Mohon tunggu...
Dwi Marfuji
Dwi Marfuji Mohon Tunggu... Administrasi - Runner, pingin hidup sehat dan syukur manfaat buat orang lain

Sesantai gambarnya...\r\n\r\n@dwimarfuji

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Maaf Sang Kodok

22 Maret 2016   14:02 Diperbarui: 27 April 2016   11:49 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sebuah fiksi kehidupan doc.shuterstok"][/caption]Alkisah di negeri antah berantah hiduplah dua sahabat karib kodok dan banteng. Kodok adalah seorang pemimpin yang sangat disegani dan dihormati oleh seluruh rakyat negeri antah berantah, tak terkecuali sahabatnya, sibanteng.

Persahabatan sikodok dan sibanteng sudah sangat lama, bahkan keduanya saking sangat eratnya udah melebihi layaknya saudara kandung. Banyak perbedaan keduanya, namun segala perbedaan tersebut luntur hanya karna satu tujuan yang sama, yaitu negeri atah berantah damai dan memiliki padang rumput yang hijau. 

Sangkodok awal mulanya merupakan rakyat biasa yang dijunjung oleh kawanannya untuk jadi pemimpin, karna kewibawaan dan kecerdasannya dalam mengatur strateginya. Bahkan padang rumput yang dulunya gersang, rumputnya sedikit lagi berwarna coklat, sekarang berubah menjadi hijau, bahkan bonus air telaga yang melimpah, benar-benar kodok bekerja dengan cerdas dan luar biasa membawa seluruh rakyat pada peradaban baru yang lebih baik.

Kehidupan yang aman damai sejahtera telah berlangsung lama hingga datang seorang baru dari negeri seberang yang membawa berbagai kemajuan dan alat-alat modern yang berhasil merebut hati rakyat negeri antah berantah. Sang kodok yang dulunya sangat berjasa dan memiliki kemodernan dalam bidangnya kini mulai ditinggalkan warganya, bahkan sebagian warganya mencibir akan kekunoan sang kodok. Melihat hal tersebut sang kodok hanya tersenyum, ia tak sakit hati, bahkan sedikitpun tidak. Ia sebagai seorang pemimpin tak pernah berharap pujian dengan apa yang diperbuatnya. Ia mawas diri dan mengakui segala keterbatasannya dalam memimpin, namun rakyatnya tak mau tau, rakyat menginginkan satu hal yaitu, kodok meletakan jabatannya.

Jabatan pemimpin bagi kodok merupakan tanggung jawab, meski ia diminta meletakannya namun ia masih berfikir menjaganya hingga usai masanya. Awalnya, Kodok tak pernah meminta namun ia diminta bahkan dijunjung bersama oleh rakyat maupun oleh media. Kini rakyat dan media berubah haluan, dulunya kodok diberitakan kebaikan-kebaikannya, kini 180 drajat, ia dihujat habis-habisan bahkan banyak fitnah betebaran dalam obrolan rakyatnya.

Kini masa sang kodok telah hampir berakhir, ia tersenyum dan kadang tertawa. Ia menikmati sisa hidupnya dengan dunia yang berwarna. Ia rela dengan semua ini, bahkan meski ia tak tau Sibantenglah kawan akrabnya yang memasukan tamu-tamu dari luar, sibantenglah yang membawa jutaan tamu dari luar yang akan merombak besar negeri antah berantah yang damia, aman sejahtera nan hijau menjadi negeri yang katanya modern, berwibawa, penuh dengan orang-orang kaya raya dan penuh dengan orang-orang pintar, bahkan untuk mencapai itu ia menghalalkan tanah di negeri antah berantah dimiliki oleh tamu-tamu.

Hari berganti minngu, minngu berganti bulan, bulan berganti tahun, hingga tahun berganti abad. Usia kodok tak lagi muda, bahkan ia hampir sekarat, waktu itu ia dikunjungi teman lamanya sibanteng yang pada waktu itu kebetulan duduk menggantikan sangkodok. Sibanteng yang dulunya sahabat-karibnya, pernah pula menjadi rival, kini menyesal, ia ingin kembali seperti dulu hidup damai meskipun dalam kesederhanaaan. Hidup bahagia dan tenang dipadang rumput yang dihuni berjuta populasi.

Kini dibawah kepemimpinannya meskipun semuanya maju dan modern namun penghuni negeri antah berantah yang dulunya jutaan kini menurun drastis, bahkan hanya tersisia beberapa kawanan spesies dan tamu-tamu yang dulu semakin banyak beranak pinak, hampir menguasai seluruh tempat dinegerinya. Sikodok tersenyum, ia tak menyalahkan banteng, bahkan kodok menganggap sibanteng masih seperti dulu sahabat karibnya, sikodok merangkulnya dan dengan tersenyum mengatak semua akan baik2 saja, kita akan lalui bersama, kita kembalikan hijau padang rumput kita kau jangan panic, ini akan membaik. 

Kau tetab sahabatku walau apapun yang terjadi. Pantang bagiku membalikan punggung pada sahabat sekaligus keluargaku. Mendengar hal itu sibanteng menangis. Meski ia mengkhianati kodok, kodok tak pernah dendam. Bahkan bangau yang dulu membawa kebaikan dan kemoderenan, kini berubah menjadi egois, ia memakan seluruh rakyatnya kaum penghuni kolam, sedangkan panda yang dulu cantik dan menawan kini menjarah seluruh daun hijau makanan rakyat negerinya, tamu itu benar-benar hampir  menguasai seluruh negeri.

[caption caption="apakah berbentuk seperti ini campuran banteng, panda, harimau dan srigala? doc.gellyimage"]

[/caption]Ref. Tak berapa lama, sangkodok meninggal dalam pelukan sibanteng. Sibanteng tak akan menyia-nyiakan kepercayaan sahabatnya padanya, ia akan menyelesaikan sisa jabatannya dengan benar-benar menghidupkan hatinya. Panda dan bangau agak sedikit terancam, tak hanya itu mereka bagi sibanteng hanyalah tamu, tamu yang kurang sopan, harusnya mereka sebentar dinegeri ini tapi malah mau menguasai, menghabiskan makanan rakyat local, tak hanya itu mereka meminta diakui sebagai masyarakat asli yang mana mendapatkan hak2 sama, bahkan bisa memimpin pula. Sibanteng tak sudi banyak rakyatnya yang dimakan oleh bangau dan panda. Apa yang akan dilakukan sibanteng? bagi yang ingin melanjutkan kisah ini, silakan :-)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun