Mohon tunggu...
Marendra Agung J.W
Marendra Agung J.W Mohon Tunggu... Guru - Urban Educator

Write to learn | Lahir di Bekasi, mengajar di Jakarta | Menulis edukasi, humaniora, esai dan fiksi | Kontak: jw.marendra@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Proposal Kebahagiaan Abadi

31 Maret 2021   19:34 Diperbarui: 31 Maret 2021   19:49 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: @anniespratt ( https://unsplash.com/photos/BrfCiLC7Grc)

    

      Hari pertama di tahun 2018 ini dipilih Marsul sebagai hari baik untuk mengatakan cinta. Banyak pertimbangan tentunya. Tapi yang jelas, di penghujung masa kuliahnya ini Marsul sudah menemukan kebahagiaan yang paling hakiki, ketimbang iijazah dan gelar sarjana yang sudah pasti akan diraihnya.

     "Buat apa lulus kuliah, kerja, hidup pengap di kota, lantas mati begitu saja tanpa Qonia," ucap Marsul dalam hati, sambil menginjak pedal dalam-dalam. Serta merta motor yang tidak enak dipandang itu berhenti di sebelah pohon jambu. Di situ, Marsul menanti Qonia tiba.

      Beruntung sekali Marsul konsisten aktif di LPM kampusnya. Di sanalah ia mengenal Qonia, mahasiswa angkatan baru jurusan sejarah. Marsul memang patut bersyukur sebab selalu merasa beruntung. Orang gunung mana yang dapat kuliah gratis di kampus negeri ibu kota?

     Akibat meraih beasiswa, Marsul dinobatkan sebagai definisi orang cerdas di desanya. Marsul membuat wangi nama sekolah dan juga keluarga. Orang tuanya tentu gembira. Riwayat pendidikan keluarga yang paling banter lulusan SMA akan terputus sudah.

      Marsul juga tidak merana di ibu kota. Tidak seperti mahasiswa rantau lainnya, Marsul tidak terbebani tagihan biaya indekos. Sebagai mahasiswa teknik mesin Marsul pun mujur, karena sering terima sambilan dari senior dan dosennya. Motor yang tidak enak dipandang itu adalah hasil dari uang bengkel sana-sini.

     Kini, membayangkan Qonia akan menerima cintanya, Marsul makin menguadratkan rasa syukur itu." Menaklukan gadis ibu kota, siapa bilang tidak mungkin? Bismillah!" renung Marsul.

    Sehelai daun pohon jambu luruh dan mendarat tepat di atas kepala Marsul. Renungan itu lenyap. Setelah membuka layar gawai, ia mendapati Qonia sedang melambai di seberang sana. Walau terhalang lalu-lalang kendaraan, ia tetap mampu menemukan kecantikan Qonia.

     Bagai pahlawan sedang khawatir, Marsul sibuk memberikan isyarat tangan. Seolah-olah para pengemudi mobil itu tega menabrak Qonia yang hendak menyeberang.

   " Kak, sori ya lama." Ucap Qonia sambil menerima helm dari Marsul. Setelah pipi tembam Qonia tenggelam dalam dekapan busa helm, Marsul menusukan kunci pada lubang di leher kemudi. Motor yang tidak enak dipandang itu pun melaju santai.  

     "Loh, masih panggil Kak? Jangan pakai pembeda." Marsul seolah-olah protes. Diam-diam ia mendambakan disebut "mas", lebih romantis pikir Marsul. Namun, pergaulan di LPM kampusnya itu menekankan budaya kesetaraan. Sehingga Marsul mengulang gaya penolakan sebagaimana dulu pernah ia terima dari kakak seniornya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun