Mohon tunggu...
Dwi Klarasari
Dwi Klarasari Mohon Tunggu... Administrasi - Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

IG: @dwiklara_project | twitter: @dwiklarasari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pendonor Darah

24 Agustus 2020   13:16 Diperbarui: 24 Agustus 2020   13:12 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto:  Michelle Gordon -- pixabay.com

'Donor darah itu membuat tubuh lebih sehat' demikian penjelasan Rado saat dahulu membujuk Murni untuk jadi pendonor darah. Dokter muda aktivis karya kemanusiaan itu lantas mengajak Murni bergabung dalam komunitas pendonor darah langka. 

'Orang-orang berdarah langka seperti kita sering kali kesulitan cari pendonor, bahkan meskipun telah berada di ujung maut. Kita harus saling menolong' begitu bujukannya. Hati Murni tergerak. 

Nyatanya setelah beberapa tahun menjadi pendonor, hidup Murni tampak lebih bahagia. Misi komunitas tak hanya mendonorkan darah, tetapi juga saling meneguhkan serta berbagi kasih. Murni seperti menemukan keluarga baru. Kelamnya masa lalu nyaris tak lagi diingatnya.

"Sudah sampai rumah sakit Non? Cepat temui aku di depan IGD!" suara Rado di ujung telepon memberi instruksi. Murni mematikan ponsel dan bergegas meninggalkan lapangan parkir. Wajahnya yang ayu terlihat berseri-seri. 

Ia selalu menjaga kondisi fisik dan stamina agar darahnya siap diambil bilamana mungkin. Menjadi pendonor dadakan bukan hal baru baginya. Bahagia bisa menolong sesama, ungkapnya selalu. Melihat ketulusannnya, bahkan jarum suntik pun seolah-olah segan memberinya rasa sakit.

Di depan ruang gawat darurat, langkah Murni terhenti. Dari dinding kaca terpantul sosok pria tujuh puluhan yang terbaring tak sadarkan diri. Sesaat mesin waktu mengirim kembali tragedi yang nyaris terkubur dalam benaknya. 

Ibunya meninggal dalam usia muda. Ibunya mati merana. Suaminya, pria yang terbaring di atas brankar itulah yang membuatnya merana. Pria itu meragukan cintanya, bahkan mengusirnya dengan tuduhan berselingkuh. Puteri yang mewarisi darah langka dari tubuhnya pun tak pernah diakui sebagai darah dagingnya. 

Dari balik kaca Murni kembali menelusuri tubuh tua penuh luka itu. Dadanya terasa sesak. Batinnya berperang hebat. Haruskah kudonorkan darahku? Masih perlukah pria itu kusebut sesama manusia? 

Depok, 24 Agustus 2020

Catatan: Cerpen ini pernah diterbitkan dalam kumpulan Pentigraf

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun