Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bahagianya Para Preman di Zaman Bang Anies

14 Juli 2019   21:30 Diperbarui: 14 Juli 2019   21:55 7594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Premanisme berkembang ketika masalah ketegasan pemerintah dipertanyakan ( megapolitan. kompas.com)

Sebelum Abang Anies Baswedan, para preman sering dijadikan sasaran pembersihan karena mereka dianggap sebagai sekelompok orang yang mengganggu ketertiban di jalanan. 

Bung cepek, pengatur jalanan partikelir dibatasi ruang geraknya. Mereka diarahkan mencari pekerjaan lain yang lebih manusiawi.

Premanisme yang Berkembang Pesat

Padahal premanisme memang sudah ada sejak dulu ketika budaya urban hadir. Para preman itu ada untuk menguasai lahan- lahan basah di mana roda kehidupan, perdagangan dan aktivitas bisnis bergerak. 

Para preman adalah "petugas keamanan" partikelir  Keberadaan mereka sebetulnya tidak diharapkan karena hanya membuat repot para pelaku bisnis. Salah satu alasannya mereka harus setor sejumlah uang jika ingin"aman". Jasa parkir, pengamanan gedung ,pengaturan lalu lintas, rambu- rambu tikungan, belokan semuanya berhubungan dengan "jasa preman".

Muka seram, tampang sangar, modal nekat dan tidak takut mati bila tiba- tiba mereka bertempur untuk memperebutkan lahan"basah". Dalam cerita- cerita klasik mereka digambarkan sebagai para dugdeng sakti mandraguna yang menguasai ilmu kebal dan ilmu bela diri. 

Ketrampilan bela dirinya sebenarnya bukan murni untuk bela diri melainkan untuk menakut- nakuti orang sehingga orang lain merasa perlu takut dan merelakan sejumlah barang dan uangnya diambil mereka demi "kenyamanan dan keamanan".

Di Cengkareng, Tanah abang, Tanjungpriok, Kelapa Gading masing- masing tempat itu sudah terorganisir sekumpulan preman- preman yang menguasai wilayahnya untuk mengokupasi parkiran, dan pengamanan tanah- tanah kosong. Jika karena suatu masalah mereka berebutan lahan maka bisa jadi muncul tawuran  untuk memperlihatkan kekuatan mereka sesungguhnya. Ada sekelompok orang Ambon, Madura, Jawa, NTT, Batak Dan Betawi yang masing-masing mempunyai daerah kekuasaan.

Penulis sebetulnya segan membahasnya karena perkara premanisme adalah perkara sensitif.Bukan perkara mudah mengurai permasalahan premanisme karena munculnya kaum urban juga memunculkan premanisme. 

Para preman lebih suka bekerja memungut jasa "keamanan" daripada bekerja normal entah sebagai buruh, sebagai kuli, sebagai pekerja kantoran, satpam dan pekerjaan lain yang terorganisir

. Mereka adalah manusia bebas yang tidak suka terikat. Masalahnya adalah perbuatan meminta tip dan bayaran keamanan itu bukan pekerjaan legal.Awam memandangnya sebagai pekerjaan pemalas yang ingin mendapatkan uang secara mudah.

Rata- rata umum melihat tampang sangar, bertato, suka mengkonsumsi obat- obatan terlarang dan mempunyai  bekal ilmu (entah ilmu hitam atau ilmu berkelahi lain yang dipelajari secara alami(seringnya tawuran membuat mereka tidak takut lagi jika terluka bahkan mati karena bacokan senjata tajam) atau sengaja "meguru/berguru" pada orang sakti untuk menambah kepercayaan diri.

Para preman itu akan bergerak dan memungut jasa keamanan terutama pada para pedagang kaki lima yang berdagang di pinggir jalan. Pajak jalanan yang mereka kuasai menjadi jaminan keamanan. Meskipun ketika tiba- tiba muncul petugas trantip mereka tidak peduli dan cenderung main aman.

Sekitar tahun 1980 -- an pada sebuah operasi petrus (penembak misterius) pernah terjadi pembersihan preman- preman yang disasar terutama mereka yang bertato. 

Para preman itu tentu saja kocar- kacir dan bersembunyi agar tidak dijadikan sasaran penembak misterius. Mayat- mayat preman itu sering bergelimpangan di pinggir jalan dan dibiarkan tergeletak. Para warga masyarakat yang berinisiatif menguburkan mereka di pemakaman umum.

Para preman itu akan terus ada ketika ketimpangan sosial masih nyata terjadi. Kaya miskin, kuat lemah pengangguran yang tinggi, lahan pekerjaan yang sempit. Sebetulnya bukan masalah lahan pekerjaan yang sempit saja tetapi banyak orang yang ingin mendapat uang tanpa harus- susah susah bekerja. Pola pikir semacam itu yang membuat premanisme subur dan susah penanganannya.

Ada semacam mafia, perputaran lingkaran setan yang susah ditebas sehingga sampai sekarang masalah premanisme masih sudah dicarikan solusi pemecahannya.

Nah Bang Anies di zaman Anda rasanya preman berbahagia karena kebebasan meminta jasa di pengkolan, di jalan- jalan protokol, dipusat perbelanjaan seperti tumbuh subur. 

Berapa orang yang sengaja berkerumun di pengkolan, di persimpangan jalan.Tanah Abang yang zaman Jokowi dan Ahok sempat ditertibkan kini kembali menjadi bancaan para preman. Parkir pinggir jalan kembali subur.

 Maka lalu lintas jalan yang ruwet kembali hadir di ibu kota ini. Anda bisa jadi pahlawan bagi masyarakat yang ingin bahagia tanpa dibayng-bayangi peraturan ketat seperti halnya Singapura.

"Kenapa harus tertib jika ujung-ujungnya tidak bahagia" Begitulah sejumlah orang Jakarta berpikir.

"Macet- macet sedikit tapi masih bahagia begitu?!" Nah lho istilah apa itu.

Jasa para pengatur jalanan juga tidak sedikit, cukup merelakan uang gopek maka lancarlah melewati belokan yang super duper ruwet. Para pemotor seperti tidak ingin mengalah dan ingin cepat sampai tujuan. 

Maka budaya antre seperti dilupakan, kalau bisa di depan mengapa harus di belakang menunggu sabar sampai ubanan, begitulah mungkin prinsip para pengendara motor di gang, di jalan sempit di lampu merah. Pedestrian, trotoar terjang saja, tidak peduli ketika beton- beton trotoar patah -- patah dan hancur yang penting bisa cepat sampai tujuan.

Para pejalan kaki di Jakarta kenapa sepi ya.."sudah ada ojol kenapa harus capek- capek jalan kaki sih?"

Lagian jalan kaki di trotoar Jakarta bikin jantung deg-degan. Tiba tiba dari belakang motor merangsek dan mengklakson. Giliran diomeli malah ganti diomeli apalagi pengendara motornya emak -- emak wah mendingan ngalah deh. Hehehe.

Begitulah Bang Anies anda berhasil membahagiakan para preman, para pengguna jalanan yang memang alergi pada peraturan dan pengin cepat sampai. Trotoarnya tidak perlu hiasan yang bagus toh sebentar lagi juga akan rusak oleh terjangan roda ban para pemotor. Bahagia warganya maju kotanya ya maju para premannya yang bebas memungut pajak di jalanan dan pengkolan.

Sepenggal Harapan untuk Gubernur Jakarta

Jutaan motor setiap hari memenuhi hampir semua jalanan baik di jalan raya maupun gang- gang sempit.Para preman pun akhirnya menemukan kenyamanannya bekerja tanpa ada tekanan dari abang terutama yang berprinsip para warganya bahagia. Meskipun mimpi sebagai metropolitan yang tertib nyaman dan udara bersih seperti Singapura rasanya terasa utopis. 

Jakarta kembali terkenal sebagai kota dengan tingkat pencemaran udara tertinggi hampir mirip seperti di Mexiko City, Bangkok dan kota- kota lainnya yang tingkat polusinya tinggi.

Ini tentu menjadi PR bagi anda. Mau menjadi kota bersih dan tertib atau yang penting masyarakat dan warganya bahagia meskipun kesehariannya harus menabrak aturan, membiarkan premanisme tumbuh subur dan membebaskan lahan terbuka hijau untuk kegiatan ormas masyarakat. 

Bahkan andapun masih bisa nyaman jalan- jalan ke luar negeri meskipun tanpa wakil yang ikut mengatur roda pemerintahan. Ini Masukan warga lho. Warga yang mencoba mencintai kotanya.

Menjadi tertib dan bermartabat itu susah ya...sebab tentu akan membuat kenyamanan warga sebelumnya terganggu. Tetapi jika anda keras  di awal maka lama- lama warga terbiasa tertib dan teratur bukannya lebih bagus? 

Masalahnya anda memilih membahagiakan warga dengan kebebasan melanggar peraturan,membiarkan pelanggaran kecil terjadi asal tetap bisa bahagia. Bagaimana ini Bung Anies. Masukan saya, warga Jakarta, cari solusi agar Jakarta menjadi kota bahagia tetapi sekaligus kota tertib dan bebas polusi. Bisa?!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun