 17 Mei 2021. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk mengendalikan penyebaran virus selama bulan suci Ramadhan. Diharapkan dengan adanya larangan ini mobilitas masyarakat dapat ditekan dan upaya pengoptimalan fungsi posko COVID – 19 di daerah dapat berjalan.

Lantas efektifkah larangan mudik jilid dua ini?

Berkaca kepada pengalaman larangan mudik pada tahun 2020, berbagai pakar menilai peraturan ini kurang efektif sebab masyarakat akan mencari celah agar bisa tetap mudik ke kampung halaman mereka pada saat hari raya Idul Fitri. Apalagi, larangan mudik yang diumumkan oleh Kementrian Perhubungan tidak sejalan dengan anjuran Kementrian Pariwisata dan Industri Kreatif untuk berwisata dengan mematuhi protokol kesehatan. Dari awal peraturan ini dikeluarkan sudah menimbulkan kesalahpahaman yang pasti nanti dalam pelaksanaannya juga akan mengalami kendala. Jadi, dengan adanya inkonsistensi kebijakan pemerintah akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.

Ditambah lagi dengan tidak adanya kelanjutan dan peraturan tersebut. Memang dalam peraturan larangan mudik tahun 2021 sudah tertera bagaimana sanksi yang didapatkan jika melanggar. Akan tetapi dalam penindakannya tidak ada kelanjutan. Hal tersebut ditambah belum ada mekanisme yang tepat untuk menangani sanksinya.

Jadi apa sajakah yang bisa mempengaruhi efektifitas peraturan larangan mudik jilid dua ini ?  

Pertama adalah kebijakan. Kebijakan merupakan akar yang harus dirumuskan secara komprehensif dengan pihak terkait. Kebijakan ini dapat mempengaruhi efektifitas peraturan yang dikeluarkan. Perumusan peraturan harus memiliki dasar yang kuat, dapat dipertanggung jawabkan dan jelas. Dalam peraturan larangan mudik tahun ini, pemerintah memberikan pengecualian dalam peraturan larangan mudik 2021 ini yakni dikecualikan bagi kendaraan pelayanan distribusi logistik dan pelaku perjalanan dengan keperluan mendesak kepentingan nonmudik yaitu bekerja / perjalanan dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka anggota keluarga meninggal, ibu hamil yang didampingi oleh satu orang anggota keluarga, dan kepentingan persalinan yang didampingi maksimal dua orang. Pengecualian ini juga menjadi celah yang bisa dijadikan alasan masyarakat untuk melanggar peraturan tersebut.

Kedua adalah pemerintah. Pemerintah merupakan aktor penting dalam perumusan, penerapan dan pengawasan dari peraturan. Apabila pemerintah dapat menjalankan peran yang dimiliki dengan sebaik – baiknya, maka dapat berdampak pada efektifnya suatu kebijakan. Dalam peraturan larangan mudik ini pemerintah sedikit kurang koordinasi dalam perumusannya. Sehingga munculah kebijakan yang saling tumpang tindih.

Ketiga adalah masyarakat. Dalam hal ini maksudnya adalah kepatuhan masyarakat kepada peraturan yang berlaku. Masyarakat harus memiliki pola pikir yang sama yakni berpikir akan menganggap virus COVID – 19 ini masih berbahaya dan harus tetap mematuhi protokol kesehatan. Jika hal ini mulai diabaikan oleh masyarakat maka akan sama saja jika peraturan tersebut diberlakukan.

Bagaimana jika dilihat dari segi kesehatan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun