Nilai lebih lain,  biasanya tak jauh dari lokasi, ada perputaran roda ekonomi. Di sekitar makam biasanya  banyak  penjualan properti  ritual dari mulai kotak mayat, aneka kelopak bunga warna-warni, hingga dupa/kemenyan. Penulis  kali ini, hanya bisa mengabadikan foto plang dengan logo Nahdatul Ulama. Sebagai gambaran  adanya sekelompok orang dalam organisasi melestarikan budaya leluhur.  Itulah simbol bagi  para  pendukung  kultur, pada masyarakat setempat.
Kayu bakar di lokasi ini, masih dimanfaatkan oleh masyarakat yang ramah lingkungan. Mereka hidup bersahaja dengan sepeda ontel, keramba, dan tungku untuk memasak. Dari menjual kayu bakar saja, masyarakat bisa sejahtera.Â
Ada sekelompok orang, menganggap kayu bakar itu, sumber pencemaran udara. Ada pula yang mendeskriditkan sebagai perusak hutan. Padahal, kayu bakar yang digunakan masyarakat itu hanya dari ranting kering ukuran kecil. Bukan pohon besar yang di tebang. Seharusnya pola pikir itu harus diluruskan.
Dengan organisasi NU, budaya ini jadi lestari, akulturasi budaya Hindu dan Islam begitu kental, dan selaras dengan akal sehat, menurut pendukungnya. Bagi orang yang aktif di organisasi Muhammadyah, pemakanan demikian terasa angker. Perayaan 7 hari hingga 100 hari, dianggap keluar dari ajaran Islam (Bid'ah). Namun dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat sekitar ini, mereka saling menghormatinya. Itulah toleransi yang terpelihara hingga saat ini (DN).