Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Seni

26 Desember 2022   10:00 Diperbarui: 3 Januari 2023   23:16 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dalam sebuah Pelatihan Menggambar di Studio Hanafi (Dokpri)

Bukan hanya naluri buas yang sering tergambar dengan mengacu pada kata-kata  homo homini lupus, (manusia serigala bagi yang lain), bukan hanya naluri purba untuk berperang dan saling melenyapkan.

Budaya memberi manusia kehalusan budi, kepekaan untuk tidak lagi menjadi manusia bar-bar. Lukisan mungkin menggambarkan tentang peperangan, pertempuran, namun dibalik lukisan itu sang seniman sebetulnya menyimpan harapan mengakhiri peperangan dengan mengingatkan betapa sia-sia manusia yang terlibat dalam peperangan. 

Hanya menjauhkan persaudaraan dan menumbuhkan kebencian, dendam tidak bertepi. Lebih baik bersama-sama membuat drama, membuat cerita yang mampu menghibur manusia, menyatukan mereka dalam cerita-cerita penuh makna.

Sejauh ini di era modern ini kreativitas seni hadir dengan munculnya teknologi digital, dengan menampilkan layar-layar besar yang bisa dinikmati dari kejauhan dengan aplikasi, perangkat lunak, mesin-mesin modern yang bisa saja terbuat dari serat optik, bukan lagi jalinan rangkaian besi baja yang memakan tempat. Bisa jadi setipis kain namun bisa memberikan efek visual luar biasa.

Di dunia pendidikan sudah ada IFP (interaktif Flat Panels) yang menggantikan papan tulis. IFP bentuknya seperti televisi besar yang bisa digunakan untuk menulis, menggambar/melukis dengan teknologi layar sentuh, bisa menghubungkan orang dengan komunikasi jarak jauh lewat zoom atau lewat google meet, bisa menampilkan presentasi, dan bisa menayangkan video dari YouTube atau hasil karya konten kreator lain.

Sejak munculnya Covid-`19 teknologi seperti bergerak cepat. Berkat Youtube, media sosial, pameran seni dan pertunjukan tidak lagi didominasi secara konvensional. 

Ada pameran online, pameran tigadimensi dengan teknologi digital canggih. Tidak harus datang ke galeri tetapi bisa menyaksikan di layar HP, televisi ataupun media visual lain yang terhubung dengan internet. 

Namun tentu saja pameran-pameran seni konvensional tetap harus tumbuh karena bagaimanapun interaksi langsung manusia penyuka budaya tetap sangat perlu untuk tetap memberikan kesan dan pesan bahwa manusia tetap harus menjadi makhluk sosial. Mereka perlu berkomunikasi dan berdialog langsung.

Penulis melihat geliat seni daerah terutama yang dari dulu banyak senimannya seperti Magelang, Yogyakarta, Surakarta (Solo), Bandung, Jakarta perkembangan seni budaya tetap melaju, tetapi mau tidak mau pengunjung pameran masih belum mencapai target yang diharapkan.

Pegiat seni yang gigih, harus bekerja keras agar karya-karyanya dikenal. Caranya ya menggunakan media sosial untuk promosi, bisa juga menjual karya lewat internet, di samping masih banyak yang menjualnya dari pameran ke pameran atau art shop.

Seni bagaimanapun menjadi bagian penting untuk memberi sentuhan kemanusiaan dan kehalusan rasa manusia. Manusia bukan robot, bukan mesin kaku yang aktif berdasarkan program yang sudah direkayasa. Manusia itu adalah makhluk budaya yang mempunyai insting sekaligus, akan, pikiran dan imajinasi.

Sampai tahun 2022 ini meskipun sempat terseok-seok kesenian tetap tumbuh kembang menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Ada mural dan grafiti yang memperindah kafe, tempat nongkrong, publik space. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun