Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ketika Sunyi Memagut dan Gairah Menulis Tengah Meredup

21 Oktober 2021   07:24 Diperbarui: 21 Oktober 2021   07:28 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah beberapa hari hanya bengong, tidak menulis, tidak membuat artikel yang bisa mengisi daftar panjang tulisan yang siap dibaca oleh pembaca di blog. Entah, apa yang terjadi ada banyak hal yang dipikirkan dan susah mendapat jawaban. Mungkin kegelisahan, kecemasan yang yang butuh ruang untuk dimampatkan.

 Apakah saya harus mengurangi kegiatan menulis. Apakah harus mencari  cara lain bisa membuang rasa sepi. Selama ini hanya menulis yang bisa memberi jalan tentang bagi sejenak kecemasan dan perasaan sedih. Apakah harus menjentikkan jari mengusir kecintaan menulis? Sementara kegalauan semakin meruak tidak berkesudahan.

Ada luka yang menggores

Ada sepi menggugat. Jelas-jelas patah arang jika harus menyembunyikan diri dari cinta yang sudah lama hinggap. Puluhan tahun menulis dan hanya sekali-sekali melupakan. Tapi lagi-lagi pasti kembali. Menulis adalah sebuah kegiatan yang susah dihanyutlepaskan. Ia sudah seperti saudara kandung, ia sudah mendarahdaging dalam gerak jiwa.

Kalau dilepaskan, seperti ada tulang yang hilang dalam anatomi tubuh ini.Meskipun bukan tulang rusuk, ia bertumbuh dengan rasa sunyi dulu yang pernah kurasakan. Sekarang menulis seperti minum teh pagi hari, seperti bernafas di kesejukan hari, ia menemaniku menjemput hari diantara kesibukan manusia untuk bekerja, bernafas, makan, minum dan melenguh.

Ia adalah bara, meskipun tidak terlihat membara, namun semangat menulis memberikan kegembiraan yang sudah terkatakan. Maka biarkan menjadi salah satu pilar agar terus menghidupkan mimpi. Biarkan menemani sepi yang kadang memagut dan membuat gelisah seakan-akan sirna.

Menulis itu tentang rasa, tentang sebuah ekstase kehidupan. Semakin meninggalkannya semakin gelisah, seperti ada yang hilang lenyap dan membuat perasaan tercabik-cabik rindu. Menulis itu menjaring kata membuat irama yang semula tumpang-tindih menjadi harmoni. Apakah kalian tega memisahkan diri ini bercengkerama dengan kesenyapan sementara diri ini hanya terbengong tanpa ada kegiatan menulis yang menjadi kebiasaan sehari-hari.

Cinta oh cinta betapa indahnya hari, melewati pagi dengan rekahan kata. Ada semilir angin yang mendesah  berbagi cerita lewat untaian kalimat demi kalimat. Sambil tersenyum simpul berasa bahwa sekumpulan duka luruh dalam hadirnya kata di kertas dan di mesin kata.

Inilah cara diri ini melepaskan kegelisahan. Ketika ada perasaan takut, sedih dan luka terus menulis hingga kesuraman pudar berganti cerah. Biarkah kesenangan bertumbuh tanpa paksaan. Kalau ingin melepaskan duka, tulis saja kegelisahan tanpa banyak alasan. Ada banyak waktu hingga kegelisahan lepas landas dan cita bersambut, sedih meruar dan hidup kembali bersemangat.

Terkadang manusia berbeda dalam pola pikir, sementara banyak penghalang dari sebuah kegiatan bagus yang tersudut oleh kata bernama sudut pandang. Tiap orang berbeda dalam memandang masalah pun cara penyelesaiannya. Ada yang terbiasa curhat, ngobrol dengan saudara, teman dan sahabat. 

Sementara ada sedikit orang yang mengubur kegelisahan dengan menulis. Aku termasuk salah satu yang melakukan cara unik untuk melepas kegelisahan, selain berteriak aku lebih suka menulis. Menulis bisa melepaskan rasa cemas dan bisa pula memberi kepercayaan diri.

Masa Bodo Menulis yang Menulis Saja

Sekarang masa bodo orang berkata apa, aku tetap harus berjalan dan merangkul kesenangan. Ada banyak keuntungan ketika banyak tulisan-tulisan itu akhirnya bisa terkumpul menjadi buku. Itu salah satu bonus dari repetisi, dari cinta yang bertumbuh selama puluhan tahun menggeluti kegiatan menulis.

Mungkin tidak sesukses mereka yang menjadikan menulis sebagai lahan pekerjaan, sementara aku masih menganggap kegiatan menulis sebatas hobi. Terus terang belum berani memproklamirkan diri untuk menjadi penulis, sementara kembangkempis kehidupan masih menuntut tanggungjawab besar untuk mengentaskan kehidupan keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun