Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Frustrasi Pada Tulisan-Tulisanku

18 Desember 2015   10:40 Diperbarui: 18 Desember 2015   22:54 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak kecil duniaku adalah kata. Tak terbayang saat kata-kata itu sempat hilang dan tersedak hilang ditelan malam. Sejak usia  9 tahun aku sudah bisa membaca dan meresapi karya-karya tokoh sastra yang tertulis dan tercetak di Balai pustaka, pun pada gaya Ernest Hemingway yang dengan sederhana menuliskan kisahnya bergumul dengan diri sendiri.

Aku menemukan keramaian di jiwa ini saat membaca tulisan-tulisan yang mempermainkan kata-kata hingga air mata ini spontan meleleh. Heran mengapa dengan gampangnya aku tersentuh oleh cerita-cerita melankolis. Ini kontra dengan badanku dan wajahku yang tipikal keras.

Sekilas melihatku orang akan menduga,"Ini orang serem amat, wajah tirus dengan tulang menonjol, tidak ada lemak di wajah, tulang matanya kelihatan menonjol."Tapi mereka tidak tahu saat membaca novel, atau cerita-cerita mengharukan, kembangan mata ini susah untuk membendung air mata untuk tidak meleleh di pipi. Maka setiap kali membaca novel, apalagi yang menyentuh jiwa aku berusaha bersembunyi, takut bila tiba-tiba orang-orang mengetahui bahwa air mata telah meleleh di pipiku yang legam oleh dahsyatnya matahari. 

Keluargaku sudah tahu saya adalah Lelaki pendiam, tidak mudah bercerita tanpa ada alasan khusus. Aku lebih senang bersembunyi di kamar dengan melahap novel-novel stensilan atau cerita silat bersambung. Aku segera akan tenggelam dalam dunia penuh fantasi. Soal pergaulanku dengan dunia sekitar ya ala kadarnya, sekedar say Hello dengan teman sekampung, ngobrol sebentar di gardu, selanjutnya akan kembali menyelinap di kamar, melanutkan bacaan-bacaan yang bisa mempermainkan emosi ke titik di mana emosi marah, sedih, senang, ketawa bisa dengan sendirinya dengan merdekanya menjadi milikku. Aku terkikik, menangis dalam lompatan-lompatan fantasi kata-kata yang diciptakan penulis novel. Di Kisah Ramayana dan Mahabarata dengan versi pengarang novel dengan satu sama lainnya berbeda -beda tapi tetap ada tiitk emosi, keharuan, fantasi cinta saat membaca riwayat kata yang terangkai.

Ketika sebagai pembaca aku telah mencapai titik jenuh aku merasa dunia dongeng telah mengubahku menjadi manusia lain yang aneh. Aku hanya terpuaskan dengan tokoh fantasi, tanpa pernah merasakan sendiri keharuan-keharuan yang ada di sekelilingku yang jauh lebih banyak bila aku bisa merasakan dinamika kehidupan lingkungan sekitar. Aku merasa tak pernah gaul dengan dunia luar, aku terlalu merasuk dengan dunia yang tercipta oleh pengarang-pengarang tersebut. Aku ingin berontak, harusnya akulah aktor yang mampu mengobrak-abrik fantasi itu dengan menjadi pengarang. Saatnya harus tiba menjadi pengarang seperti Seno Gumira ajidarma, Seperti Paulo Cuelho atau yang lebih dahsyat yang mampu mengobok-obok nurani seperti Pramudya Ananta Tour.

Maka segera kukumpulkan kertas, kutuangkan kata-kata kuserap ilmu-ilmu para pengarang tersebut. Hasilnya?Berantakan. Rasanya jauh benar hasil tulisanku dengan mereka. Kata-kata magis dari pengarang-pengarang itu seperti hilang lenyap, ketika kubaca lagi tulisanku. aduh malu bila ada orang yang membaca tulisanku kacau balau. Ternyata harus ada proses untuk bisa menjadi pengarang sehandal Pramudya. Sepertinya ada pengendapan, peristiwa dramatis yang ikut mengiring dan menjadi bumbu kehidupan sehingga tulisan-tulisan novel atau cerpen terasa lebih hidup dan mendalam.

Menjadi pengarang ternyata susah. Bukan perkara mudah. Meskipun aku terbiasa dengan kata-kata dan menjadi pembaca setia novel ternyata untuk menjadi pengarang harus melalui tahap-tahap awal yaitu menulis, menulis dan menulis.tapi aku bukan orang yang kuat berjuang untuk menerima kegagalan demi kegagalan. Satu kali kegagalan kadang harus menyerah. Saat aku mencoba frustrasiku lebih dominan daripada tekadku ingin mengejar prestasi pengarang-pengarang yang sudah tenar. Jadinya letupan emosi itu hanya terlampiaskan dengan menjadi penikmat novel, pembaca setia untuk menjadi penulis aku masih frustasi sebab belum satupun cerpen yang nyangkut di hati.

Dalam rasa frustasi dan keputusasaanku itu aku menemukan buku motivasi cukup memikat. Buku yang bercerita tentang bagaimana meraih mimpi, tentang melepaskan diri dari rasa frustasi, buku yang menginspirasi untuk menulis lagi. Kembali aku bangkit. Mencoba mengumpulkan kata-demi kata, kurangkai pelan-pelan menjadi baris. Aku kumpulkan baris puisi itu kukirim ke majalah. Upaya pertama menglami jalan buntu, tidak ada kabar tentang nasib tulisanku, kukirim puisi kedua, kembali lenyap ditelan bumi. Tapi aku tetap berusaha yakin bahwa suatu saat tulisanku akan diterima, entah kapan. Akhirnya setelah sekian tulisan tak pernah berhasil masuk, aku masgul dan sepertinya aku harus mengakhiri perjuanganku  bercita-cita menjadi pengarang.

20 tahun berlalu, waktu begitu cepat bergulir, aku menikmati duniaku saat ini sebagai pegawai swasta. Dalam perjalanan hidupku ternyata banyak hal menjadi pembelajaran hidup. dari konflik rumah tangga yang sepanjang perjalanan perkawinanku mewarnai kehidupan. Aku mulai merasakan betapa kaya hidup ini dengan berbagai masalah yang datang silih berganti. Ketika dulu aku frustasi terhadap-tulisan-tulisanku yang tak pernah dilirik redaksi untuk diterbitkan, aku menjadi tahu, sebenarnya banyak masalah bisa diwujudkan dalam tulisan. Sebuah tulisan itu seperti wakil dari berbagai konflik kehidupan yang hidup dan lahir dari masalah yang dihadapi manusia. Seorang pengarang dengan cerdasnya bisa mentransformasikan berbagai pengalaman hidup itu ke dalam rangkaian kata-kata magis yang mempu membentot perhatian pembaca menjadi sebuah novel laris manis. Dulu aku juga terpukau dengan gaya Agatha Christie yang dengan rennyahnya bercerita tentang petualangan misterius dengan gaya memukau. Hal itu membuat aku masuk dalam dunia yang diciptakan, seakan-akan aku adalah salah satu bagian dari tokoh tersebut

 ***

Wajahku, tetap sama, dengan tulang menonjol dengan karakter kuat untuk mampu menakut-nakuti pencoleng. Di pekerjaanku saat ini aku masih mengandalkan fisik, dengan kecakapanku bela diri. Menjadi penjaga kantor dengan resiko di tembak atau dikerjain perampok. Duapuluhan tahun dan aku bosan dengan kekerasan dan kekakuan pekerjaanku saat ini. Kembali aku ke masa lalu, bernostalgia dengan  lembaran-lembaran novel yang membuat aku teraduk -aduk seluruh emosiku, menggantang kembali obsesiku menjadi penulis seperti halnya Seno dengan negeri di awannya, akupun ingin menciptakan novel paling tidak mendekati fantasi Seno.Aku kembali tergugah untuk menulis, aku tidak ingin frustrasi bila-kata-kata yang liar dan norak dariku tak pernah ada yang membaca. Aku ingin  tulisanku menemukan takdirnya sendiri. Kebetulan ada blog, ada twitter, facebook, yang menampung kata-kata dan bisa mensharenya kepada karib kawan, atau teman di dunia maya. Ada bayaran atau tidak  aku ingin menemukan duniaku lagi. entah jika saya setia , sabar, dan tidak putus asa sebetulnya bisalah seharusnya sejajar dengan Seno Gumira ajidarma yang tak pernah putus asa menulis, atau Putu Wijaya yang dalam sakitnyapun tetap rajin menulis. Kini yang ku yakin jalan mimpi itu masih ada dan aku harus bisa menyusurinya sampai menemukan apa yang aku mau. sambil bekerja aku masih tetap berharap mimpi sebagai pengarang novel, cerpen atau essays terwujud. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun