Mohon tunggu...
Dwi Aprilytanti Handayani
Dwi Aprilytanti Handayani Mohon Tunggu... Administrasi - Kompasianer Jawa Timur

Alumni Danone Digital Academy 2021. Ibu rumah tangga anak 2, penulis konten freelance, blogger, merintis usaha kecil-kecilan, hobi menulis dan membaca Bisa dihubungi untuk kerjasama di bidang kepenulisan di dwi.aprily@yahoo.co.id atau dwi.aprily@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisah 1 Syawal Dua Versi

9 Mei 2023   12:42 Diperbarui: 9 Mei 2023   13:07 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Si bungsu juga ragu-ragu mendukung ide Ayahnya berlibur ke Yogya, padahal sebenarnya Ramadan trip kemarin belum puas bener. Masih ingin ke Heha Ocean View, Parangtritis, Prambanan, Tebing Breksi. Ya udah deh akhirnya batal ke Yogya, dan di hari Minggu memutuskan main ke sekitar Jawa Timur yang nggak terlalu jauh dari rumah. Pemandian Pacet tujuannya, duh di sini dapat pengalaman ngga enak banget.

Loh meski lebaran dua versi, jalanan masih aja padat, sempat terjebak kemacetan di beberapa titik. Setiba di gerbang bayar HTM per orang 15 ribu, retribusi mobil 5 ribu tapi ternyata parkir di dalam masih kena palak 20 ribu berkedok "sekalian cuci mobil." Masuk lokasi pemandian bayar lagi, tapi ngapain masuk kalau nggak ingin berendam di pemandian air panas.

Saya dan suami nunggu anak-anak di luar lokasi kolam, nyari tempat duduk susah, ngga ada pemandangan apa-apa selain orang jualan. Beneran ilfil dibuat. BeTe berat. Libur lebaran kami gini amat. Ngga ada makanan khas lebaran masa kecilku dulu semacam opor ayam, sayur bambu muda, telur bumbu petis, sambal goreng hati sapi dan kentang atau ketupat. Ingin menikmati pengalaman lebaran yang seru dan mengasyikkan tinggal wacana yang belum tamat.

Ingatan saya terlempar ke masa lalu, ketika almarhumah mama bercerita jika anak-anak tetangga depan rumah tak pernah pulang di hari raya atau sebelumnya, karena mereka memilih berwisata. Saya sempat bercerita sekilas jika di perumahan rata-rata para tetangga juga mudik usai sholat Idulfitri.

Saya sempat bertanya ke mama apakah boleh jika kelak mudiknya usai lebaran saja, sebab merepotkan banget naik kendaraan umum saat berpuasa, toh hampir setiap bulan saya menjenguk beliau. Raut wajah mama saat itu menunjukkan gurat kecewa meski yang terlontar dari bibirnya "Terserah aja, mana yang tidak memberatkanmu" Mengingat percakapan itu membuat saya menyesal dan sedih saat ini. Tanpa kehadiran orang tua dan hiruk pikuk mudik hidup terasa sepi.

Libur lebaran pun nggak semenarik yang dibayangkan. Ah namun saya tak mau terpuruk lebih lama, tersadar bahwa pengalaman lebaran tahun ini bisa menjadi pelajaran, bahwa meski tak bisa menikmati liburan seru dan telah yatim piatu, saya masih memiliki keluarga inti.

Berapa banyak orang yang melalui lebaran dalam kondisi mengenaskan. Jika saya merutuk terus menerus karena libur lebaran yang tak berkesan rasanya percuma berpuasa Ramadan.

Saya mungkin tak bisa memutar waktu untuk kembali dan memperlakukan kedua orang tua lebih baik lagi, namun saya masih bisa mengoptimalkan hari-hari untuk beramal dengan niatan untuk orang tua serta diri sendiri.

Satu lagi, mudah-mudahan tahun depan bisa merasakan vibes lebaran di Yogyakarta, syukur-syukur bisa beriktikaf hingga Syawalan di Jogokariyan yang sudah membuat kami jatuh cinta dengan vibes Ramadannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun