Mohon tunggu...
Dudi safari
Dudi safari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Literasi

Aktif di Organisasi Kepemudaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Jadi PSK Demi Sebungkus Susu Formula

12 Desember 2021   12:15 Diperbarui: 12 Desember 2021   17:41 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi shopee.co.id

Aku seorang perempuan sebut saja namaku Miliany, umurku baru belasan tahun pendidikan terakhir hanya sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Hidup di kampung rasanya tak perlulah bagiku untuk mencapai sekolah tinggi-tinggi karena kebanyakan orang kampung berpikir buat apa sekolah tinggi, toh akhirnya kalau anak cewek tetap tinggal di rumah ngurus anak, ngurus suami.

Oh ya, Aku seorang penyandang tuna rungu dan tuna wicara alias tuli dan bisu. Kadang ada rasa minder dalam diriku bergaul dengan teman sebaya yang Tuhan kasih kesempurnaan fisik, namun kata teman-teman sih wajahku gak jelek-jelek amat.

Masa remajaku tak benar-benar ternikmati karena saat aku beranjak usia 19 tahun, aku dinikahkan sama seorang lelaki pilihan orang tuaku. Awal mula berumah tangga layaknya pasangan yang lain semuanya menjadi begitu bahagia.


Suamiku menerima aku apa adanya, yaitu seorang istri yang bisu lagi tuli. Aku berusaha membahagiakan suami semampuku.

Setelah berjalannya waktu setahun sudah kami membina biduk rumah tangga, Tuhan pun mengarunia kami seorang bayi cantik.

Bertambah lagi kebahagiaan kami mungkin rumah ini tak sepi lagi karena akan sering terdengar tangis bayi. Namun kebahagiaan itu seperti tak mau lama bersamaku, gelombang itu pun mulai datang.

Suamiku mulai telat pulang ke rumah kadang sampai larut malam aku menunggunya, dia cuma bilang ada lemburan di pekerjaannya.

Ya, bagiku sih maklum aja dan coba memahami pekerjaan suamiku.

Namun pagi itu jiwaku tersentak ketika aku mendengar berita dari tetanggaku saat berbelanja di warung sebelah, dia katakan pernah melihat suamiku berdua dengan seorang wanita berboncengan dan kelihatannya mereka berdua mesra sekali.

Mendengar apa yang dikatakannya hatiku serasa bagaikan kaca pecah berkeping-keping darahku serasa mendidih naik sampai ke ubun-ubun.

Sejurus kemudian kutarik nafasku dalam-dalam dengan harapan hati ini sedikit tenang. Aku buru-buru pulang ke rumah, kutatap bayi mungil yang selalu menjadi penyemangat hidupku, hati ini sedikit terobati.

Hari mulai beranjak malam, suami belum kunjung pulang juga. Sebenarnya mata ini sudah sangat ngantuk sekali tapi rasa kecewa terlalu besar dan mengalahkan rasa kantuk itu.

Hanya satu pertanyaan saja yang ingin ku ajukan padanya, apakah yang dilihat tetangga itu benar? Tak lama kemudian terdengar suara pintu dibuka, mungkin suamiku pulang, dia pegang kunci ganda juga.

Tanpa berlama-lama Aku pun langsung menghampirinya. Dan tanpa basa basi Aku langsung ceritakan apa yang siang tadi kudengar.

Mendengar pertanyaan itu suamiku berubah raut mukanya sebentar, lantas membuang muka seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

"Aku ngantuk sekali, sudahlah besok pagi saja kita bahas," katanya sambil melemparkan diri ke atas kasur. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Aku tak melupakan tugasku membuatkan secangkir kopi untuk suami.

Aku mulai pembicaraan dengan bertanya, "Mas, apakah benar apa yang dikatakan tetangga kita kemarin soal kamu berduaan dengan wanita lain, coba Mas jelaskan!" kataku. "Baiklah, Aku jelaskan" katanya.

"Sebenarnya yang aku bonceng kemarin itu teman satu pekerjaan mas jadi bukan siapa-siapa dan kamu jangan pernah dengar kata orang lain, percaya saja sama suamimu," jelasnya.

Hatiku sedikit lega mendengar penjelasnya sepertinya masuk akal juga. "Ya sudah kalau emang benar itu temanmu tak masalah, tapi awas jangan coba-coba main belakang ya?" ancamku. "Iya...iya, "sergahnya.

Hati kecil seorang istri nampaknya tidak bisa dibohongi. Tiba-tiba terdengar dering suara HP, rupanya HP suamiku tertinggal.

Penasaran siapa yang chat dia, kubuka HP itu ada nomor baru kontak seorang wanita, tambah penasaran ingin cepat-cepat membuka isi chatnya, "Jemput Aku di tempat biasa ya sayang," isi chat tersebut.

Aku scroll ke chat sebelumnya banyak perbincangan antara suamiku dan wanita pemilik nomor HP itu, semuanya bernada mesra.

Sudah pasti mau bukti apalagi ternyata suamiku punya selingkuhan, makin tersayat hati ini.

Tak lama berselang terdengar langkah kaki cepat seperti berlari, nampaknya suamiku baru sadar HP-nya ketinggalan.

Setengah ku lempar HP itu ke arah suamiku. "Mau bukti apalagi  selingkuhanmu itu tadi ada chat untukmu," Ujarku.

"Mulai hari ini Aku pulang ke rumah orang tuaku, tak usah mencariku lagi." Hari itu juga Aku bergegas pulang ke rumah orang tuaku, berdua dengan sang bayi.

Air mataku sudah tak terbendung lagi. Rasa kecewa, kesal campur marah berkecamuk dalam dadaku.

Singkat cerita Aku mulai hidup baru kembali bersama orang tuaku, Aku bingung, biaya kebutuhan sehari-hari sekarang harus Aku pikirkan sendiri karena orang tuaku hanya buruh tani, sementara bayiku hanya mau minum susu formula.

Aku coba mencari info ke sana kemari barangkali ada teman yang butuh tenagaku maklum Aku hanya tamatan SMP kemampuan selain mengandalkan tenaga Aku tidak bisa.

Merantau ke Ibukota

Setelah sekian lama Aku mencari informasi tentang lowongan kerja, suatu hari Aku mendapat chat dari temanku yang berada di Ibukota. "Mudah-mudahan berita baik," gumamku.

Ketika Aku baca chat dari temanku itu yang pertama kali kubaca adalah sebuah pertanyaan. "Katanya kamu lagi butuh kerja?" Langsung Aku balas mengi-yakannya.

Perasanku sedikit lega karena yang terpikir adalah jika Aku bekerja pasti mendapatkan uang, artinya Aku bisa membeli susu buat bayiku.

Apa pun pekerjaannya akan Aku lakukan yang penting anak semata wayangku bisa kembali mendapat susu.

Temanku bilang ada pekerjaan buatku tapi tempatnya di Jakarta, Aku mulai bimbang lagi apakah  jika Aku pergi berarti Aku meninggalkan Anakku.

Namun demi mendapatkan penghasilan apa boleh buat lagi pula Aku kerjakan untuk dia. Kuputuskan menerima tawarannya.

Pagi-pagi sekali Aku bergegas menuju terminal bus antar kota dengan tujuan Jakarta, dan temanku katanya menunggu untuk menjemputku.

Tak seberapa lama di perjalanan Aku bertemu dengan temanku kemudian perjalanan dilanjutkan ke kost-annya.

Bagiku yang baru sekali ini menginjakkan kaki di kota besar, sepanjang perjalanan kulihat kanan kiri begitu banyak gedung-gedung bertingkat tinggi, megah dan indah sekali.

Tak terasa perjalanan pun sudah sampai ke tempat yang dituju. Kost-kostan berlantai lima, lagi-lagi Aku dibuat terpukau melihatnya.

Setengah diseret, temanku bilang "Ayo masuk jangan melamun gitu!" katanya. " Nah, di sini tempat tinggal kita, di lantai dua," Sambungnya.

Kamar ukuran 3x3 M dengan segala macam perabotan, memang terlihat sempit.

Semoga Aku betah di sini, gumamku dalam hati. Sore itu sampai malam, Aku lewatkan hanya untuk ngobrol sana kemari sambil sesekali minum kopi.

Malam semakin larut Aku dan temanku beranjak ke tempat tidur karena sang kantuk sudah menghinggapi kami.

Bangun pagi sekali, Aku bantu beres2 kamar sambil mulai menanyakan tentang pekerjaan apa gerangan yang dia dijanjikan.

"Mmm... oke aku akan kasih tahu pekerjaan nya," kata temanku. "Namun sebelumnya kumohon kamu jangan marah ya, bukannya apa soalnya pekerjaan ini agak berbeda dengan yang lainnya," sambungnya.

"Ya udah bilang aja," kataku makin penasaran. "Kamu kan lagi butuh uang, pekerjaan apa pun kurasa mending kamu ambil aja, ingat anakmu butuh susu buat makan, juga orang tuamu butuh tambahan belanja sehari-hari," lanjutnya.

"Pekerjaannya mudah banget, kamu tidak perlu keluar rumah nanti tamu sendiri yang datang ke sini." Aku makin bingung pekerjaan apa gerangan.

"Ya, ya terus gimana?" susulku. "Aku kan open Bo, terima tamu laki hidung belang gitu, nanti kamu dapat bayarannya gede lho, lebih dari cukup buatmu," lanjutnya.

Aku makin bingung soalnya baru kali ini denger istilah open Bo itu apaan sih, kataku dalam hati.

"Gini aja gampangnya, aku pajang poto wajahmu yang paling cantik di medsos, nah siapa tahu ada yang minat kencan sama kamu, ya itu namanya Open Bo," katanya.

"Jadi aku mesti jual badanku sama laki-laki hidung belang buat ngelayanin nafsunya?" kataku setengah marah. Itu semua Aku ungkapkan dengan bahasa isyarat karena Aku memang bisu dan tuli.

"sabar dulu, ini kan demi kamu juga, gimana mau gak nih?" desaknya. "Kalau begitu aku pikir-pikir dulu deh," jawabku. "Aku minta waktu semalam aja buat berpikir ya?" sambungku.

"Ya terserah kamu, tapi jangan kelamaan mikir nanti hilang lho kesempatan buat cari uangnya, jaman sekarang cari uang susah neng!" katanya.

Setelah obrolan itu sepanjang hari Aku berpikir bagaimana baiknya, apakah tawaran pekerjaan itu Aku terima atau Aku tolak saja.

Karena itu pekerjaan sangat bertolak belakang dengan ajaran agama dan adat ketimuran. Setiap kali Aku berpikir menolak seketika itu juga bayangan sang anak dan orang tua dengan latar belakang ekonomi rendah selalu membayang dalam benakku.

Jika Aku tidak terima ajakkan temanku tentu kebutuhan keluargaku tidak mungkin terpenuhi.

Singkat cerita keesokan harinya, Aku memberanikan diri membicarakan soal pekerjaan itu pada temanku. "Dian, tawaranmu itu aku terima deh, karena aku bener-bener terpaksa butuh uang buat keluargaku." Kataku pada temanku Dian.

 "Nah gitu dong, jangan muna lah kita semua butuh duit gak usah mikir nanti, nanti ya nanti lagian kita gak ngerugiin orang juga," katanya.

"Trus, aku harus bagaimana, kapan mulai kerjanya dan tempatnya dimana?" kataku. " Tenang itu semua sudah diatur yang penting kamu siap-siap dandan yang cantik trus aku upload potomu di medsosku barangkali dapat pelanggan hari ini," Pungkasnya.

Rasa deg -degan pastilah ada, orang yang namanya baru kerja terus pekerjaannya pun benar-benar sesuatu yang Aku akui secara normal sangatlah buruk namun apa dayaku saat itu yang kupikir hanyalah uang dan uang.

Tak berapa lama saat aku dan temanku memantau aplikasi pertemanan yang digunakannya. Terpantau ada yang masuk dan kemudian tertarik pada profilku yang dipajang di aplikasi tersebut.

Harga Open Bo ku terlihat Rp400.000, satu kali "main." Setelah deal harganya kami pun sepakat untuk ketemuan.

Tak berapa lama ada suara ketukan pintu, lantas temanku melangkah untuk membuka pintu. Sepertinya ada beberapa kata yang mereka bincangkan.

Kemudian temanku memberi isyarat sambil keluar kamar. Aku diam termangu karena memang baru pertama kalinya pengalaman ini terjadi.

Tapi Aku ingat pesan temanku untuk selalu tersenyum, tersenyum saja toh dia tidak tahu kita bisu.

Setelah terlampiaskannya nafsu lelaki hidung belang itu sebelum keluar dia memberi empat lembaran uang seratus ribuan.

Ada rasa sedih namun juga ada rasa senang mendapatkan bayaran besar menurut ukuranku.

Akhirnya Aku tak peduli, hari demi hari Aku mulai menikmati pekerjaanku ini. Bahkan Aku mampu mengalahkan senior-seniorku, karena walau Aku bisu tapi parasku lebih cantik dari yang lainnya.

Aku pikir setelah ini tak akan ada masalah lagi, ternyata temanku minta bagi hasil dari pekerjaanku. Aku mengerti, Aku juga pasti tahu diri.

Namun jauh dari perkiraanku dia minta Rp200.000/"tamu," artinya setengah dari penghasilanku di ambil. Apa boleh buat Aku pikir ini berkat jasanya juga.

Setiap hari ada saja tamu yang harus Aku layani, entah itu empat orang atau lima orang. Aku jatuh dari satu pelukan lelaki ke pelukan lelaki yang lainnya. Dari hasil tersebut Aku bisa menabung.

Sampai suatu ketika Aku datang bulan dan tidak bisa menerima "tamu," otomatis selama itu tidak ada pemasukan bagi diriku atau setoran buat temanku.

Dian -temanku- yang seolah olah menjadi manajerku akhirnya sering uring-uringan karena hampir seminggu Aku tak terima "tamu," karena memang kondisiku yang tak memungkinkan.

Dari seringnya mendapat omelan tersebut Aku jadi gerah juga. Akhirnya Aku putuskan untuk kembali pulang ke kampung.

Aku bergegas mengemas semua pakaianku, yang Aku pikirkan saat itu ingin secepatnya keluar dari tempat itu.

Penyesalan memang selalu datang terlambat. Apa yang Aku lakukan selama ini memang perbuatan nista yang sangat dibenci agama.

Namun, apa boleh buat nasi sudah menjadi bubur. Tapi Aku tak akan putus asa mengharap ampunan-Nya. Semoga disisa umurku ini Aku mendapatkan ampunan-Nya.

Jakarta, 12.12.2021

Disarikan dari kisah nyata, tanpa bermaksud menyinggung siapa pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun