Menulis itu melatih ingatan, memahami sebuah peristiwa, dan menyimpannya lewat deretan kata-kata. Jika aktif menyimpannya di blog, atau mengirimkannya di media cetak dan menjadikan sebagai buku maka ruang ingatan akan meluas. Artikel, novel, cerpen akan menjadi bagian dari aktivitas literasi, bahkan menjadi bagian dari sejarah.
Sebagai penulis sudah terbiasa menceritakan apa yang dirasakan, dialami atau sekedar imajinasi namun mampu membawa orang untuk mengikuti imajinasi kata. Yang masih saya ingat sebagai awal belajar menulis adalah karya-karya dari enid byliton, penulis lima sekawan, Agatha Christie yang menuliskan tentang cerita thriller penuh petualangan dan misteri entah pembunuhan, kejahatan dan aneka perilaku menyimpang yang ada di lingkungan manusia dan komunitasnya.
Setiap manusia mempunyai kesempatan menjadi seorang penulis dan pengarang. Bisa saja setiap orang menuliskan cerpen, novel dengan catatan mau belajar dan konsisten dan rutin dalam kegiatan membaca dan menulis. Tidak hanya sebatas membaca dan menulis, tetapi juga menjadi pengamat dari aktifitas sekitar yang bisa dijadikan ide dalam menulis.
Saat tulisan sudah ditayangkan entah di platform online maupun media yang bisa diraba dan dipegang(buku) tentunya banyak harapan agar orang-orang membacanya. Namun saat sedang berproses dalam menulis, ya tutup telinga saja, atau cuek seandainya pada akhirnya tulisan tidak dibaca, atau pembacanya hanya sedikit sekali.
Menulis dan melakukannya rutin akan membuat daya kritis meningkat, muncul kepekaan terhadap masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Penulis dengan segala daya dan keterbatasannya pada akhirnya akan dianggap sebagai pembaharu, pencetus ide dan pengarang. Sebab banyak penulis yang bisa menciptakan cerita inspiratif yang diikuti orang.
Saat ini media online seringkali menjadi pemicu diskusi baik yang serius maupun yang akhirnya malah memicu perdebatan tidak berkesudahan yang diarahkan pada aktivitas politik. Namun penulis yang visoner akan selalu berpikir untuk memberi kontribusi positif, bukan provokator bagi kegiatan yang melahirkan chaos, atau memunculkan konflik.
Pramoedya  Ananta Toer , boleh jadi menciptakan genre yang memungkinkan orang menikmati sejarah dengan tulisan yang amat menarik dan kritis. Saat menceritakan tentang kisah pada kuli atau pekerja paksa yang istilah lain adalah kerja rodi, orang akan menemukan fakta sebenarnya dari sejarah penjajahan Belanda misalnya yang berabad-abad menjajah negeri ini dengan cara devide et impera. Sementara di sudut lain membaca buku seperti Pramoedya akan melahirkan sudut pandang lain dari penulisan sejarah menurut yang terlalu formal, tidak independen dan cenderung mengaburkan sejarah aslinya karena intervensi orang kuat yang muncul bisa dari orang dalam dalam hal ini penguasa, namun bisa saja muncul karena ada campur tangan negara lain hingga negeri ini tidak pernah bisa maju karena sebagian masyarakat sudah di brainwash untuk takut mengemukakan pendapat apalagi bicara masalah tepi jurang.
Tulisan karya yang Abadi dan Diingat orang
Menulis pada intinya menciptakan keabadian, sebab karya yang sudah dibukukan atau diupload di media akan selalu abadi menjadi milik publik dan pembaca yang kebetulan menemukan kumpulan tulisannya.
Ya Pada akhirnya saya sebagai penikmat literasi dan orang yang kebetulan menyukai dunia tulis menulis akan dapat menemukan semakin banyak orang suka menulis dan tentu saja orang yang suka membaca karena keduanya beriringan saling mengisi. Biasanya orang yang senang membaca akan tertarik untuk menuangkan pemikiran dengan cara menulis. Salam literasi. Tak kenal maka tak sayang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI