Mohon tunggu...
Dwi Isnaini
Dwi Isnaini Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mompreneur yang menyukai dunia tulis menulis

Owner CV Rizki Barokah perusahaan dalam bidang makanan ringan. Penulis buku "Karakter Ayah Pebisnis untuk Sang Anak Gadis"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hasad yang Dilarang dan yang Diperbolehkan

11 Mei 2022   06:24 Diperbarui: 11 Mei 2022   17:20 5500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Madaninews.id

Dalam kehidupan bermasyarakat kita sering mendengar kata hasad. Hasad kepada teman, kepada tetangga dan kepada yang lain. Pada saat saya masih sekolah dulu juga ada teman yang nyeletuk "iri tanda tak mampu". Apa itu arti kata hasad? Dan apakah kita boleh mempunyai rasa hasad?

Kata hasad berasal dari bahasa Arab yang artinya iri atau dengki. Iri atau dengki adalah sebuah emosi yang timbul karena kurang bersyukur dengan apa yang dimilikinya dan cemburu atas apa yang didapatkan atau dimiliki orang lain.

Imam Shamsi Ali, director Jamaica Muslim Center NYC membedakan arti kata iri hati dengan dengki sebagai berikut; Iri hati merupakan rasa tidak nyaman atas sebuah kelebihan yang Allah berikan kepada orang lain. 

Iri hati juga kerap terjadi ketika kelebihan orang lain dianggap sebagai ancaman, saingan, atau halangan bagi diri sendiri untuk memiliki kelebihan yang sama. Sedangkan dengki adalah perasaan ketidak nyamanan di hati melihat kelebihan orang lain. Tidak hanya merasa tidak nyaman, tetapi juga cenderung berusaha agar kelebihan orang lain itu dihilangkan, dengan cara apapun.

Menurut ahli hikmah, hasad itu bisa dilihat dari lima ciri yaitu: membenci suatu nikmat yang nampak pada orang lain; murka dengan pembagian nikmat Allah; bakhil (kikir) dengan karunia Allah,  padahal karunia Allah itu diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya; tidak mau menolong wali Allah (orang yang beriman) dan menginginkan hilangnya nikmat dari mereka; menolong musuhnya yaitu iblis.  

Allah SWT melarang hambanya untuk bersikap hasad, sebagaimana firman-Nya dalam surah An-Nisa ayat 32, "Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."

Dari ayat diatas jelas bahwa iri hati itu dilarang oleh Allah. Akan tetapi, ada dua jenis iri yang diperbolehkan yang disebut dengan ghibtah. Dari Ibnu Umar r.huma, berkata bahwa Rasulullah Bersabda: "Tidak diperbolehkan hasad (iri hati) kecuali terhadap dua orang: Orang yang dikaruniai Allah (kemampuan membaca/menghafal Alquran). Lalu ia membacanya malam dan siang hari, dan orang yang dikaruniai harta oleh Allah, lalu ia menginfakannya pada malam dan siang hari." (Hr. Bukhari, Tarmidzi, dan Nasa'i).

Perbedaan antara hasad dan ghibtah yaitu: hasad adalah jika seseorang mengetahui ada orang lain memiliki sesuatu, maka ia ingin agar sesuatu itu hilang dari orang itu, baik ia sendiri mendapatkannya atau tidak. 

Sedangkan ghibtah ialah seseorang yang ingin memiliki sesuatu secara umum, baik orang lain kehilangan atau pun tidak. Ghibtah dalam urusan dunia dibolehkan, sedang dalam masalah agama adalah mustahab (lebih disukai).

Mari kita simak kisah lelaki Anshar yang dikabarkan Nabi sebagai penghuni surga. Kisah ini direkam dan ditulis dengan baik oleh Imam Ahmad dengan sanad shahih.

***

Dari Az-Zuhri ia berkata, Anas bin Malik mengabarkan kepadaku bahwa ia berkata, 'Ketika kami sedang duduk Bersama Rasulullah , beliau bersabda, "Sekarang, lelaki dari penduduk surga akan muncul di hadapan kalian." Maka muncullah seorang lelaki dari kaum Anshar, jenggotnya masih basah karena air wudhu, sambil menggantungkan kedua sandalnya di tangan kirinya.

Pada keesokan harinya, Nabi mengucapkan perkataan yang sama, dan muncullah orang itu lagi dengan kondisi yang sama seperti hari sebelumnya. Pada hari ketiga, Nabi lagi-lagi bersabda seperti itu juga, dan orang tersebut juga muncul dengan kondisi yang sama.

Tatkala Nabi berdiri (pergi) maka Abdullah bin 'Amr bin Ash membuntuti orang yang dimaksudkan Rasulullah tersebut lalu berkata kepadanya, "Aku sedang ada masalah dengan ayahku, dan aku bersumpah untuk tidak menemuinya selama tiga hari. Jika kamu berkenan, aku ingin menginap di rumahmu selama tiga hari." Orang tersebut menjawab, "Silahkan."

Abdullah bin Amru bin Ash pun menginap di rumah orang tersebut selama tiga malam. Namun, ia sama sekali tidak melihat orang tersebut mengerjakan shalat malam. Hanya saja jika ia terjaga pada malam hari dan mengubah posisi tidurnya, ia senantiasa berzikir kepada Allah dan bertakbir, hingga akhirnya ia bangun untuk shalat Subuh. Abdullah tidak pernah mendengar ia berucap kecuali kebaikkan.

Tatkala berlalu tiga hari menginap di rumah orang itu dan hampir saja Abdullah meremehkan amalan orang tersebut, maka Abdullah berkata kepada orang tersebut, "Wahai hamba Allah, sesungguhnya tidak ada permasalahan antara aku dan ayahku, apalagi mendiamkannya. Akan tetapi, aku mendengar Rasulullah berkata sebanyak tiga kali. "Akan muncul sekarang kepada kalian seorang penduduk surga." Lantas engkau muncul.

Aku pun ingin menginap bersamamu untuk melihat amalanmu untuk aku teladani. Namun, aku tidak melihatmu banyak beramal. Lalu apakah yang telah mengantar engkau (menjadi penghuni surga) seperti yang disabdakan Rasulullah ?"

Orang itu menjawab, "Tidak ada, kecuali amalanku yang sudah engkau lihat."

Tatkala Abdullah hendak berpaling pergi, orang itu memanggilnya dan berkata, "Amalanku hanya sebatas apa yang engkau lihat, hanya saja aku tidak pernah menyimpan rasa dengki kepada seorang muslim pun dalam hatiku. Aku juga tidak pernah hasad kepada seorang pun atas kebaikan yang Allah berikan kepadanya."

Abdullah berkata, "Inilah amalan yang mengantarkan engkau (menjadi penduduk surga), dan ini pula yang tidak kami mampui."

***

Mari kita hilangkan hasad karena itu merupakan penyakit hati. Dan marilah kita tanamkan ghibthah dalam kehidupan kita sehari-hari agar kita lebih bersemangat dalam berbuat kebaikan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun