Mohon tunggu...
Rizky Adriansyah
Rizky Adriansyah Mohon Tunggu... -

Pejuang Kedokteran & Kesehatan Bangsa | Anti Diskriminasi | Motto : BERANI TAMPIL BEDA [BerEtika, punya nuRANI, Tegas, AManah, Profesional, ILmiah, BErDAya saing] |\r\n\r\nKetua Divisi Kajian MER-C Indonesia | http://www.mer-c.org

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Dialog Imajiner Pemuda dan Dokter Indonesia (Bagian 2)

7 November 2013   18:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:28 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah bermimpi bertemu dengan dokter Cipto Mangunkusumo menjelang perayaan Sumpah Pemuda yang lalu, Sugondo Joyopuspito merasakan itu seperti dialog yang nyata. Di sela-sela hobinya membaca buku-buku perjuangan, ia mencoba merenungkan kembali mimpi yang sarat makna tersebut. Begitu banyak masalah yang aneh dan perlu didiskusikan kembali. Penasaran atas mimpinya, ia mengambil HandPhone untuk mengirimkan SMS ke dokter Cipto.

Sugondo : “Assalamualaikum, dokter Cipto. Apa kabar?”

Dokter Cipto : “Waalaikumsalam. Alhamdulillah Sehat, Mas Sugondo. Koq ‘tumben’ kirim SMS ke saya. Ada berita apa?”

Sugondo : “Oh, nggak apa-apa, dokter Cipto. Ada program SMS gratis. Lagi sibuk ya, dokter?”

Dokter Cipto : “Mas Sugondo ini mirip dengan kebanyakan pasien saya. Kalau ada program berobat gratis, baru ramai-ramai mendatangi saya. Hahaha… “

Sugondo : “Hehehe, maklumlah dokter. Pemerintah kan sedang menyuruh rakyat agar hidup berhemat. Susah BBM, ya SMS aja. Oh ya, menjelang perayaan Sumpah Pemuda yang lalu, saya bermimpi ketemu dokter Cipto. Tapi akhir ceritanya gak enak, mobil dokter hilang“

Dokter Cipto : “Saya malah mimpi mas Sugondo bukan seorang pemuda, tapi pahlawan, hihii”

Sugondo : “Lho, koq bisa? Saya gak berharap itu, dokter”

Dokter Cipto : “Tapi mimpi itu penting lho, mas Sugondo”

Sugondo : “Maksudnya?”

Dokter Cipto : “Wah, kurang nyaman kalau kita diskusi lewat SMS. Sekarang lagi musim penyadapan. Ntar disadap lagi, hihihi..”

Sugondo : “Bagaimana jika kita janjian ketemu, besok jam 9 pagi di depan taman makam pahlawan kalibata saja?”

Dokter Cipto : “ Kalau besok saya sibuk praktek, mas Sugondo. Tanggal 10 November 2013 saya akan ambil cuti, kita bersilaturahim aja ya ke rumah Bung Tomo di Surabaya”

Pada tanggal 10 November 2013, selepas sholat subuh, mereka menuju Surabaya dari rumahnya masing-masing. Sugondo Joyopuspito berangkat dari Celeban, Yogyakarta. Sedangkan Dokter Cipto Mangunkusumo berangkat dari Ambarawa, Semarang. Mereka janjian bertemu di Taman Makam Pahlawan Sepuluh November, Surabaya. Setelah berziarah, mereka berdiskusi santai sambil melanjutkan perjalanan ke rumah Bung Tomo.

“Melanjutkan diskusi kita kemarin, dokter Cipto. Apa maksud dokter mengatakan mimpi itu penting? Bagi saya, dunia mimpi itu aneh yang mampu mengalahkan keanehan dunia nyata”, tanya Sugondo.

“Hmm, coba mas Sugondo pandang makam-makam para pahlawan yang ada di sini. Menurut pendapat mas Sugondo, apakah kira-kira pemuda-pemuda yang telah gugur di medan pertempuran ini pernah bermimpi akan dikenang sebagai pahlawan, lalu bermimpi dikuburkan di taman makam pahlawan ini?”, Dokter Cipto balik bertanya.

“Saya rasa tidak, karena yang mereka lakukan hanya berjuang, berjuang, dan berjuang…. Justru yang mereka mimpikan adalah nasib anak cucu mereka agar bisa hidup lebih bermartabat”, jawab Sugondo.

“2000% benar, mas Sugondo. Inilah bedanya mimpi para pemuda pada masa kemerdekaan dengan mimpi para pemuda masa saat ini. Mimpi para pemuda dulu adalah bagaimana membuat dunia mimpi menjadi nyata. Sedangkan mimpi para pemuda sekarang adalah bagaimana membuat dunia nyata menjadi mimpi”, terang Dokter Cipto.

“Saya bisa mengerti penjelasan Dokter Cipto... Para pemuda yang dimakamkan di sini telah mati muda, namun namanya tetap dikenang karena semangat perjuangannya dalam menyelamatkan bunda putri, eh… latah lagi, maksud saya bunda pertiwi, hihi”, balas Sugondo.

“Tidak hanya itu, mas Sugondo. Walaupun pemuda dulu telah mati muda, tapi mimpi merekalah yang membuat tetap hidup dalam sanubari para pemuda yang masih menjaga komitmen dan melanjutkan semangat perjuangan”, kata Dokter Cipto.

“Hmm, tapi mengenai mimpi saya tentang ketemu Dokter Cipto, saya masih merasa aneh karena di akhir cerita mobil dokter Cipto hilang”, kata Sugondo.

“Ya dimaknai positif saja, mas Sugondo. Mungkin maksud mimpi mas Sugondo adalah dokter-dokter sekarang telah kehilangan alat perjuangannya. Dokter-dokter pribumi menggunakan organisasi sosial sebagai alat perjuangan. Nah, itu mungkin telah hilang dari dokter-dokter Indonesia sekarang. Mereka tidak menggunakan organisasi profesi sebagai alat perjuangan, tapi hanya untuk syarat mengurus surat izin praktek saja, hahaha…”, canda Dokter Cipto.

“Akh, itu kan bisa-bisa Dokter Cipto saja, hihihi. Mengenai mimpi Dokter Cipto tentang kepahlawanan, Presiden sekalipun tak akan mampu merayu saya untuk terlibat dalam pergulatan politik pencitraan. Apalagi sekelas Menteri Pemuda yang sibuk menetapkan nama-nama pemuda tempo dulu untuk menjadi Pahlawan Republik Indonesia”, tegas Sugondo.

“Hehehe, mas Sugondo ini memang orang yang sangat keras kepala. Gelar kepahlawanan itu penting lho untuk mengingatkan rakyat Indonesia pada masa yang akan datang atas jasa-jasa para pejuang dahulu”, kata dokter Cipto.

“Seperti yang dokter Cipto katakan sebelumnya, saya yakin pemuda yang berjuang dahulu tidak pernah bermimpi tentang gelar kepahlawanannya. Kalau dokter mungkin perlu menyandang gelar sebagai identitas pekerjaannya. Semakin panjang gelar, semakin sibuk dengan prakteknya, hihihi”, lagi-lagi Sugondo menyindir dokter Cipto dengan candanya.

Dokter Cipto pun hanya membalas dengan senyuman. Selama perjalanan, mereka melihat bangunan-bangunan ‘tempo doeloe’ yang terhimpit oleh gedung-gedung pencakar langit. Tak banyak bedanya dengan Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Walaupun diserang cuaca yang panas dan ditantang oleh kemacetan di jalan raya, akhirnya mereka sampai juga di rumah Bung Tomo, Desa Ngagel, Surabaya.

“Assalamualaikum…, salam perjuangan Bung Tomo !”, sapa Sugondo dan Dokter Cipto.

“Waalaikumsalam…”, jawab Bung Tomo sambil memeluk Sugondo dan Dokter Cipto. Walaupun tanpa suara tangisan, air mata Bung Tomo mengalir membasahi pipinya. Senyum kegembiraan karena bertemu Sugondo dan Dokter Cipto tak mampu menutupi wajah kesedihannya.

“Ada apa bung Tomo? Anda Sakit?”, tanya Dokter Cipto. Bung Tomo hanya menggelengkan kepalanya. Badannya kurus, tetapi berdirinya tegap. Bung Tomo sangat dikenal oleh rakyat terutama di kalangan pemuda Surabaya. Kritik-kritiknya terhadap kepemimpinan bangsa juga sering membuat gerah dan marah dari rezim pemerintah.

“Mari, silahkan duduk…. Saya sangat senang atas kedatangan dokter Cipto dan Mas Sugondo ke pondok saya ini. Tapi kira-kira ada apa gerangan sehingga meringankan langkah dokter Cipto dan mas Sugondo untuk bersilaturahim ke sini?”, tanya Bung Tomo.

“Kami datang kemari untuk meminta Bung Tomo membakar dan mengobarkan semangat para mahasiswa dan pemuda Indonesia untuk melawan penjajahan kapitalisme dan liberalisme”, kata Sugondo.

“Mas Sugondo, jangan ngeledek saya dong…. Saya hanya seorang pemuda yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal yang baik. Saya tak pernah kuliah seperti Dokter Cipto dan Mas Sugondo. Sulit rasanya agar teriakan saya didengar”, balas Bung Tomo.

“Kalau di jaman kemerdekaan dulu , orang-orang seperti saya ini dianggap motivator. Tapi di jaman reformasi sekarang, mungkin saya akan dianggap provokator, hahaha”, kata Bung Tomo sambil tertawa.

“Saya dianggap terlalu anarkis jika berbicara tentang penjajahan kapitalisme dan liberalisme oleh orang-orang yang ‘katanya’ berpendidikan. Anggapan tersebut nyaris melemahkan semangat dan komitmen perjuangan pemuda seperti saya yang tak pernah sekolah di perguruan tinggi”, tambah Bung Tomo.

“Ayolah Bung Tomo, jangan merendah begitu toh. Kalau ada yang berpandangan seperti itu, ya karena bangsa Indonesia sedang menderita penyakit sistemik. Suara Bung Tomo sangat dibutuhkan untuk mengobati bangsa ini dari penyakit tersebut”, kata Dokter Cipto.

“2000% benar Bung Tomo… Tak pernah terbesit dalam pikiran saya untuk merendahkan para pemuda yang tidak tamat SD sekalipun. Bagi saya, inti dari perjuangan adalah kebersamaan dan jangan ada dusta di antara kita. Cobalah rancang pidato Bung Tomo yang bisa membuat semangat para mahasiswa dan pemuda Indonesia bergelora”, kata Sugondo.

Bung Tomo berpikir dan merenungkan kembali apa yang disampaikan Dokter Cipto dan Sugondo. Akhirnya ia menerima tawaran tersebut. Lalu Bung Tomo mengambil secarik kertas dan mencoba menuliskan sebuah pidato perjuangan. Setelah itu membacakannya di depan Dokter Cipto dan Sugondo.

Bismillahirahmanirrahim… MERDEKA !!!

Saudara-saudara, rakyat Indonesia, terutama mahasiswa dan pemuda dari Sabang sampai Merauke. Kita semuanya telah mengetahui, bahwa saat ini paham liberalisme dan kapitalisme telah menyebar dimana-mana, yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua. Kita dijajah untuk dalam waktu yang tidak terbatas, memisahkan semangat juang kita dalam membela agama dan tanah air, dengan dalih Indonesia Merdeka. Paham tersebut telah mengelabui supaya kita mengikuti sistem demokrasi ala liberal berbungkus Pancasila dan UUD 1945. Paham tersebut telah meracuni supaya kita bersikap dan berperilaku sekuler dengan motto Bhineka Tunggal Ika, tanda bahwa kita telah mengikuti paham tersebut.

Saudara-saudara. Di dalam aksi-aksi perjuangan kita yang lampau. Kita sekalian telah menunjukkan bahwa mahasiswa-mahasiswa dari seluruh kampus, pemuda-pemuda yang berasal seluruh pelosok tanah air, di bawah bendera organisasi mahasiswa dan pemuda masing-masing, dengan organisasi-organisasi sosial keagamaan yang dibentuk di seluruh daerah, telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol. Telah menunjukkan satu kekuatan hingga paham liberalisme dan kapitalisme tersebut terjepit di mana-mana.

Hanya karena taktik yang licik dari paham tersebut, Saudara-saudara. Dengan menghadirkan pemimpin-pemimpin koruptor dan pengusaha-pengusaha busuk ke seluruh Indonesia, maka kita disuruh tunduk untuk melakukan sesuatu sesuai nafsu kepentingan mereka. Tetapi selama masa kepemimpinan yang munafik ini, paham tersebut telah memperkuat diri dan setelah kuat, sekarang inilah keadaannya.

Saudara-saudara, kita semuanya, kita para mahasiswa dan pemuda Indonesia, kita yang masih cinta kepada agama dan cita-cita negara Republik Indonesia, akan menerima tantangan itu. Dan kalau orang-orang yang berpaham liberalisme dan kapitalisme, ingin mendengarkan jawaban rakyat Indonesia, ingin mendengarkan jawaban para mahasiswa dan seluruh Pemuda di seluruh tanah air Indonesia. Dengarlah wahai orang-orang yang berpaham liberalisme dan kapitalisme, ini jawaban kita...!

Hai penjajah liberalisme dan kapitalisme !!! Kau menghendaki bahwa kita ini akan meninggalkan ajaran agama untuk takluk kepadamu. Kau membujuk kita untuk mengikuti ajaran sekuler untuk menyembah pahammu.Kau merayu kita untuk tidak melakukan amar ma’ruf nahi munkar sebagai strategi perjuangan. Kita tahu, kau akan mengelabui kita dengan seluruh kekuatan yang ada padamu. Tetapi inilah jawaban kita. Selama organisasi-organisasi mahasiswa dan pemuda Indonesia masih memiliki semangat dan komitmen kebangsaan, mahasiswadan pemuda Indonesia masih memiliki keberanian dan moral. Selama itu kita akan melakukan perlawanan dan kita tidak akan terjerumus kepadamu.

Saudara-saudara, mahasiswa dan pemuda Indonesia di seluruh tanah air. Bersiaplah dengan keadaan apapun. Tetapi saya peringatkan sekali lagi. Jangan pernah bersekutu dengan oknum-oknum penjajah liberalisme dan kapitalisme. Jangan mau dipecah-belah. Kita tunjukkan bahwa kita adalah orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran. Dan untuk kita semua saudara-saudara, lebih baik kita hancur daripada kita lalai dalam menegakkan kebenaran. Semboyan kita tetap MERDEKA atau MATI. Dan kita yakin Saudara-saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan ada di tangan kita. Sebab Allah selalu berpihak pada kebenaran. Percayalah saudara-saudara sekalian, Tuhan akan selalu melindungi kita semua.

ALLOHU AKBAR... ALLOHU AKBAR.... ALLOHU AKBAR.... MERDEKA..... !!!

Asshalatu khairum minannaum…. Allahu akbar… Allahu akbar…. Laa ilaaha ilallah… Terdengar sayup suara adzan subuh yang membangunkan Sugondo dari tidurnya. Ia langsung bergegas mengambil wudhu untuk melaksanakan ibadah ke mesjid yang tak jauh dari rumahnya. Sugondo pun kembali tersadar bahwa perjalanan dirinya dan Dokter Cipto ke rumah Bung Tomo, sama seperti sebelumnya, ternyata hanya sebuah MIMPI…..

(maaf ya, bagi pembaca yang sedikit kesal dengan mimpi-mimpinya Sugondo. Cerita ini hanya fiktif belaka. Nantikan mimpi-mimpi selanjutnya, hehehe)

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun