Mohon tunggu...
Drupadi Soeharso
Drupadi Soeharso Mohon Tunggu... -

Jika salah satu syarat doa tak tertolak adalah di antara waktu adzan dan iqomah, maka bolehkah syarat rindu tak tertolak adalah waktu senja dan suara para penyeruMu hendak bersujud padaMu #HappySenja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Review "Arus Bawah"

22 September 2016   01:26 Diperbarui: 22 September 2016   01:36 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Arus Bawah pertama kali terbit bersambung di harian Berita Buana pada 28 Januari sampai 31 Maret 1991 dan menjadi buku pada tahun 1994, novel ini memang di tulis pada masa orde baru di Indonesia, namun novel esai ini akan tetap menarik di baca pada masa Demokrasi saat ini karena kita tau sendiri apakah sekarang kita benar-benar telah merasakan Demokrasi itu (renungkan saja sendiri) heuhuehu...

Novel esai karya Mbah Nun khususon yang berlatar wayang setau saya ya baru Arus Bawah ini, berlatar wayang punakawan yang sebenarnya tidak ada di cerita wayang asli versi india, sekelompok punakawan ini hanya ada di kisah wayang versi jawa, menurut banyak cerita punakawan adalah carangan dari kanjeng sunan kalijaga sendiri, Arus Bawah menggambarkan situasi menghilangnya Ki Semar Bodronoyo dari Karang Kadempel yang  saat itu situasi Karang Kadempel sedang genting-genting nya.

Yang biasanya aku baca dari buku-buku mbah nun tidak jauh dengan masalah agama, sosial, politik yang sangat njlimet sekali tatanan bahasa nya namun untuk kali ini aku bener-bener menikmati kenjlimetan bahasa nya yang sarat akan filsafat dari wayang punakawan mungkin yang kita tau bahwa punakawan keluar di goro-goro saat pementasan wayang berlangsung hanya sebagai break atau istirahat nya wayang dari lakon inti yang biasa nya di isi dengan guyonan dan nyanyi, namun menurut mbah nun Goro-goro di beber ketika chaos berada di puncak nya ketika problem-problem dan isian konflik sedang terletak di bagian ketegangannya yang paling rawan tetapi kunyuk-kunyuk itu tertawa : bukan unutk memupus problem-problem itu, melainkan justru untuk belajar bersikap dingin, lembut, gembira justru untuk memperoleh kesadaran yang paling jernih. ( hal 40).

Dari novel ini sudut pandang ku berubah tentang wayang, yang ternyata tidak sesimpel dan sepele itu yang hanya melulu tentang perang Bharatayuda, tokoh-tokoh hebat seperti Bima Sena, Arjuna, tokoh tokoh jahat seperti Drona ataupun Sangkuni, di buku ini kita akan belajar lebih luas tentang apa Bharatayuda, Kurawa, Pandawa itu siapa, kenapa hadir kyai Semar dan ke tiga anak nya gareng, petruk , bagong dengan sifat-sifat yang berbeda, mengapa ia terjun ke marcapada karang kadempel dan apa sebenarnya misi nya, apa filsafat dari tokoh Wisanggeni dan Ontoseno yang hanya di ketahui sebagai anak dari Bima dan Arjuna sejauh ini dalang maupun literatur yang aku baca belum mampu membeber filsafat dari mereka.  Bahwa  Petruk adalah Ki Kantong Bolong yang mempunyai falsafah kekosongan jiwa tanpa dinding sehingga tak bisa di gedor, mental tanpa tembok sehingga tak bisa di robohkan , kekosongan tak bisa di pukul, tak luka di pisau, dan tak ada kekuatan apa pun yang bisa membuatnya berkeping-keping, filsafat dari wayang yang indah akan kamu temui di buku ini.  

Perdebatan mulut yang terjadi di antara ke tiga anak  semar ini yang akan membawa sebuah alur cerita yang mengalir, menyentil, dan mungkin akan kemballi mengingat flashback di masa orde baru seperti aku yang berusaha keras untuk mengingat nasib-nasib masyarakat orde baru yang aku peroleh dari guru-guru SD sampai SMA. 

Namun apakah ki Semar benar-benar meninggalkan Karang Kadempel mengapa Petruk tetep acuh saja dan melanjutkan mecok kayu nya dari pada mendengarkan bagong yang nangis-nangis merasa kehilangan bapak nya, dan unik nya si bagong yang tetap lahap memakan apa saja yang ada di hadapan  nya dengan tetap mengunyah namun sambil ngomel dan tetap saja memanggil bapak nya dengan mar, konon bagong adalah bayangan gelap dari semar itu sendiri, sisi kebosanan dari ki Semar sendiri yang pada akhirnya berwujud bagong anak terakir dari punakawan.  Sedangkan petruk dan gareng adalah jin yang dulu nya berasal dari  mendidihnya kawah candradimuka air nya panas muncrat-muncrat melelehkan beberapa planet. 

Muncul dua raja jin bernama Prabu Mercu dan Prabu Mercukilan. Jonggring saloka teranacam lalu ki Semar melototi mereka dan memegang kedua tengkuk mereka, dan membenturkan kedua kepala mereka meledaklah dan berubahlah mereka dan di beri nama oleh ki Semar dengan Gareng dan Petruk. Ke tiga anak semar ini lalu di ajak turun ke karang kadempel padahal di jonggring saloko pun mereka sudah asik leha-leha namun kenapa ia harus turun ke marcapada ke karang kadempel? Ketiga anak nya ini jelas protes dan tidak tau apa sebenernya yang harus ia lakukan melihat bapaknya yang seperti mengetahui segala masalah di karang kadempel namun hanya diam saja, bahkan bagong yang terlahir dari bagian yang memberontak dari diri semar selalu memprotes tindakan semar yang seperti nya hanya diam saja, namun suatu ketika Semar menjawab protesan dari bagong bahwa “ Tugas ku hanya mengingatkan, bukan menggantikan. Hanya mengontrol , bukan mengambil alih”

Ahhh membaca Arus Bawah ini sungguh mengalir lembut, kadang mengeras, emosi dan sentimentil sekali semakin kagum atas Ki Semar. hampir kelupaan di Arus Bawah juga di ceritakan tentang Bambang Ekalaya seorang ksatria yang sangat patuh dan sangat menghormati Drona namun kepatuhan nya di salah gunakan oleh Sri Kresna titisan Dewa Wisnu untuk menyelamatkan dan memenangkan perang dari Ksatria Kesayangangan nya Arjuna.

See you selamat membaca ya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun