Kurangkul
kudekap lembut
 kudengar detak jantung
Lalu kurasakan kehangatan tubuhmu
Apakah yang kau tangiskan?
Apakah yang kau sedihkan?
Bukankah sudah kucurahkan semua perhatian untukmu
Tidak lagi tersisa kecuali kelelakianku yang tetap kupertahankan
Terkadang kau mengejutkanku dengan segala emosimu yang membuncah
seperti tanpa sebab, seperti tanpa aba- aba
meletus begitu saja
lalu aku diam
 apakah setiap kataku adalah belati?!
apakah setiap ekspresiku sering menerjang simpul emosimu?!
tersedu dan akhirnya membuncah tangis membandang.
Kupeluk lembut kekasihku
aku ingin mendengar katamu dalam sebentuk peluk sayang
Apakah yang salah dari segala raut mukaku
Apakah kata- kataku dengan keras meninju relung kalbumu
Kalau diam dan hanya menangis bagaimana aku tahu kau tengah nelangsa
Masih dengan mata berkaca- kaca
Kau membisikiku lewat lubang kupingku sebelah kiri
"Kau terlalu asyik dengan dengan dirimu dan segala imajinasimu"
Tersentak hatiku
Ternyata kau lebih suka membisikkan lembut narasi puisi
Lewat bahasa tubuh
Sebab perempuan lebih suka perhatian daripada sekedar rayuan gombal
"Kau terlalu romantis untuk orang lain tetapi tidak pada diriku
Coba kapan kau hadiahkan satu puisi untukku?"
Oh, Bukankah kau lebih menyukai pelukan daripada sekedar puisi
"sekali-sekali puisi juga penting, Â Agar gairah cinta terus bersemi"
Jadi kau memilih puisi atau pelukan?
"Dua- duanya"
Jakarta, 16 Mei 2019
@jokoDwi