Mohon tunggu...
Liese Alfha
Liese Alfha Mohon Tunggu... Dokter - ❤

Bermanfaat bagi sesama Menjadi yang terbaik untuk keluarga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

2 Mei: Hari Pendidikan Nasional, Kelulusan SMA

3 Mei 2017   15:14 Diperbarui: 3 Mei 2017   15:22 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memaknai hari pendidikan yang bukan semata seremonial semata. Sejujurnya saya lupa kemarin adalah hari pendidikan, tepatnya lupa kalau kemarin tanggal 2 Mei.

Nama R.M. Suwardi Suryaningrat atau yang lebih populer dengan Ki Hajar Dewatara adalah seorang anak bangsawan yang pada masa kolonial Belanda menentang kebijakan Belanda yang hanya mengizinkan anak-anak keturunan Belanda dan kaum Priyayi yang mengenyam pendidikan. Ki Hajar Dewantara yang memang keturunan bangsawan sekolah sampai tingkat perguruan tinggi (STOVIA) meskipun tidak lulus karena sakit. Beliau lalu meneruskan cita-citanya dalam dunia jurnalistik. Melalui tulisan-tulisannya, Ki Hajar Dewantara menyuarakan kritik-kritik pedas kepada pemerintahan kolonial Belanda juga kepada para Inlander yang membantu penjajahan Belanda. Dari kiritikan yang dilancarkan, Ki Hajar Dewantara akhirnya diasingkan. Namun dalam pengasingannya, semangat beliau untuk memajukan kaum pribumi melalui pendidikan semakin menyala hingga kemudian mendirikan lembaga pendidikan yang bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa yang kemudian kita kenal sebagai Taman Siswa.

Itulah sepenggal biografi seorang Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional. Bisa sekolah, karena lahir dari keluarga bangsawan, tapi kemudahan yang didapat tidak lantas mematikan hati nurani nya untuk melihat ke bawah. Banyak anak-anak lain yang tidak dapat merasakan nikmatnya bersekolah. Sekolah hanyalah sebatas impian. Ki Hajar Dewantara melawan kesewenangan yang terjadi, bukannya surut dengan ancaman pengasingan, Ki Hajar Dewantara malah semakin giat mengejar ilmu pendidikan hingga kemudian bisa membuka sekolah Taman Siswa.

Lihatlah kemudahan apa yang bisa didapat oleh anak-anak Indonesia zaman sekarang, terutama mereka yang ada di kota-kota besar? Apakah ada ketakutan untuk menjemput ilmu di bawah kongkangan senapan penjajah?

Kemarin, sepulang kerja saya berpapasan dengan banyak rombongan pelajar SMA dengan kondisi seragam putihnya sudah penuh corat-coret, semprotan cat warna dan tidak menyisakan ruang berwarna putih lagi. Banyak rombongan. Kemudian saya baru tahu bahwa kemarin adalah hari kelulusan pelajar SMA.

Duhai adik-adikku. Itu baju masihlah bagus, saya rasa. Bahwa masih banyak anak-anak lain yang membutuhkan, saya yakin ada. Tidak sedikit pelajar lain yang kondisi bajunya mungkin tidak diganti dari tahun ke tahun naik kelasnya karena terkendala biaya. Saya juga yakin, diantara yang konvoi dengan baju berwarna-warni tadi juga bukan semuannya berasal dari keluarga mampu secara finansial. Kenapa lah kau tidak sedikit pun berempati ketika hari kelulusanmu sebagai wujud syukur? Itu baju bisa kau berikan bagi mereka yang membutuhkan, dan akan lebih banyak manfaatnya lagi dibanding setelah kau corat-coret hanya bisa kau pajang kemudian berdebu dan dijadikan kain pengelap. Tak usahlah kau berjuang seperti Ki Hajar Dewantara yang bahkan sampai diasingkan, karena memang masa kini berjuang tidaklah menghadapi penjajah.

lulus-590990efb67e613c05876eec.jpg
lulus-590990efb67e613c05876eec.jpg
Ketika kau mampu bersekolah, bersyukurlah dengan menjalaninya dengan sungguh-sungguh. Bukan hanya sekedar lulus. Karena diluaran sana, di bumi Indonesia yang sama kita pijak ini, masih banyak yang tidak mampu bersekolah karena keterbatasan biaya dan akses pendidikan. Belajarlah dengan segiat-giatnya, bukan hanya sekedar lulus. Karena kau tahu, setelah kau lulus, tanggung jawab nyatanya akan semakin berat kau bawa. Lulus SMA saja tanpa kemampuan hanya akan menambah panjang daftar pengangguran di bumi pertiwi ini. Kau bergembira dengan meluapkannya pada baju yang jadi tak putih lagi apakah akan membuat masa depanmu akan juga berwarna selepas ini? Tidak. Masa depan harus tetap diperjuangkan. Kapanpun era nya, masa depan tidaklah didapat hanya dengan bersenang-senang. Terlebih kalian merayakannya juga dengan berkonvoi kendaraan.

konvoi-kelulusan-620x352-590990162123bd30158b4567.jpg
konvoi-kelulusan-620x352-590990162123bd30158b4567.jpg
konvoi-2-jpg-59099055b67e618a01876eec.jpg
konvoi-2-jpg-59099055b67e618a01876eec.jpg
Duhai adik-adikku. Kalian tau berapa banyak yang merenggang nyawa di jalanan? Entah karena kelalaian diri sendiri ataupun imbas dari kelalaian pengguna jalan lain. Waraslah dalam berpikir. Kalau memang ingin merayakan kelulusan, silahkan di suatu tempat tanpa harus konvoi di jalan, mengganggu pengguna jalan lain. Helm tidak dipakai, entah punya kelengkapan surat atau tidak, melanggar rambu jalan dan ketika ada polisi malah ramai-ramai balik arah tanpa perduli ada kendaraan di belakang atau di seberang jalan. Duh, kalau gak sayang sama nyawa sendiri, pikirin deh orang tua di rumah.

Belum lagi nanti konvoi tadi ketemu sama rombongan dari sekolah musuh bebuyutan. Tawuran deh. Yakin, guru-guru kalian akan sedih sekali tahu kelakuan kalian ini. Saya pernah posisi di dalam bis, rombongan tawuran pelajar ngejer pelajar lain yang masuk ke bis yang saya tumpangi. Entah gimana nasib pelajar itu dan penumpang lain kalau sampai sopir bis gak gerak cepat dengan berani menghalau itu rombongan dengan tongkat besi.

Adik-adikku, perjuangan kalian dalam pendidikan belumlah selesai. SMA hanyalah awal perjuangan sesungguhnya. Ke depan mau jadi apa, dimulai ketika lulus SMA. Maka kelulusan sejatinya adalah gerbang masa depan kalian. Mau jadi wirausaha selepas ini, silahkan. Lanjut kuliah, bagus. Bergembira karena lulus, sah-sah saja. Tapi bijaklah dalam memilih cara merayakannya. Terlebih kemarin bertepatan dengan hari pendidikan nasional. Introspeksilah! Pendidikan sejatinya adalah merubah seseorang. Dari gelap menjadi terang, tidak tahu menjadi tahu. Pendidikan haruslah merubah jalan pikir dan sejalan dengan perangainya. Bahwa pendidikan haruslah merasuk kedalam tingkah laku si pendampuk ilmu. Dua belas tahun mengenyam pendidikan formal, tentu tidaklah sedikit yang diajarkan, baik itu ilmu eksakta, non ekstakta juga moral. Lulus bukan berarti berhenti belajar. Lulus adalah batas akhir dan awal perjuangan. Kalian adalah generasi penerus bangsa yang kelak akan melanjutkan perjuangan Ki Hajar Dewantara dan para pahlawan lainnya dengan cara kalian sendiri.

Itu tadi adalah apa yang sering saya jumpai di jalan saat hari kelulusan. Di media juga ada beberapa pelajar yang tahu caranya bersyukur dengan kelulusan. Seperti di jogja, mereka bersyukur dengan membagikan nasi bungkus kepada tukang becak, atau ada juga yang kerja bakti membersihkan pinggir pantai dari sampah. Banyak kegiatan positif lainnya yang bisa dilakukan sebenarnya. Jadi, berhentilah memaknai hari kelulusan dengan harus corat-coret baju dan konvoi di jalan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun