Marsih, remaja yang sedang bertumbuh, perawakannya cukup semampai, wajah  bulat telur, Bibir tipis ranum. Senyum malunya menawan.Rambut terurai panjang sebahu.
 Setiap pemuda di kampung pasti meliriknya dan sejenak berhenti untuk melihat kecantikan yang terpancar. Tetapi aku belum tertarik.. Meskipun Purwoko, Hartoyo, Darsono  mengatakan jujur cantik seperti Meriam Bellina, aku menganggap ia seperti perempuan lainnya yang lalu lalang dan sempat menyapaku basa-basi.
"Laki-laki lain tertarik pada kecantikan Marsih kenapa kau seperti es, jangan-jangan betul apa yang dikatakan Widodo."
"Sudah mimpi basah, sudah mimpi tentang perempuan tapi terlalu cool lihat perempuan yang naksir kamu malah dicueki, rugi...?
"Bodo amat... ". Begitu jawabanku pada teman-teman yang mengejekku.
Tetapi diam-diam aku mencoba melihat dari dekat wajah Marsih. Apakah benar yang dikatakan teman-temanku. Sebetulnya kesal juga dikatakan banci oleh teman-teman. Diam-diam aku pasang strategi. Kubiarkan wajahku berlagak cuek, tapi akan kukeluarkan jurus mematikan yang bikin Marsih benar-benar cinta. Ya meskipun baru tahap cinta monyet. Seperti kisah dalam mimpi-mimpi remaja.
***
Di sebuah jalan kecil dekat rerimbunan bambu, secara tidak sengaja ketemu Marsih. Wajah Marsih tertunduk, malu-malu menatapku. Saking groginya Marsih terpeleset, spontan aku menangkap tubuhnya. beberapa detik tubuhnya merapat. Rasa hangat menyusuri tubuhku. Jantung berdebar kencang dan saling beradu tatapan.
Gelegak remaja yang masih membara membuatku dunia seperti terhenti. Senyum dan tatapan matanya sangat dekat, seperti halnya mimpi yang pernah datang, tiba-tiba saja spontan bibir mendekat. Lekat lembut bersama degub jantung. Sambil ingin membuktikan aku tidaklah sama dengan apa yang dikatakan orang, dingin dan beku.
Saat itu Marsih kaget dan tiba-tiba menghempaskanku. Akupun kaget kenapa tiba-tiba ada dorongan kuat untuk mendaratkan bibirku ke bibirnya. Marsihpun tampak pasrah dan untungnya segera tersadar. Tetapi semuanya telah terjadi. Setelah itu, aku selalu terbayang adegan spontan yang membuat persepsiku terharap perempuan berubah.
Rasa hangat itu membuat aku jadi sering melamun, membayangkan apa yang terjadi jika aku dan Marsih tenggelam dalam perasaan masing-masing.