Mohon tunggu...
Dwi Aprilytanti Handayani
Dwi Aprilytanti Handayani Mohon Tunggu... Administrasi - Kompasianer Jawa Timur

Alumni Danone Digital Academy 2021. Ibu rumah tangga anak 2, penulis konten freelance, blogger, merintis usaha kecil-kecilan, hobi menulis dan membaca Bisa dihubungi untuk kerjasama di bidang kepenulisan di dwi.aprily@yahoo.co.id atau dwi.aprily@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Surat 700 Kata untuk yang Tercinta

9 Mei 2021   07:50 Diperbarui: 9 Mei 2021   08:24 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teras rumah tempat bercengkrama, Dokpri

Assalamualaikum Mama, Papa, Adik tercinta

Aku menulis surat ini sepulang tarawih. Sebelum 2020, tahun-tahun sebelumnya H-4 seperti sekarang biasanya aku dan duo krucil sudah pulang kampung, turut rombongan mudik gratis dari Pemprov Jatim. Tapi sejak tahun lalu, Ramadan dan lebaran kita berjauhan ya, gara-gara pandemi.

Hari berganti, Ramadan seolah berlari. Ia tak mau sejenak berhenti, meski aku memohon berulang kali. Rasanya baru saja larut dalam euphoria diperbolehkannya tarawih berjamaah di masjid. 

Tiba-tiba saja kini waktu kian menyempit. Rasanya baru kemarin bersyukur memandang bulan baru 1 Ramadan, kini bulan menghitung hari menyambut Idulfitri. Apakah waktu bergulir lebih cepat dari biasanya? Satu jam serasa sedetik saja. Adakah kalian merasakannya juga?

Mama dan Papa pasti tahu, bertahun-tahun lalu, waktu aku masih seusia anak-anakku Idulfitri adalah saat yang paling kunantikan. Kue-kue kering khas lebaran bertebaran. Kadang sepekan sebelum lebaran aku dan kakak dijemput nenek terlebih dahulu. Saat-saat menjelang lebaran, nenek sibuk membuat kue kering dan kami turut membantu. Lumayan, kalau sudah datang waktu berbuka, Nastar dan Kaastengelsnya boleh diicip buat cemilan.

Tak terasa beberapa hari kemudian datanglah malam takbiran, kita merayakan malam lebaran dengan menyalakan kembang api. Atau kembang tetes yang nyalanya terang sekali. Tapi Mama dan Papa tak pernah mengizinkan kami membakar mercon, "terlalu berbahaya" kata Mama, dan kami pun mematuhinya.

Keesokan harinya sanak saudara berdatangan. Sambil membawa buah tangan. Kemudian kita menikmati hidangan khas lebaran. Opor ayam, sambal goreng hati kentang, telur petis, sayur manisa, masakan dari Bude Tik, ibunya mbak Yin yang jago masak apa saja. Perut keroncongan pun terhibur seketika. Dan saku-saku baju terisi penuh oleh amplop hari raya. Dari oom, pakde, bude, tante kadang dari tetangga juga. Deeek, ahaha kita mendadak kaya yaa..

Tahun berganti. Tak ada lagi ritual berlebaran di rumah nenek di Surabaya. Kita lebaran di rumah Mama tanpa Papa. Duduk di teras sambil bercengkrama. Memandang kembang api di angkasa yang memamerkan aneka warna. Takbir berkumandang di masjid dan musholla. 

"AllahuAkbar AllahuAkbar AllahuAkbar...Laa ilaaha ilallah huwAllahuAkbar AllahuAkbar walillahilhamd" disusul takbir keliling yang diiringi barisan remaja masjid membawa obor dan bedug bertalu berirama.

Keesokan harinya kita sholat Ied di masjid Al Ishlah. Lalu ketemuan sama Papa. Lanjut sungkeman sama Mama. Eh ya Dik, kamu anak yang paling berbakti pada orang tua. Usai sungkeman harus segera bekerja. Luar biasa dedikasimu, apotek memang ngga ada liburnya. Semoga kerja kerasmu berbuah pahala. Gajimu juga seluruhnya kamu haturkan untuk Mama. Sekarang pasti engkau menuai hasil jerih payahmu bertahun-tahun lamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun