Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pemufakatan Jahat Melenyapkan Orang Baik

15 April 2019   14:12 Diperbarui: 15 April 2019   14:18 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nasional.kompas.com

Manusia tidak henti - hentinya melakukan kejahatan, konspirasi, permufakatan untuk meraih kemenangan dengan cara-cara buruk dan jahat. Media sosial menjadi media aktif untuk mendiskreditkan manusia baik yang digaungkan terus menerus untuk membungkam orang baik.

Upaya pembunuhan karakter terus dilakukan agar orang baik tenggelam dan yang jahat merasakan kemenangan. Orang-orang politik yang merasa terancam, pengusaha- pengusaha yang mengandalkan sogokan dan cara- cara meraih keuntungan tentu akan setuju menggelontorkan modal untuk membunuh karier orang baik tersebut. Dengan berbagai cara. Meskipun secara KTP mereka beragama, secara lahir kelihatan menguasai ajaran agama, tetapi niat buruk untuk menang secara illegal tentu membuat manusia cacat karakter. Rupanya orang- orang politik sudah kebal oleh makian, orang- orang plitik sudah sangat kenyang cercaan. Demi uang dan kekuasaan harga diri bisa disimpan di pantat atau telapak kaki.

Sungguh luar biasa usaha manusia untuk menjadi penguasa. Demi kekuasaan sengaja membelah diri menjadi oposisi tanpa pernah sekalipun menjadi musuh yang kritis tetapi obyektif. Segala cara bahkan dengan fitnah menyebarkan berita yang hanya ia dengar dari mulut ke mulut.

Tulisan di Kompasiana pun agaknya sudah mulai tercemar dengan gaya penulisan fitnah yang tidak perlu fakta cukup emosi dalam jiwa. Maka orang- orang pintar yang dibekali ilmu untuk menyumbangkan pikiran bermain api dengan menulis gaya bebas dengan sumber-sumber yang hanya hadir dari media maya.

Rupanya dunia jurnalistik boleh jadi berduka. Kematian berita obyektif, yang seharusnya dilakukan dengan cara cek dan ricek seolah lenyap. Semua orang boleh bicara, menulis berdasarkan hasrat keberpihakan. Semua orang boleh mencaci tanpa perlu melihat dirinya sendiri. Mengkritik adalah hal mudah karena cukup mencaci dan mencari kelemahan orang.

Tahukah, untuk menjadi kritikus seseorang harusnya sudah mulai tahap paling bawah. Metode jurnalistik, metode penulisan dengan dasar ilmu kuat menjadi landasan seseorang disebut kritikus. Tetapi sekarang menjadi kritikus itu mudah. Cukup menulis di platform blog, membuat judul sensasional, mengulak - ulik kelemahan tokoh dengan ilmu utak atik gathuk.

Dengan gagah anda bisa menganalisis foto, tingkah polah politisi dan dengan yakin bisa menebak gesture pemimpin lalu menyimpulkan  dengan cara sok pinter. Anda cukup rajin menulis tulisan bombastis dengan judul judul sensasional. Tidak perlu mencari referensi tulisan yang banyak ungkapkan saja kemarahan dan keberpihakan tentu tulisan akan viral dan dilirik.

Ramai-ramai dalam tahun politik orang-orang menulis tentang politik, adab pemimpin dan mencatat setiap kata perkata pemimpinnya. Dengan sedkit ilmu agama lalu mengulik kasus lalu dikonfrontasi dan dikaitkan dengan sudut pandang agama, jadilah bahan bacaan seru, mengenyangkan sekaligus membuat ingin muntah.

Orang baik memang harus dibenci tidak boleh diberi kesempatan mengubah karakter bangsa yang terlanjur rusak. Seperti sinetron orang baik tetap menjadi obyek penderita yang dibully diperkusi dan disasar untuk dijadikan sansak kejahatan. Dan Lagi lagi banyak orang dengan konspirasi seperti itu. Seperti ada kepuasan bila ada drama, ada tragedy ada korban yang membuat orang ingin mengikuti episode berikutnya. Seperti pertandingan sepak bola El Clasico antara Barcelona dan Real Madrid, Liverpool melawan Manchester United. Yang ditonton selain keseruannya juga dramanya. Manusia umumnya suka yang drama- drama meskipun mengorbankan logika.

Tulisan di Kompasiana pun rasanya begitu konflik politik, drama politik sangat seru. Dan tulisan- tulisan bagus berkualitas yang mendaraskan kebaikan kadang hanya dilirik sedikit orang jauh kalah dengan sensasi politik yang gaungnya bisa meruntuhkan emosi massa.

Tetapi itulah realitanya yang banyak dibaca adalah cerita yang bernilai komentar tinggi yang bisa menimbulkan adrenalin bagi pembacanya dan menjadi bahan diskusi seru, di cakdruk, di kafe, warung kopi, angkringan. Tidak peduli orang saling cakar-cakaran karena itulah. Media sekarang mulai goyah, tidak lagi cantik dengan kata- kata indah bersayap. Tulisan to the point yang mengacak-acak akhlak dan perilaku pemimpin jauh lebih laku. Saya pernah menulis dan selalu merangkak di tangga populer, tetapi setelah itu setelah sejenak diam dan kembali  ke tulisan biasa tulisan menjadi sepi...

 Entah tapi itulah saya sebagai penulis tetap berjuang untuk orang baik. Karena bagaimanapun menderitanya jauh lebih baik meninggalkan goresan kebaikan meskipun harus sepi pujian. Menulis itu sebuah perjuangan untuk mengkampanyekan kebaikan, tidak menonjolkan fitnah. Saya tidak berani mengritik tanpa dasar kuat. Jokowi baik, Prabowo baik yang tidak baik itu adalah orang orang yang telalu memujanya hingga akhirnya harus menggunakan cara fitnah demi meraih kemenangan yang sudah dirindukan lama. Kalau menulis hanya berdasarkan sumber sepihak mending libur menulis.

Sudahi yuk polemik, tenangkan pikir mari berjabat tangan. Tapi tanpa polemik dan sensasi tulisan menjadi sepi juga. Dilema betul. Hahaha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun