Masih bingung dengan pembiayaan di perbankan syariah? Simak artikel ini baik-baik yaa...
Sebagian besar dari kalian pasti masih asing dengan kata murabahah, salam dan istishna'. Apa itu murabahah, salam dan istishna' ? murabahah, salam dan istishna' merupakan jenis-jenis dari pembiayaan syariah berdasarkan prinsip jual-beli.
Berdasarkan fatwa DSN-MUI/IX/2017 disebutkan bahwasannya murabahah merupakan akad jual beli suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Akad pembiayaan ini biasanya digunakan untuk pengadaan barang yang dibutuhkan oleh nasabah.
Akad salam merupakan akad jual beli suatu barang dengan cara pemesanan dimana harganya dibayar dimuka sedangkan barangnya diserahkan kemudian dalam jangka waktu yang telah ditetapkan (Arifin, 2006). Akad ini biasanya digunakan untuk produk pertanian dan sejenisnya.
Sedangkan pengertian akad istishna' adalah akad pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan penjual (Anshori, 2009).Â
Akad ini biasanya digunakan pada sektor manufaktur seperti pembuatan rumah dan sejenisnya karena barang yang diinginkan harus dibuat terlebih dahulu. Dalam akad ini pembayarannya bisa dilakukan di awal, di tengah maupun di akhir jangka waktu jatuh tempo.
Menurut saya sebenarnya ketiganya sama saja pembiayaan yang menggunakan prinsip jual beli, yang membedakan hanya penyerahan barang dan pembayarannya.Â
Jika itu murabahah maka barang harus ada dan jelas serta harga belinya juga harus diberitahukan, jika itu salam maka pembayaran harus dilakukan diawal dan barang diberikan diakhir jatuh tempo, sedangkan apabila itu istishna' maka pembayaran bisa dilakukan di awal, tengah ataupun di akhir dan barang diberikan di akhir masa kontrak.
Dari ketiga akad pembiayaan tersebut yang paling populer atau yang paling banyak dilakukan di Indonesia saat ini adalah akad jual beli murabahah. Kenapa seperti itu? Sebenarnya hal tersebut dapat dipicu oleh beberapa faktor salah satunya yaitu pemahaman sumber daya manusia yang ada dalam lembaga keuangan syariah tersebut terkait dengan akad-akad yang ada.Â
Menurut saya sebenarnya pembiayaan salam dan istishna' memiliki potensi penghasilan yang besar apabila dilkukan dengan benar. Seperti contohnya pembiayaan salam, apabila pemerintahan mendukung dengan membeli beras dari hasil akad salam pada bank syariah dan menetapkan harga minimal pembelian beras dari petani mungkin itu bisa menjadi solusi untuk kemakmuran para petani, karena kenyataannya banyak dari para distributor yang mengambil barang dari petani dengan harga yang terlalu murah sehingga petani hanya untung sedikit.Â
Jika seperti itu bank bisa melakukan pembiayaan salam dengan petani berupa beras pembayaran dilakukan diawal kemudian beras diberikan kepada bank saat panen atau sesuai waktu yang telah ditentukan, bank kemudian menjualnya pada pemerintah.Â