Mohon tunggu...
Dwi Fuztihana
Dwi Fuztihana Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca adalah jendela dunia, dan menulis adalah pintunya

Ibu bekerja, dengan 5 orang anak, yang ingin selalu belajar dan belajar. Hobby membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibuku, Guru Dunia Akhiratku

6 Desember 2020   17:10 Diperbarui: 6 Desember 2020   17:33 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Nduuuk….gimana, sepertinya kamu kok jarang cerita sama ibu, kamu baik-baik saja kan?” tanya ibuku saat beliau berkunjung ke rumahku.

“Iya bu, aku baik-baik saja.” Jawabku singkat. Aku tak ingin bercerita panjang lebar tentang hubunganku dengan suamiku, aku juga tidak ingin menambah beban pikiran ibuku.

“Kalo ada masalah dalam rumah tangga, sebaiknya kamu selesaikan dengan baik ya, digelar, digulung, digelar, digulung, (dipertimbangkan). Selalu ingat kebaikan-kebaikan suamimu dibandingkan mengingat kekurangannya.” Ibu melanjutkan nasehatnya dan sepertinya ibu tahu bahwa aku sedang ada masalah dengan suamiku.

“Iya bu, aku tahu itu, aku juga tidak suka memendam masalah sampai berlarut-larut. Aku lebih suka menyelesaikan masalah secepat mungkin. Ibu tahu kaan, aku bukan tipe wanita yang kalo ada masalah sedikit-sedikit minta pulang atau pisah dari suamiku.” Jawabku berusaha meyakinkan ibu bahwa aku baik-baik saja.

“Syukurlah kalo begitu nduuuk” ibu pun tersenyum sambil memandangku.

Yach, begitulah sikap ibuku terhadap anak-anaknya. Seorang ibu yang bijaksana, sabar dan tidak mencampuri urusan rumah tangga anak-anaknya, dan selalu memberi nasehat tentang kebaikan-kebaikan. Ibuku, adalah sosok wanita yang lembut, sabar, tabah dan penuh suri tauladan.  Seperti halnya seperti sekarang ini, ibuku lebih bijak dalam menyikapi wabah pandemi corona ini. Beliau lebih menekankan anak-anaknya untuk saling mendo’akan dan tidak mudah terprovokasi dalam menerima berita-berita yang belum jelas.


Meski aku tidak bisa mengingat betul semua peristiwa di masa kecilku bersama ibuku, namun ada beberapa moment-moment indah bersama ibuku di waktu kecil, yang masih membekas dalam ingatanku. Ibu yang selalu mengajarkanku tentang konsep KeTuhanan, kejujuran, kemandirian, kedisiplinan dan tanggungjawab.

Meskipun ibu tidak terlalu banyak memberikan nasehat selayaknya aku yang cerewet terhadap anak-anakku, namun dari perilaku ibu sudah terlihat bahwa ibu telah mencontohkan perilaku yang baik dan bisa menjadi suri tauladan bagi kesebelas anaknya. Ibu seorang wanita yang selalu ntrimo, tidak pernah mengeluh, tidak pernah menuntut kepada suaminya, selalu bertutur kata lembut dan kata-katanya selalu menyejukkan dan penuh dengan do’a.

Aku ingat betul, sebelum tidur, ibu selalu mendongeng tentang cerita para Nabi dan cerita lainnya. Ibu juga sering mengajarkan konsep ketuhanan dengan cara menyanyi dalam bahasa Jawa.

“Gusti Allah iku siji… 

“Ora ono kang madani…

“Gawe langit gawe bumi…

“Gawe wulan lan srengenge..”

(Allah itu satu, tidak ada yang menyamai, Allah yang menciptakan langit dan bumi, menciptakan bulan dan matahari).

Ada satu lagi lagu jawa yang sering dinyanyikan ibu,

“Bocah cilik-cilik, jejer larik-larik, sandangane resik, tumindake becik..

“Allah pengeranku, Muhammad nabiku, islam agamaku, Alqur an kitabku.”

Bukankah dengan sering memperdengarkan nyanyian di atas, ibu telah mengajarkanku tentang konsep keTuhanan, dan mengajarkan tentang akidah islam. Yang demikian itu lebih mengena bila diterapkan pada anak-anak balita, mengajarkan konsep keTuhanan dan keyakinan dengan melalui sebuah nyanyian, serta menggunakan bahasa ibu.

Saat aku duduk di Sekolah Dasar, kami selalu diajarkan melakukan pembiasaan-pembiasan yang baik. Setelah melaksanakan sholat maghrib kami dibiasakan untuk “Nderes” (mengaji Alqur’an), lalu belajar bersama kakak dan adik-adik. Setiap malam jumat kami dipandu oleh Bapak membaca surat Yasin. Meskipun aku sempat merasa keteteran karena saat itu aku belum lancar membaca Alqur’an. 

Pagi hari kami disekolahkan di Sekolah Dasar Islam, sore hari masih harus ngaji di madrasah. Kamipun masih punya banyak waktu untuk bermain karena dulu belum ada sekolah dengan sistem Full Day School. Melalui kegiatan sehari-hari tersebut, ibu telah mengajarkan aku tentang kedisiplinan dan tanggung jawab.

Ibu tidak pernah menuntut dan memaksa kami untuk menjadi yang terbaik di kelas. Ibu hanya membiasakan kami belajar setiap hari. Alhamdulillah kami semua anak-anak ibu selalu mendapat rangking di kelas.  Ibuku juga tidak pernah menuntut kami untuk menjadi profesi ini dan itu sesuai keinginan orang tua. Semua mengalir begitu saja, dan sebagian besar kami mempunyai potensi di bidang seni. Ada yang punya potensi di bidang seni lukis, seni suara dan seni tari. Orang tua kamipun memfasilitasi kami sesuai dengan minat dan potensi kami.

Tempat tinggal kami kebetulan berada di pinggir jalan raya. Orang tua kami berjualan dengan membuka toko kelontong. Kamipun bergantian mengurus dan menjaga toko. Saat aku duduk di kelas 3 SD, aku sudah mulai belajar berjualan. 

Malam hari aku diberi tugas oleh ibu untuk menginventarisir barang apa saja yang stocknya tinggal sedikit. Lalu aku disuruh pergi ke pasar untuk “Kulakan” (membeli barang untuk dijual kembali). Sampai di rumah akupun masih harus menghitung berapa harga pokok dan harga jual masing-masing barang. Mengelola uang hasil jualan di toko juga aku lakukan. Disini ibu telah mengajarkan aku tentang kejujuran dan tanggungjawab.

Ibuku juga mengajarkan aku untuk sering melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci piring dan pakaian, menyeterika, memasak, mengepel dan lain sebagainya. Sebagai anak kedua, aku sudah terbiasa membantu ibu dalam mengurus adik-adik dan membantu merawat adik bayi ketika ibu melahirkan.  Maklumlah, setiap 2 tahun sekali ibuku melahirkan anaknya. Dan alhamdulillah kesebelas anak ibu lahir dengan sehat dan normal.                            

Setiap bulan Ramadhan, kami selalu melaksanakan sholat tarawih dan tadarus di masjid, serta diajarkan untuk saling membantu dalam menyiapkan makanan di meja makan sebelum berbuka dan sahur. Ketika ibu dan bapak pergi ke luar kota dalam beberapa hari, aku yang  selalu diberi kepercayaan untuk mengelola pekerjaan rumah tangga dan mengelola keuangan padahal aku adalah anak kedua, sementara ada kakak perempuanku. 

Aku belajar bagaimana mengurus rumah tangga walaupun secara sederhana, sementara aku harus mengurus adik-adik juga. Lagi-lagi ibu selalu mengajarkanku tentang kejujuran, kemandirian dan tanggung jawab.

Dengan berbekal ilmu yang telah aku dapat dari ibuku, kini aku telah menjalani hidup mengarungi bahtera rumah tangga selama 20 tahun bersama suami dan kelima anakku. Hidup sederhana, dengan suami yang bijaksana dan anak-anak yang sehat, normal dan insya Allah sholeh sholehah. Aamiin. Hanya satu yang kuinginkan, dan menjadi harapan orang tuaku, yaitu membina keluarga yang Sakinah, Mawaddah wa Rahmah,

Meskipun ibuku bukan seorang guru, namun ibuku adalah sekolah pertamaku. Ibuku yang telah mengajarkanku tentang akidah dan keyakinan, mengajarkan tentang kosep keTuhanan, kejujuran, kedisiplinan, kemandirian dan tanggung jawab. Semua itu adalah ilmu tentang bekal bagaimana aku bisa bertahan hidup dan bisa tetap kuat dalam mengarungi bahtera rumah tangga yang penuh suka dan duka.

Ibuku telah mengajarkanku bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara. Dan selalu mengingatkanku bahwa tujuan akhir kita adalah akherat. Jadi apa yang diajarkan oleh ibuku selalu berorientasi pada urusan akherat. Ibu selalu mengajarkanku untuk menjadi orang yang istiqomah, selalu lurus di jalan-Nya, tidak mudah terbawa arus dengan urusan dunia, tidak mudah menghalalkan segala cara untuk mendapatkan segala keinginan.

Aku yang sekarang, adalah hasil didikan ibuku di waktu kecil. Bersyukur dan bangga bisa menjadi anak yang terlahir dari rahim ibuku. Hanya do’a yang bisa kupanjatkan, semoga ibu selalu diberi kesehatan dan keselamatan di dunia maupun di akherat.  Akupun berharap bisa meneladani ibuku untuk menjadi suri tauladan yang baik bagi anak-anakku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun