Mohon tunggu...
Dwi Argo
Dwi Argo Mohon Tunggu... -

sehari-hari menjadi pencari makna...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kendaraan Kaki Empat

8 Agustus 2011   05:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:59 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Dengarkan ya, le... beja-bejane wong urip, isiih luwih beja wong kang eling lan waspada..."

"Ah, simbah sok tahu... !!"

"Heh, kamu itu piye to!? Saiki jaman edan, le... wis tumeka ing wolak-waliking jaman... Kowe aja melu-melu ngedan!!!"

"Enggak, mbah... Aku masih waras, kok. Tenang aja."

Simbah sudah terlebih dulu menuduh Suleman keblinger. Sejak punya mobil Nissan keluaran terbaru, di mata simbah, Suleman banyak berubah.  Barangkali simbah mengenang dirinya sendiri saat dulu seusia Suleman, ia  masih menunggang kerbau sambil main seruling. Mirip apa yang terlukis di  lukisan-lukisan anak gembala yang terpampang di rumah-rumah kuno itu.  Wajar saja simbah kuatir. Sekaya-kayanya simbah, tak pernah merasakan  kendaraan roda empat. Bahkan setiap kali diajak Suleman sekadar jalan-jalan, simbah selalu menolak, karena belum berangkat saja sudah pening dan mual mau muntah. Pernah ia terpaksa naik angkot saat mengunjungi Suleman di kota besar sebelah kampungnya. Simbah bersimbah keringat hampir pingsan karena ulah sopir yang berangasan  mengemudikan angkot itu. Simbah trauma.

Sekalipun suspensi kendaraan  roda empat memang empuk, namun bagi simbah, kendaraan kaki empat  tetap yang paling nyaman. Kerbau. Dari kerbau itulah sebenarnya Suleman  bisa seperti sekarang. Kerbau yang direlakan simbah untuk menyekolahkan  Suleman, cucu kesayangannya.

"Aku tak ingin anak-cucuku hidupnya susah seperti simbah..." wejangnya  kala itu.

"Mbah, cita-cita simbah kan sudah kesampaian. Sekarang aku sudah jadi  orang, mbah... Sudah sukses. Ini juga berkat simbah. Lha kenapa to, simbah  malah marah-marah."

"Kau harus membedakan mana marah mana kuatir, le... Ingat kamu itu  masih muda."

"Kuatir kenapa to, mbah?"

"Simbah menjual kerbau dan sebidang sawah untuk membuatmu menjadi  orang bener, orang sukses. Bukan orang yang keblinger, lali !! Bukan orang  yang berduit lalu kemaki ra karuan genah'e..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun