Tulisan Pramoedya Ananta Toer (PAT) telah menorehkan sejarah dalam alam kesusastraan Indonesia. Selain diakui di Indonesia karyanya telah diterjemahkan ke lebih dari 40 bahasa.Â
Apa yang istimewa dari tulisan (PAT)? Sisi Humanismenya, ketajaman telaahnya dalam memotret ketimpangan sosial, atau sisi kritisnya dalam membahas status sosial masyarakat, dan juga analisisnya yang tajam menyangkut kebangsaan.Â
Tentang Pramoedya dan Jejak Tulisannya yang Menginspirasi
Penulis yang lahir di Blora, 6 Februari 1925, adalah sastrawan yang telah melewati banyak ujian kehidupan termasuk ketika diasingkan di Pulau terpencil tempat buangan tapol yang menurut Penguasa Orde Baru terafiliasi dengan paham komunis yang banyak berkembang di China, Eropa Timur dan Rusia.
Mengapa buku PAT begitu menakutkan pemerintah Orde Baru?Â
Dari beberapa artikel yang saya baca tuilisan sastrawan asal Blora itu membedah kenyataan tentang hegemoni negara, sisi gelap dari HAM yang hampir dimiliki oleh semua rezim. Tetapi yang paling parah adalah saat orde baru tumbang berganti dengan dominasi militer dengan durasi pemerintahan yang lama dari tahun 1967 sampai 1998. Dari periode tersebut maka kebebasan pers, kebebasan demokrasi mengalami tekanan. Kontrol pemerintahan sangat kuat mencengkeram.
Zaman Orde baru buku-buku PAT sangat sulit terbit, bahkan jika ada yang berani membacanya akan terkena pasal subversi. Padahal tulisan tapol politik yang dipenjara dan diasingkan di pulau Buru diadili lebih banyak membahas sisi humanisme dan memotret perilaku priyayi khususnya Jawa, yang sering melakukan poligami dan menganggap perempuan hanyalah konco wingking tanpa ada penyetaraan gender.
Menulis Sejarah Dengan Sudut lain
PAT juga menuliskan sejarah dari sudut lain, tidak seperti sejarawan lain yang lebih kompromistis dengan pemerintah yang sedang berkuasa. Kakak Soesilo Toer itu menulis dengan sangat tegas beberapa hal yang membuat negeri ini jauh tertinggal dengan negara lain, antara lain kemampuan literasi yang rendah dan kemalasan bangsa yang sangat tertinggal dalam hal menghargai sastra dan aktivitas menulis.
Kata-kata mutiaranya yang terkenal banyak penulis cuplik untuk dijadikan spirit dalam menulis. Penulis sering sekali menyertakan beberapa kata mutiara yang penuh makna. Salah satu yang paling saya ingat adalah: orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.
Kata-kata mutiara PAT itu menjadi pijakan penulis untuk bersemangat menulis. Kalau sedang malas menulis maka tulisan itu menjadi penyemangat, bahwa kegiatan menulis itu sangat bermanfaat, terutama mengasah nurani, melatih agar tidak mudah lupa dan memberi pijakan untuk berpikir kritis terhadap apapun.